At the end of the day

10.8K 1.9K 1.4K
                                    

"Lo—apa?"

Saya yang sedang menekan nada-nada asal pada tuts keyboard sontak menoleh tidak habis pikir ketika mendengar lontaran kalimat yang diucapkan Regan barusan.

Apa dia sudah gila?

Regan yang tengah duduk di sofa panjang dengan kaki bersila menatap saya tenang—tanpa rasa bersalah atau berniat menarik kembali ucapannya beberapa saat lalu.

"Lo nggak salah denger, Ga."

Sekar yang baru kembali dari kegiatannya menyeduh kopi kemudian duduk di samping Regan, dengan perlahan menyeruput sedikit demi sedikit kopi di gelasnya.

Hari ini The Committed harus latihan untuk event gigs Sabtu ini yang akan diadakan di Dago Tea House. Saya yang baru pulang kuliah—karena perkuliahan sudah dimulai sejak Selasa kemarin—memilih langsung ke studio meskipun latihan baru dimulai pukul 9 malam nanti.

Baru saja saya rehat selama setengah jam, Sekar tiba-tiba menghubungi kalau dia akan mampir dengan Regan setelah mereka pulang kantor. Dan baru saja sekitar 15 menit mereka datang, setelah basa-basi tidak penting, Regan sudah melontarkan kalimat yang tidak masuk akal.

"Sinting." bisik saya malas sambil memutar kursi hingga menghadap ke arah mereka, "Lo pikir gue bujang lapuk apa pake dijodoh-jodohin segala? Baru minggu kemaren gue nolak cewek karena nggak bisa ngasih dia status yang jelas, sekarang apa? Lo tiba-tiba mau nyomblangin gue sama cewek lain? Habis ini gue pasti bakal dinilai sebagai cowok paling brengsek sedunia."

"Jujur aja, Ga. Clara emang bukan tipikal cewek yang bakal lo pacarin, sih. Jadi nggak heran kalau akhirnya lo milih buat nolak dia." ujar Sekar sambil menaruh gelas kopinya di meja lalu menatap saya lurus, "Lo udah ngambil keputusan yang tepat. Lo lebih brengsek lagi kalau terpaksa terus berhubungan sama dia padahal perasaan lo aja nggak jelas."

"Terus? Lo udah tahu gue baru nolak cewek, sekarang mau ngejodohin gue sama cewek lain? Emangnya gue kelihatan kayak cowok desperate yang butuh pacar apa?"

Sekar dan Regan terkekeh berbarengan, dan saya selalu tidak suka dengan kombinasi mereka berdua.

Jujur saja, Sekar sebenarnya bisa jauh lebih menyebalkan daripada Tiara. Kalau disuruh memilih antara Sekar dengan ketenangannya yang mematikan, dan Tiara dengan semangat menggebunya, saya jauh lebih bisa meladeni Tiara dengan sifat ngototnya.

Karena lihat sekarang, Sekar dan Regan sama-sama orang yang tenang. Kombinasi mereka berdua benar-benar membuat saya sesak dan jengah karena senyuman penuh rencana itu.

Sebenarnya apa yang mereka pikirkan, sih?

"Kenapa gue?" tanya saya kesal sambil melesakkan punggung pada sandaran, "Seakan-akan lo kasihan sama nasib gue."

"Jujur aja, lo emang kayak sad boy, kalau kata anak muda zaman sekarang sih gitu." ejek Sekar membuat saya mendengus kasar.

"Biar lo ada gandengan ke nikahan gue." kata Regan menengahi, "Biar gue jelasin dulu alasan kenapa gue pengin ngenalin lo sama temen gue."

Saya menghela napas panjang. Masih tidak habis pikir Regan terlibat dalam hal macam ini, dan partner-nya adalah Sekar.

Kalau sedang bersama Tiara, saya tidak akan heran kalau Regan melakukan hal gila. Tapi sekarang ini dia bekerja sama dengan Sekar, yang notabene adalah orang yang lebih waras dari Tiara. Dan bisa dibilang paling waras di antara kami berenam sejak zaman kuliah.

Regan juga. Dia bukan orang yang senang mencampuri urusan orang lain. Regan ini makhluk super lurus, walau kadang memang bisa jadi agak gila semenjak punya pacar.

LARASATI [Book #2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang