Desperately in love

11.9K 2.3K 1.7K
                                    


Menjadi dewasa bukanlah perkara mudah.

Saya kini harus mengatur semuanya sendiri, terutama masalah tempat tinggal dan kondisi finansial.

Semakin bertambahnya usia, entah kenapa saya semakin malu apabila masih bergantung pada orang tua, padahal saya tahu orang tua saya sama sekali tidak keberatan jika saya meminta.

Tapi kalian tahu kan, lelaki itu punya ego dan harga diri yang tinggi. Apalagi lelaki dewasa. Dan saya bukan termasuk orang yang semurah itu untuk meminta-minta pada orang tua padahal saya sudah punya penghasilan sendiri.

Selama kuliah, saya memang masih dibantu dengan tanggungan orang tua. Meski begitu, tidak semua uang yang orang tua saya berikan selalu saya pakai. Sebagian saya tabung untuk rencana masa depan, sedangkan uang jajan saya bergantung pada penghasilan ketika nge-band dan menjadi asisten dosen selama hampir 3 tahun.

Setelah bekerja di Balikpapan selama setahun setengah dan mendapat gaji yang sangat jauh di atas UMR, saya mulai terpikirkan sedikit demi sedikit untuk mencicil rumah di Bandung. Saya selalu punya impian untuk punya di Bandung, tepatnya di kawasan Dago Atas. Menurut saya, Dago adalah daerah yang paling strategis untuk ditinggali karena dekat ke tempat wisata, dan udaranya masih cenderung sejuk.

Beberapa minggu setelah kepulangan saya ke Bandung, saya sempat berdiskusi dengan Regan perihal ini. Dia juga ada rencana untuk membeli rumah di daerah Dago Pakar agar lebih dekat dengan kantornya yang memang di daerah Cigadung.

"Pokoknya antara Green Hill sama Pakar. Cuman kalau di Green Hill emang agak jauh dikit ke kantor gue." kata Regan waktu itu.

"Green Hill lebih mahal."

"Iya, gue tahu. Gue juga udah ngatur-ngatur sama Sarah makanya milih di situ."

"Tapi itu masuknya daerah Cidadap, kan?"

"Iya, tapi tetep strategis kok, kalau ke Cigadung cuman 10 menitan."

Bukannya saya mau ikut-ikutan Regan, tapi tempat yang direkomendasikan Regan memang cukup cocok dengan kriteria rumah impian saya. Belum lagi karena kampus Pascasarjana FISIP letaknya di Dago, saya pikir kalau saya membeli rumah di daerah situ, saya juga tidak akan terlalu kerepotan.

Tapi yang menjadi permasalahan, tabungan saya saat ini belum mencapai target. Jadi ada kemungkinan saya belum bisa pindah dari rumah Bude dalam waktu dekat. Padahal saya benar-benar sudah merasa tidak nyaman tinggal di rumah Bude meskipun saya tahu Bude dan Pakde sama sekali tidak keberatan dengan keberadaan saya di sana.

Mereka memang kesepian karena anak-anak mereka sudah menikah dan tinggal di luar kota. Tapi sekarang ada Jendra, setidaknya kehadiran bocah itu tidak akan terlalu membuat mereka kesepian.

"Pindah ke apartemen aja, Ga. Di Ciumbuleuit banyak yang cozy katanya, mana deket juga kan kalo lo mau ke kampus." kata Bang Joni setelah saya menceritakan kondisi saya yang ingin segera keluar dari rumah Bude.

Bagaimanapun saya benar-benar bingung karena saya tidak pernah ada pengalaman nge-kost saat kuliah dulu. Dan mencari tempat tinggal untuk diri sendiri ketika di Bandung sangat terasa asing. Tidak seperti saat saya di Balikpapan dulu. Bandung itu seperti rumah, sedangkan Balikpapan adalah tempat asing.

"Gue udah lihat-lihat, perbulannya mahal, Bang. Mending dipake buat nyicil rumah."

Bang Joni menyimpan gitarnya di pinggir sofa, kemudian mencondongkan tubuhnya ke arah saya.

Kami sedang berada di studio saat ini untuk rapat karena besok adalah hari perilisan single album The Committed yang terbaru. Track list-nya 2 lagu, dan diaransemen oleh kami sendiri.

LARASATI [Book #2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang