prolog

4.7K 138 5
                                    

Sebelum baca kasih bintang dulu ya dearsz trus masukin ke reading list kamu ya. Apa lagi kalau kasih komentar, bikin aku tuh bersemangat.

"kamu tidak layak menjadi ibu dari anak-anakku!"

"Apa yang tidak melayakkanku?"

"Penampilan mu hina! Murahan!"

Hina? Murahan? Entah mengapa sangat sakit jika dia yang menghinaku, aku sudah biasa dihina, tidak dihargai, tapi penghinaannya membuat dadaku terasa sesak.

"Aku memang murah, aku memang hina. Kamu tahu? Dari kecil aku selalu dihina, jadi penghinaan mu dan penilaian mu pada diriku saat ini, itu tidak berarti apa-apa bagiku!"

"Aku bisa membuatmu kehilangan anak-anak."

Sungguh? Coba saja, langkahi dulu mayatku!

"Maaf Tuan Jan Biantara yang terhormat, aku sudah muak dengan semua ancamanmu, kamu boleh mengambil anak-anakku kalau aku mati. Jadi coba saja, langkahi dulu mayatku!"

"Itu hal yang mudah buatku. Kalau kamu tidak berhenti dari pekerjaanmu, aku akan benar-benar mengambil anak-anak!" Suaranya yang berat dan dingin itu menyiratkan keseriusan yang mendalam.

Apa yang salah dengan pekerjaan ku? Apa yang salah dengan menjadi penyanyi kafe?

Aku hanya tersenyum getir, dia kaya dan berkuasa, aku tidak bisa apa-apa, kalau aku tidak bekerja bagaimana aku bisa mengumpulkan uang untuk anak-anak? Bagaimana aku bisa bertahan dari orang seperti dia?

Dia pergi meninggalkan ku sendiri.

Aku mengatur nafas ku, emosi berkecamuk didada. Aku sudah tidak tahan lagi, air mata ini mengalir begitu saja.

Bagaimana jika aku benar-benar kehilangan anak-anak? Bagaimana jika aku harus sendiri lagi? Aku bisa gila, aku tidak akan sanggup.

"Kamu kenapa Dis? Dia siapa?" Mas Arka partner ku, dia bermain piano dan aku penyanyi nya, dia yang memberiku pekerjaan ini.

"Bukan siapa-siapa mas, aku akan kembali ke kamar."

Aku sudah menolak pekerjaan ini, aku tidak ingin datang ke Jakarta lagi, aku takut kalau bertemu dengannya, siapa yang menduga kalau secepat ini kami bertemu. Bertemu di hotel tempat kami tampil. Dan ternyata ini adalah salah satu hotel miliknya, aku tidak tahu, sungguh.

"Kalau bukan siapa-siapa kenapa kamu sampai menangis? Biar aku urus dia, kurang ajar sekali lelaki seperti itu!" Mas Arka marah, dia memang teman ku yang paling perhatian denganku.

"Jangan mas, aku tidak menangis karena dia. Sungguh."

Aku menangis karena ketidakmampuan ku untuk menahan sakit hati ini. Aku menangis karena aku masih berharap akan cintanya. Aku menangis karena aku merasa tidak berharga.

Dengan langkah gontai aku berjalan menuju kamarku.

Aku termenung di balkon kamar hotel. Anak-anak sudah tertidur dengan nyenyak. Aku membawa anak kembar ku saat aku kerja luar kota seperti ini. Tadinya aku sudah menolak untuk ikut manggung di Jakarta, karena aku takut akan bertemu dengannya, tapi tak ku kira aku akan bertemu dengannya secepat ini.

Enam tahun sudah kami berpisah, kenapa harus bertemu seperti ini?

Akankah dia benar-benar mengambil anak-anak? Apa yang harus aku lakukan untuk mencegahnya? Dia punya uang dan kuasa, sedangkan aku...?

"Bu, ibu belum bobo?" Anakku yang lahir lebih awal bangun, anak perempuan ku yang paling pengertian dan paling pintar.

"Air kok bangun? Kedinginan? Dimatikan saja ACnya ya?"

"Ngga Bu, ga kedinginan kok. Ibu mikirin om yang tadi ya?"

"Om? Kok om sih? Itu ayah kalian, kamu harus memanggilnya ayah atau papa atau papi. Bukan om." Anakku ini sangat pintar membaca raut wajah orang, aku memang mengajarkan mereka untuk berterus terang dengan perasaan diri sendiri.

" Kalau dia ayah kami, kenapa tidak tinggal bersama kita Bu? Kenapa tidak pernah pulang?"

Huuft, aku tahu anakku yang ini akan sangat kritis.

"Sayang." Sambil membelai kepalanya aku gendong dia masuk kedalam, dan ku pangku sambil duduk diatas kasur.

"Ibu dan ayah dulu berpisah, lalu ibu hamil, tapi ibu tidak memberitahu ayah, karena ke egoisan ibu. Jadi kamu tidak boleh menyalahkan ayah ya nak."

"Egois itu apa Bu?"

"Egois itu hal yang tidak baik, karena memikirkan diri sendiri, tidak perduli dengan orang lain. Ibu salah, ibu tidak bilang sama ayah, kalau ibu punya kalian. Ibu minta maaf untuk hal itu."

"Oh, egois tuh begitu ya Bu? Lalu ayah juga egois ya bu?"

Aku hanya tersenyum, mungkin kami memang egois.

"Nanti kalau kamu sudah lebih dewasa kamu akan mengerti, sekarang bobok lagi ya sayang."

Aku ingin membesarkan anak-anak menjadi orang yang baik, aku tidak boleh membuat mereka membenci ayah mereka.

Kawin Kontrak : Dalam Miskin Dan Kaya? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang