SAGARA
Kepindahan saya ke apartemen membuat Budhe sempat menangis berlebihan seakan-akan saya akan pindah ke luar kota. Padahal ketika 2 tahun lalu saya akan pergi ke Balikpapan, Budhe bahkan tidak menangis sedikitpun. Beliau justru bangga karena saya bisa langsung mendapatkan pekerjaan yang layak hanya beberapa saat setelah lulus.
Tapi entah kenapa kepindahan saya yang hanya berjarak kurang lebih 5 kilometer saja dari rumah Budhe, justru membuat beliau bersedih selama beberapa hari.
"Waktu ke Balikpapan kan Mas pasti pulang lagi, kalau pindahnya masih di Bandung mah, Budhe tahu Mas pasti nggak mau balik lagi ke rumah Budhe, kan? Iya kan?"
Begitu katanya ketika saya berusaha membujuk Budhe untuk berhenti bersedih, padahal dari rumah Budhe ke apartemen tempat saya tinggal sekarang bahkan hanya memakan waktu 20 menit saja dengan mengendarai mobil, dan 10 menit jika mengendarai sepeda motor.
Sejujurnya alasan saya pada akhirnya menyetujui penawaran Bang Joni tentang apartemen sepupunya yang mau disewakan adalah karena saya benar-benar ingin tinggal sendiri mulai sekarang. Tidak mau lagi bergantung pada Pakde dan Budhe yang sebenarnya memang tidak pernah keberatan.
Saya tidak bisa selamanya tinggal menumpang di sana. Saya ingin hidup mandiri tanpa merasa harus terbebani gara-gara tinggal di rumah orang lain. Jujur saja, pengalaman ngekost di Balikpapan sendirian adalah pengalaman yang membuat saya banyak belajar. Selama kuliah saya tidak pernah ngekost, jadi ketika mendapat pengalaman baru saya merasa jauh lebih baik dan punya banyak waktu untuk sendiri.
Setelah selama seminggu memberi pengertian pada Budhe kalau saya pasti akan sering berkunjung ke rumah, dan Budhe bisa mengunjungi saya kapan saja, Budhe tidak lagi merasa berat hati.
Di hari kepindahan saya, saya diantar Pakde, Budhe, dan Jendra, padahal seharusnya tidak perlu berlebihan seperti ini. Tapi dipikir-pikir, daripada membuat Budhe makin merajuk, saya biarkan saja mereka melakukan hal yang mereka mau.
Budhe mengisi kulkas di apartemen dengan banyak makanan, beliau meninggalkan sayuran dan beberapa lauk yang bisa dipanaskan di microwave untuk beberapa hari ke depan.
Setelah seminggu tinggal di apartemen, saya selalu kedatangan tamu. Mulai dari Jendra yang memaksa menginap selama dua hari, kemudian Tirta yang tiba-tiba datang mengacau dengan Tiara dan membawa CD porno, Bang Joni yang katanya ingin melihat-lihat saja tapi malah berakhir menginap selama satu hari, dan terakhir hari ini, Sekar tiba-tiba datang membawa makanan seorang diri.
"Sendirian lo?" tanya Sekar sambil menaruh bungkusan McD yang dia bawa ke pantry. Matanya mengedar memandangi sekitar, lalu detik berikutnya mengangguk-ngangguk, "Cozy juga. Bang Joni punya kenalan lain gak? Gue juga pengin nyewa di sini dan dikasih harga murah."
"Tanya aja sendiri." respon saya ogah-ogahan karena lelah beberapa hari terakhir terus-terusan dikunjungi tamu. Sore ini saya baru saja pulang kuliah, dan baru saja lima menit rebahan di sofa ruang tengah, bel tiba-tiba berbunyi, ternyata hari ini giliran Sekar yang datang berkunjung, "Boleh gue makan gak?" tanya saya sambil menarik dan mengeluarkan burger serta kentang yang dibawa Sekar barusan.
"Makan aja, gue sengaja bawa buat lo." kata Sekar sambil menarik kursi dan duduk di hadapan saya.
Selama beberapa menit kami hanya saling diam dalam keheningan. Biasanya juga memang seperti ini, sih. Saya dan Sekar sudah mengenal sejak kami sama-sama berusia 15 tahun. Jadi keheningan yang terjadi di antara kami tidak pernah sedikit pun terasa canggung.
Sekar punya personality yang menyenangkan. Sejak SMA dia banyak disukai cowok-cowok, dan cowok-cowok yang ingin mendekati Sekar selalu mencoba mengakrabkan diri dengan saya untuk mencari tahu informasi tentang cewek itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LARASATI [Book #2]
General Fiction(COMPLETED) Dalam kisah wayang Jawa, nama Larasati dikenal sebagai salah satu istri Arjuna dari jumlah keseluruhan empat puluh satu, dan putri dari Harya Prabu Rukma. Dalam hidup saya, Larasati punya kisah tersendiri. Layaknya tokoh Larasati dalam...