LARAS
Saya bukan orang yang mudah melupakan. Tapi, saya juga bukan orang yang mudah mengingat.
Seperti ketika saat ini saya tiba-tiba terbangun tengah malam karena alarm yang entah mengapa tiba-tiba berbunyi tanpa alasan.
Sembari meraih kacamata di nakas, saya menggapai ponsel yang saya taruh di karpet berbulu dengan gerakan asal kemudian mengecek ada agenda apa sehingga alarm berbunyi tengah malam begini.
Dan ternyata, agenda tersebut adalah agenda sederhana yang berperan sebagai pengingat, tentang seseorang yang sulit untuk dilupakan.
February 1st! It's Sagara's Birthday!
Ya Tuhan... padahal saya sudah bersikeras melupakan pertemuan mengejutkan kami minggu lalu, namun sekarang justru ponsel saya sendiri yang mengingatkan bahwa hari ini adalah hari istimewa milik seseorang.
Saya tidak pernah lupa ulang tahun Sagara, tapi kadang saya masih perlu diingatkan agar tidak kebablasan. Dan ya, selalu ponsel saya yang memberitahu bahwa setiap 1 Februari, itu artinya adalah hari yang selalu saya tunggu-tunggu untuk membahagiakan seseorang.
Tapi, tidak. Semua kebiasaan itu sudah terhenti sejak tahun lalu. Dan tidak terasa, tahun ini adalah kali kedua saya tidak merayakan ulang tahun Sagara bersama.
Saya terkekeh geli sebelum kemudian mematikan alarm tersebut lalu kembali merebahkan tubuh di kasur.
Berusaha untuk kembali tidur, tapi justru tidak bisa. Otak saya malah melanglang buana memikirkan kejadian seminggu lalu ketika lagi-lagi saya tidak sengaja bertemu dengan Sagara setelah sebelumnya akhir tahun lalu, kami sempat bertemu di kelab malam tanpa direncanakan.
Mungkin itu yang disebut-sebut tentang takdir yang mempermainkan.
Saya tidak percaya akhirnya kesempatan untuk berbaikan dengan Sagara datang juga. Dan justru datang dari sosok yang memiliki ego setinggi langit macam Sagara.
"Sekali lagi maaf. Semoga ke depannya kalau kita nggak sengaja ketemu kayak gini lagi, kita bisa saling melihat sebagai... teman lama? Aku harap kamu juga menjalani hidup dengan sebaik mungkin. Bahagia buat diri kamu sendiri, ya?"
Hari itu, tidak ada lagi yang bisa saya rasakan selain kelegaan yang meletup-letup memenuhi dada.
Akhirnya. Akhirnya kami berdamai dengan masa lalu—saya berdamai dengan masa lalu.
Jujur, setelah hubungan saya dengan Sagara berakhir, selain sering merasa sedih dan sensitif, saya juga tidak pernah merasa lega karena kami berakhir dengan tidak baik-baik saja.
Kami bertengkar hebat, dan Sagara memilih menyerah dengan hubungan kami.
Meskipun saat itu kami tengah istirahat, saya masih berkeyakinan kalau hubungan kami masih memiliki masa depan. Setidaknya setelah kami beristirahat, mungkin masih ada kesempatan untuk menjadi lebih baik lagi. Namun rupanya, tidak. Kami... saya dan Sagara, kami sama-sama menyerah karena keadaan.
Sulit percaya pada diri sendiri dan penuh keragu-raguan. Saya tahu hubungan kami sudah tidak sehat sejak Sagara pergi ke Balikpapan.
Dan saya juga tahu, saya sendiri yang memancing hingga Sagara akhirnya menyemburkan amarahnya.
Sagara memang selalu sensitif terhadap Hendri, dan jujur, saya juga sensitif terhadap teman perempuan Sagara yang ia kenal lewat pekerjaannya di Balikpapan. Dan kami, meski sama-sama tahu kalau akhirnya dua orang itu bukanlah apa-apa, kami tetap saja khawatir atas segala kemungkinan terburuk yang mungkin saja terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
LARASATI [Book #2]
General Fiction(COMPLETED) Dalam kisah wayang Jawa, nama Larasati dikenal sebagai salah satu istri Arjuna dari jumlah keseluruhan empat puluh satu, dan putri dari Harya Prabu Rukma. Dalam hidup saya, Larasati punya kisah tersendiri. Layaknya tokoh Larasati dalam...