Perjalanan yang panjang dari Tokyo ke Osaka membuat suasana hati Yuta buruk siang ini. Ia masih merasa kesal pada apa yang terjadi tadi malam, dan sekarang di tambah dengan mangsanya yang tidak bisa di ajak kerja sama. Jika Yuta berkata bahwa ia harus mati, maka dia seharusnya mati saja. Tapi sejak tadi mangsanya yang berprofesi sebagai bos yakuza ini malah mengajaknya bermain kejar-kejaran di rumahnya.
Bos yakuza bertubuh kekar itu selalu berlari setiap kali Yuta berhasil menemukannya. Padahal Yuta tidak menginginkan atau berniat merampas uang milik pria itu. Yang Yuta inginkan hanyalah supaya pria itu tenang, dan membiarkan dirinya mengambil jantung pria itu yang sudah menjadi miliknya sejak saat ia menginjakkan kaki di rumah besar ini.
Yuta menarik napas kasar. Ia menggulung kedua lengan kemejanya. Tidak ada lagi waktu untuk bermain-main. Sudah lebih dari dua puluh menit dan ia tidak suka menyelesaikan tugasnya lebih dari setengah jam.
Jaewook duduk manis di ruang tamu sembari memainkan pistol hitam miliknya. Ia melirik jam tangannya. Sudah pukul dua belas lewat enam menit; waktunya makan siang.
Tiba-tiba Yuta menghentikan langkahnya ketika ia tiba di lantai tiga. Ia berdiri tegak dan memejamkan matanya, mencoba konsentrasi untuk mendengar suara langkah kaki buruannya. Namun langkah kaki itu semakin lama terdengar semakin menjauh.
"Satu."
Yuta mengeluarkan pistol dari saku celananya dan melangkah ke arah pintu dobel di dekat lift. Ia membuka pintu itu dengan wajah datar, lalu menemukan dua pelayan yang meringkuk ketakutan di sudut ruangan. Ia mengarahkan pistolnya pada mereka, memuntahkan pelurunya dalam sekejap. Kemudian ia membuka pintu selain pintu kamar mandi yang berada di ruangan itu.
"Dua."
Ia mendengar suara langkah kaki yang terburu-buru, dan suara langkah kaki itu semakin mendekat. Yuta menatap ke sekeliling, menyadari bahwa ia mungkin berada di ruangan penuh dengan brankas. Tiba-tiba suara langkah kaki itu berhenti. Suasana di rumah menjadi sangat sunyi dan sepi. Yuta memejamkan kedua matanya lagi.
"Tiga."
Suara erangan kesakitan yang memekakkan telinga langsung menyentak Jaewook dari lamunannya. Akhirnya tugas mereka selesai. Ia beranjak dari kursi, melihat Yuta yang baru saja keluar dari lift dengan mayat bos yakuza di bahunya.
"Aku sudah membereskan semua anak buahnya yang tersisa." sahut Jaewook.
Yuta menjatuhkan bos yakuza ke lantai hingga menimbulkan suara keras. "Dimana wanita itu?"
"Kerjamu bagus juga, anak muda. Aku kira kau akan membutuhkan waktu lebih dari satu jam untuk menangkap tikus besar itu." seorang wanita cantik berumur sekitar awal empat puluhan tiba-tiba muncul di ruang tamu. Wanita itu adalah pelanggan Takeru yang meminta mereka untuk membunuh suaminya sendiri. Wanita itu berpakaian sangat mewah dan seksi, dengan riasan tebal serta lekukan tubuh yang sekiranya di buat oleh tangan manusia.
Jaewook mengeluarkan berkas dari dalam tasnya lalu menyodorkannya pada wanita itu. "Silahkan tanda tangan disini, Nyonya, sebagai tanda bahwa kami telah menyelesaikan tugas."
Alih-alih mengambil berkas itu, si wanita malah mendekati Yuta dan sengaja menempelkan payudaranya pada lengan Yuta. "Kau benar-benar pria yang menarik. Apa kau sudah menikah?"
Yuta hanya menatap wanita itu dengan tajam.
"Aku sangat tertarik kepadamu. Apakah kau tidak merasa ingin mencicipiku? Karena aku ingin memberikan itu sebagai ucapan terima kasih."
Jaewook menggaruk belakang kepalanya. "Bukan seperti itu cara kerja kami, Nyonya. Kami hanya menerima bayaran berupa uang."
Wanita itu sedikit mendesis. Tapi ia tetap tidak melepaskan diri dari Yuta. Ia bahkan mulai memeluk Yuta posesif dan tangannya bergerak untuk menyentuh selangkangan Yuta.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Comply Honour ✔
AcciónNakamoto Tzuyu menerima lamaran pernikahan suaminya karena jatuh cinta. Namun setelah empat tahun berlalu, Tzuyu masih menjadi seorang perawan. Suaminya seolah menganggap pernikahan mereka hanya formalitas seorang pria dewasa, meskipun sikapnya menu...