LARAS
"Ya saya kaget dong, Dri, masa dia nembaknya tiba-tiba banget nggak pake babibu, jol minta aku jadi ceweknya! Minta loh, bukan nawarin!"
Hendri diam saja sambil menyeruput lemon tea di gelasnya pelan-pelan, memerhatikan saya dengan ketenangan yang biasa dia tunjukkan.
Ini adalah pertemuan pertama saya dengan Hendri setelah beberapa bulan tidak bertemu karena sama-sama disibukkan oleh pekerjaan.
Hendri sekarang bekerja di perusahaan multinasional yang super sibuk dan setiap bulannya selalu mengadakan gathering karyawan. Katanya sih, agar hubungan antar individu bisa terjalin dengan akrab berhubung Hendri bekerja di divisi yang jumlah karyawannya lumayan banyak.
Sangat berbeda dengan startup company tempat saya bekerja, yang hanya memiliki 11 karyawan dengan ukuran kantor yang tidak bisa dikatakan besar. Tidak perlu mengadakan gathering pun, saya sudah pernah mengobrol dengan setiap orang di perusahaan ini—meskipun tidak bisa dikatakan sangat dekat juga.
Setelah lama tidak berjumpa, akhirnya hari ini saya punya waktu untuk bertemu dengan Hendri dan mengobrol perihal kehidupan.
Ngomong-ngomong, pertemanan saya dan Hendri bisa dikatakan cukup langgeng. Saya akhirnya punya sahabat cowok yang benar-benar bisa dikatakan sahabat. Tanpa ada embel-embel saling baper atau apalah itu.
Mungkin awalnya Hendri memang sempat suka pada saya, tapi dia bisa mengendalikan perasaannya dengan baik. Setelah pengakuannya tempo hari di tempat ini, di Eduplex, kami tetap menjalin pertemanan tanpa rasa canggung.
Lama kelamaan, Hendri juga terlihat tidak lagi mengharapkan apa-apa dari saya. Ketika saya putus dari Sagara, bahkan Hendri di sana menemani saya tanpa mengambil kesempatan apapun. Dia menyaksikan saya menangis jelek dan mendengarkan segala keluh kesah saya tanpa memanfaatkan kejadian tersebut demi keuntungan pribadinya.
Sedikit banyak Hendri membantu saya dalam proses healing karena dia selalu mengajak saya pergi ke luar sebagai bentuk refreshing. Bahkan ketika saya muak dengan skripsi, Hendri juga di sana, mengingatkan saya agar saya tidak lupa untuk istirahat.
Saat saya sidang, Hendri datang dengan dua bucket bunga. Saya pikir, dia sesayang itu pada saya sampai memberikan saya dua bucket, tapi ternyata sebuah plot twist terjadi! Satu bucket-nya lagi bukan untuk saya... tapi untuk teman saya.
Kaget? Sudah pasti. Saya tidak pernah tahu Hendri dekat dengan salah satu teman saya di jurusan. Saya tidak begitu dekat dengan cewek itu karena kami berbeda geng, tapi bukan berarti tidak kenal. Tentu saja saya dan Zehan saling mengenal karena kami satu kelas.
Ah, benar. Nama cewek itu Zehan, tapi lebih akrab dipanggil Zee.
Iya, akhirnya Hendri benar-benar menemukan the right person.
"Terus kamu tolak?" tanya Hendri kemudian ketika akhirnya dia berhasil memunguti puing-puing kalimat yang ingin dia utarakan pada saya.
"Saya diemin." jawab saya keki sambil memijiti kepala karena memikirkan kejadian kemarin membuat saya mendadak migrain, "Terus dia bilang 'boleh dipikirin dulu' udah itu dia pulang deh. Tadi pagi saya udah bilang supaya dia nggak jemput, dan emang nggak jemput. Tapi pas di kantor perilaku dia... gitu."
"Gitu gimana?"
"Jadi baiiiik banget yang beneran kayak nempelin saya mulu. Saya gak bisa napas jadinya!"
"Kamu risih?"
"Lumayan..."
"Ilfil?"
"Biasa aja, sih."
KAMU SEDANG MEMBACA
LARASATI [Book #2]
General Fiction(COMPLETED) Dalam kisah wayang Jawa, nama Larasati dikenal sebagai salah satu istri Arjuna dari jumlah keseluruhan empat puluh satu, dan putri dari Harya Prabu Rukma. Dalam hidup saya, Larasati punya kisah tersendiri. Layaknya tokoh Larasati dalam...