Berada di villa ini lagi, membawa kembali kenangan-kenangan itu. Ada sedikit kerinduan pada tempat ini. Aku memandangi lukisan di dinding, dulu di dinding itu adalah tempat foto pernikahan kami, nenek yang menginginkan nya agar kami memajangnya di ruang depan, kami hanya menuruti keinginan beliau.
"Ibu..." Air memanggilku.
"Kapan kita pulang? Air ingin pulang." Ibu juga pengen pulang nak...
"Ngga... Jangan pulang Bu, Banyu masih betah disini... Air aja suruh pulang sendiri! Wek!" Lah, kok Banyu ga kompak sih?
"Ibu kita pulang duluan aja, Banyu tinggal disini aja Bu, ya Bu, kita pulang ya Bu?"
Dilema punya anak kembar yang ga kompak.
"Air Banyu, mari kita bicara. Kita duduk disana sebentar. Kita bahas urusan ini."
Kami harus membahas perihal ini, aku selalu berusaha menganggap anak-anak sudah dewasa, mereka aku biasakan untuk membicarakan setiap masalah dan mengambil keputusan untuk disepakati.
"Tunggu sebentar ibu, Air."
"Kenapa nak?" Aku bertanya pada Banyu dengan lembut.
"Kita harus panggil ayah, karena ini urusan keluarga, jadi ayah juga harus ikut, benerkan Bu?"
Deg. Aku merasa tersingkir, aku sedikit tidak suka dengan pendapat Banyu, bagaimana dia bisa menjadi bagian dari keluarga kita?
Tanpa menunggu pendapat ku, Banyu langsung berlari mencari ayahnya. Dia menarik narik tangan ayahnya, dan aku melihat senyuman itu di wajahnya.
"Ayah, duduk sini."
"Ada apa ini ya Banyu?" Lembut sekali nada bicaranya, sedangkan sama aku... Ihhh...
"Kita mau rapat keluarga, ini penting, sangat penting." Lalu Banyu berbisik pada ayahnya tapi dengan suara yang besar "ayah harus di pihak Banyu ya."
"Jadi kamu panggil ayah biar dapat dukungan?" Air protes.
"Iya dong, biar ga Air terus yang menang, Ibu pasti setujunya sama Air."
Manyun semua, Air ngambek Banyu juga ngambek, selalu seperti ini, bikin pusing kepala.
"Air, Banyu, bisa jaga sikap nya?"
Mereka menunduk karena aku sudah melotot pada dua monster kecil ini.
"Bisa ibu..."
"Jadi, kita akan tinggal di villa ini selama 3 hari, lalu kita akan kembali ke Yogya. Itu keputusan nya." Aku bersuara dan langsung membuat keputusan tanpa melewati proses pertimbangan.
"Kenapa harus kembali ke Yogya kalian boleh tinggal disini selamanya, bersama ayah, ayah akan memenuhi semua keinginan kalian." Bian tidak setuju dengan keputusan ku.
"Maaf Mas Bian, tapi kami lebih suka tinggal di Yogya."
"Banyu suka kok disini... Disini banyak mainan, banyak makanan enak, kalau mau apa aja tinggal minta sama ayah, pasti dikasih, ya kan yah?"
Bian mengangguk.
"Kalau Banyu minta sepeda dikasih ga?"
Bian mengangguk lagi.
Hey! Mas."Kalau minta HP yang bisa buat main game boleh?"
Bian mengangguk lagi.
"Asik...." Banyu bertepuk tangan.
Aku melongo, anak kecil mau dikasih Hp buat main game?
"Wah... Rapat ditunda. Ibu perlu bicara empat mata dengan ayah. Kalian diam disini!" Kembar itu mengangguk kompak.
"Kamu ikut aku!" Aku menunjuk ke arah Bian. Kami berdua menjauh dari anak-anak.
"Maaf Mas Bian, tapi aku keberatan kalau kamu memanjakan anak-anak seperti itu."
"Seperti apa?" Jawabnya dingin dan tidak seperti ada masalah.
"Seperti apa? Bagaimana bisa kamu membelikan barang-barang mewah seperti itu begitu saja?"
"Sepeda dan gadget bukan barang mewah."
Apa, aku tidak percaya dengan jawaban nya, ya memang tidak mewah bagi dia. Tapi...
"Itu barang mewah buat anak-anak, aku tidak setuju mereka mendapatkan sesuatu dengan mudah, aku tidak ingin mereka manja."
"Aku melewatkan waktu 5 tahun bersama mereka, aku akan melakukan apapun untuk menyenangkan mereka."
"Tapi tidak seperti ini, aku tidak setuju." Aku bicara dengan nada yang sangat serius.
"Aku tidak perlu persetujuan mu."
"Hey! Bagaimana bisa kamu seperti ini?"
"Kamu yang membuat aku kehilangan 5 tahun bersama anak-anakku, jadi aku tidak perlu pendapatmu!"
Aku menarik rambutku, bisa-bisanya dia seperti ini.
"Kalau saat itu, aku bilang aku hamil, apa yang akan kamu lakukan?"
Dia terlihat terkejut dengan pertanyaanku.
"Sayangnya kamu tidak mengatakannya padaku, Gendis."
"Apakah kamu pikir seorang wanita tidak akan hamil setelah digauli berkali-kali? Kamu juga tidak mencari tahu tentang aku, kamu seharusnya tahu kalau aku hamil, kalau saja kamu perduli padaku."
Dia terdiam, tanpa ekspresi, membuatku semakin marah dan merasa tak berarti.
"Kita kembali ke topik utama, aku tidak ingin anak-anak dengan mudah mendapatkan barang-barang!"
Bian menatapku dengan tatapan yang sedikit aneh, dan senyuman sinis itu.
"Aku akan memberikan apapun yang anak-anak minta!"
Ya ampun. Apasih maunya orang ini!
Kami kembali ke ruang keluarga. Dengan ketidak sepakatan. Banyu langsung terlihat antusias, lalu memeluk ayahnya. Aku sedikit cemburu.
"Ayah, jadi kapan beli sepedanya?"
"Sebentar lagi datang sepedanya, ayah sudah pesankan tadi."
"Asiiikkk..."
"Banyu!" Aku marah padanya, karena dia tidak memperdulikan ibunya. Dia segera menunduk takut.
"Kamu jangan membentak anakku seperti itu, kasihan dia sampai takut." Bian marah padaku, hey, kenapa marah? Aku yang harusnya marah.
"Kamu yang jangan memanjakan anak seperti itu!" Aku membentaknya, kami saling beradu argumen, saling membentak dan marah, lalu tersadar kalau masih ada anak-anak disini karena Air dan Banyu menangis. Aku langsung memeluk anak-anak.
"Maaf sayang, maaf ya, ibu teriak, ibu ga marahin kalian, maaf ya ibu sama ayah hanya sedikit beda pendapat. Cup cup cup jangan nangis."
Akhirnya aku membiarkan Banyu mendapatkan sepeda nya, Bian membeli 2 sepeda, tapi Air tidak mau, dia mungkin bersimpati pada ibunya.
"Air, kalau Air mau sepedanya, ambil saja, itu pemberian ayah." Aku menyuruhnya mengambil, bagaimanapun dia masih anak-anak masih suka bermain.
Aku memanggil Banyu dan Air. Bian juga ada di sampingku.
"Banyu, Air, kalian boleh ambil pemberian ayah kalian tapi ada yang harus kalian ingat, kalau ayah kalian mengambil kembali pemberiannya kalian tidak boleh kecewa atau menangis, mengerti?" Bian memandang dengan pandangan aneh kepadaku."Mengerti ibu." Lalu mereka bermain, gembira.
"Apa aku seperti orang yang mengambil kembali apa yang sudah aku berikan?"
Aku tersenyum tidak percaya.
"Menurutmu?" Heh laki, coba kembali ke bab awal dimana kamu pada saat menceraikan ku mengambil semua pemberian mu. Borok sikutan!
KAMU SEDANG MEMBACA
Kawin Kontrak : Dalam Miskin Dan Kaya?
RomanceGendis seorang gadis sederhana yang harus menikah kontrak dengan Jan Biantara seorang Presdir perusahaan besar demi sertifikat tanah milik ayahnya yang tergadaikan. Jangan pernah membawa perasaan dalam sandiwara. Cover by : Valentina ongke