Aku tidak bisa tidur. Bagaimana dengan anak-anak ku? Apakah mereka baik-baik saja? Aku khawatir kalau mereka di culik, tapi kalau di culik seharusnya sudah ada yang minta tebusan, tapi ini tidak ada kabar. Atau kalau mereka tersesat. Tapi, aku takut kalau mereka memilih untuk ikut bersama ayahnya dan melupakanku.
Apakah kamu benar-benar mengambil anak-anak?
Aaaarrrghh aku bisa gila! Aku tidak bisa menunggu lagi, aku harus bergerak.
Aku tinggalkan hotel bintang 2 tempat kami menginap, sedikit jauh dari villa Bian. Saat ini pukul 3.00 dini hari, aku keluar berjalan kaki menuju villanya, sendiri. Karena belum ada angkutan umum yang beroperasi. Aku mengenyahkan rasa takutku, aku tidak perduli pada diriku sendiri. Aku harus mencari tahu dimana anak-anak ku, segera.
1 jam aku berjalan kaki, aku harus menerobos portal komplek perumahan nya, beruntung 3 orang satpam depan komplek tertidur, aku masuk diam-diam. Karena ini perumahan elit, penjagaannya cukup ketat.
Aku tiba di depan gerbang villa nya. Aku pencet bel rumahnya terus menerus sampai ada yang keluar. Penjaga yang tadi mengusir kami, masih bertugas.
"Mbak nya lagi... Mau apa lagi sih mbak?"
"Tolong panggilkan kepala pelayan pak, tolong panggil Bu Sari, dia mengenal saya pak. Tolong pak."
"Mbak... Saya itu cuma bawahan, kalau dapat mandat, ya harus dijalankan. Saya tidak boleh membiarkan orang asing masuk mbak. Tolong mengerti mbak."
"Ya, bapak juga tolong mengerti saya, panggil Bu Sari... BU, BU SARI, BUUUU BU SARIII..." aku berteriak sekeras yang aku bisa, aku berharap Bu Sari keluar dan menemuiku.
"Mbak, jangan berisik mbak... Mbak.... Aduh mbak nya." Satpam nya kebingungan karena teriakan ku.
"BU SARI KELUAR BUUUU... INI SAYA GENDIS." Aku berteriak sambil melemparkan batu ke dalam villa.
Akhirnya aku melihat Bu Sari dari lubang gerbang.
"Pak Dadang, apa apa ribut-ribut?" Bu Sari bertanya pada satpam penjaga itu.
"Itu Bu, ada mbak-mbak, gini (dia memiringkan jarinya di dahinya, gila)"
"Bu Sari ini saya Bu, Gendis."
"Gendis? Nyonya? Nyonya Gendis?" Bu Sari akhirnya mengenali suaraku.
"Apa? Nyonya?" Satpam tadi mulai kebingungan.
Bu Sari membuka gerbangnya.
"Nyonya, kenapa di luar, kenapa tidak langsung masuk saja?"
Aku malas menjelaskan penyebabnya aku hanya melirik marah pada satpam tadi.
"Bu Sari, apa anak-anak ada di dalam?"
"Anak-anak bukannya ikut tuan ke Jepang?"
"Jadi tidak ada anak-anak disini? Lalu dimana Bian?"
"Saya juga tidak tahu nyonya."
"Bu Sari punya nomor Bian? Saya minta ya, saya harus tahu anak-anak ada dimana."
"Maaf nyonya, saya tidak punya nomor pribadi tuan."
"Lalu bagaimana saya bisa menghubungi Bian?"
"Saya biasanya menghubungi kantor tuan, lalu nanti akan disambungkan ke Pak Bambang, asisten tuan."
"Bu Sari, saya akan tunggu disini ya, boleh? Saya harus menghubungi Bian."
"Tentu nyonya."
Bu Sari memberikan aku teh dan makanan, aku memakannya karena aku belum makan dari kemarin siang, aku pikir aku harus kuat, karena anak-anak belum ketemu. Aku menunggu sampai pukul 8, untuk menghubungi kantor Bian.
"Bu Sari, bisa minta tolong telpon kantor sekarang?" Sekarang tepat pukul 8, aku rasa sudah ada karyawan yang datang.
"Ya, nyonya." Bu Sari menelepon dan bertanya dimana Bian berada. Tapi jawaban diujung sana membuatku semakin panik. Bian tidak bisa dihubungi dan asistennya juga tidak bisa.
Oh Tuhan, ada apa sebenarnya ini? Aku semakin kalut, lutut ini lemas memikirkan banyak kemungkinan.
Mas Arka ada di luar gerbang, aku lupa memberitahu nya, aku langsung pergi begitu saja tadi. Aku keluar menemuinya.
"Mereka ga ada mas, anak-anak ga ada, Mas Bian juga tidak bisa dihubungi... Aku takut mas..." Aku menangis ketakutan dengan pikiran ku.
Mas Arka memelukku, sebagai rasa simpatinya.
"Tenang Ndis, ayo kita ke bandara dan cari informasi lagi."
Kami ke bandara mencari informasi apakah ada kecelakaan pesawat atau apakah ada pesawat yang hilang dari radar, tapi tidak ada informasi itu, aku sedikit lega, itu artinya anak-anak masih aman, tapi dimana mereka?
Malam hari kami kembali ke villa, tapi Bian juga belum pulang.
Aku sudah lelah, kepala ku mulai pusing. Kami kembali ke hotel untuk istirahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kawin Kontrak : Dalam Miskin Dan Kaya?
RomanceGendis seorang gadis sederhana yang harus menikah kontrak dengan Jan Biantara seorang Presdir perusahaan besar demi sertifikat tanah milik ayahnya yang tergadaikan. Jangan pernah membawa perasaan dalam sandiwara. Cover by : Valentina ongke