Day 5. Feeling

58 9 0
                                    

Haechan dan Alena segera menuju ke rumah. Haechan masih berpikir tentang telepon Seulgi barusan. Apakah ia tak usah pulang karena Seulgi menyuruhnya demikian?. Dan handphone? Apa hubungannya dengan membuang benda kotak itu? Sementara ia menabung cukup lama untuk membeli telepon pintar itu. Seulgi memang aneh, begitu pikir Haechan.

Tak lama, mereka sampai di rumah Haechan. Tak ada yang aneh memang. Kan Haechan benar, Seulgi mungkin sedang berhalusinasi. Haechan membuka pintu rumah itu, berniat untuk mencari sang kakak dan mengomelinya karena sudah membuat cemas.

Ceklek

"Echan sama Alena pulang teh"

.
.
.

5 Juli
6.20 A.M

Jaehyun terbangun dari tidurnya. Ah bukan tidur, melainkan obat bius yang sudah habis efeknya.

Mata Jaehyun menelisik ruangan itu. Cuma ruangan gelap dengan semburat cahaya dari jendela usang di tengah ruang kubus pengap itu.

Pikiran Jaehyun kacau. Apakah adiknya akan baik-baik saja? Apakah Alena berhasil lari? Jaehyun berharap kalau Alena selamat di sana. Tak usah pedulikan dirinya yang sudah memar sana-sini karena disiksa anak buah Heechul.

Kriet

Pintu besi itu terbuka, menampilkan penjaga yang sudah siap dengan cambuknya. Entah apa tujuan Heechul sebenarnya? Kenapa ia sedendam itu kepada ayah Jaehyun? Sebenarnya apa yang melatarbelakangi semua ini?

"Selamat pagi tuan Jeffrey" sapa penyiksa itu sambil memainkan cambuknya.

Jaehyun diam. Ia memalingkan pandangannya dari penyiksa itu.

"Sarapan mu sudah siap anak Chandra. Selamat menikmati" lelaki itu mencambuk Jaehyun dengan tanpa dosanya. Jaehyun hanya diam sambil menahan rasa sakit itu.

"Biasanya kau sarapan dengan pancake dan susu, sekarang kau harus merasakan rasanya menjadi pancake itu" ucap penyiksa lainnya. Ia mengeluarkan sebuah pelat panas. Ia hadapkan pelat itu ke tangan Jaehyun yang tak berdaya.

"Sekali lagi, selamat menikmati"

.
.
.

"Hahahahahahaha" suara tawa itu menggelegar. Membuat gema di ruangan kecil lagi pengap itu.

Rasa bahagia dan puas menyelimuti sang pemilik tawa. Ditambah lagi saat ia melihat dua orang yang tengah duduk di hadapannya saat ini. Dengan tampang lesu yang membuatnya semakin bersemangat.

"Lepasin kita" ucap seorang lelaki yang disandera di sana.

"Susah-susah aku menangkap kalian, tapi dengan seenak jidat kalian minta kulepaskan. Hahahahaha! Mimpi" ucap pria itu. Ia berjalan menghampiri sang korban yang menatapnya malas.

"Hayolah bang, cari acara yang lain aja. Jangan mengorbankan kami mulu. Ya kan Jaem?"

"Hooh Jen, plis deh ah bang. Sejak kapan abang pengen jadi cast film azab?"

Ya, mereka adalah Jeno dan Jaemin yang sedang membantu Taeyong untuk berlatih peran. Kata Taeyong, setelah ia gagal melamar jadi MC di acara "Take Me Out",Taeyong mencari acara lain yang tak menyiapkan syarat aneh-aneh.

Setelah berdiskusi dengan Doyoung, anak Pak Jamal yang sukses jadi MC acara "Rumah Doyoung", Taeyong disarankan untuk mencoba ikut casting acara "Azab" sebagai tokoh antagonis.

Di skenario Doyoung, Taeyong harus menyekap anak-anak tak berdosa. Maka dari itulah Jeno dan Jaemin berakhir di sini, untuk menemani Taeyong latihan.

"Bang" panggil Mark sambil membuka pintu ruangan yang ternyata adalah gudang rumahnya dan Taeyong itu.

"Hmm?" dehem Taeyong yang sedang menghafal dialognya.

"Bang, Mark mau ke rumah Haechan ya. Disuruh mama buat anterin pecel lele" pamit Mark.

"Yaudah, sono. Eh iya, titip seblak ya Mark" pinta Taeyong sebelum Mark berlalu. Diam-diam, Jeno dan Jaemin kabur dari gudang itu. Mumpung Taeyong sedang sibuk dengan dialognya.

"Fyuh, akhirnya lolos juga" Jaemin menghembuskan nafas lega.

"Bang Taeyong semenjak gaul sama anak Pak Jamal jadi makin ga bener" ucap Jeno sambil mengelus bahunya. Merinding melihat kelakuan Taeyong barusan.

"Heh! Abang gue lo kata-katain!" sewot Mark. Meskipun ia juga lelah dengan sikap Taeyong, tapi bagaimanapun juga Taeyong adalah kakak kandungnya.

"Ya maap bang" cicit Jeno.

"Eh iya, lo pada liat Echan ga dari kemarin?" tanya Mark. Pasalnya, Haechan sering sekali mengajak nongkrong tiap malam. Tapi, malam tadi tidak. Bahkan Haechan tidak muncul di grup anak-anak komplek mereka yang diberi nama "Neo Culture Technology"

"Kaga bang. Heran sih gue, tumben si Echan diem-diem bae. Apa sibuk pacaran sama Alena kali ya?" ucap Jaemin. Semuanya mengangguk setuju. Mungkin karena Alena, Haechan jadi jarang kumpul bareng teman-teman nya.

Tak lama, mereka sampai di depan rumah Haechan. Mark mengetuk pintu rumah minimalis itu.

"Teh Seul! Mark bawa pecel lele nih! Tadi mama bikinin" teriak Mark.

Tak ada jawaban dari dalam rumah. Jeno, Jaemin dan Mark saling bertatapan.

"Tumben Teh Seul ga nyahut" gumam Mark.

"Mungkin Teh Seul lagi ke rumah Teh Joyi" ucap Jeno. Mark mengangguk paham.

"Chan! Main basket skuy!" Sekarang giliran Jaemin yang berteriak.

Namun tetap saja tak ada sahutan dari dalam rumah.

"Ada orang kaga sih di dalem?" tanya Jeno.

"Ada kek nya. Tu si Jessi ada di garasi" Mark menunjuk motor kesayangan Haechan yang diberi nama Jessi itu.

"Ketiduran kali si suripto" pikir Jeno. Mark mencoba memutar kenop pintu rumah Haechan.

Ceklek

"Kaga dikunci ternyata guys" ucap Mark yang berhasil membuka pintu itu.

"Yaudah, skuy masuk" ajak Jaemin sambil melepas sandalnya lalu ia masuk ke dalam rumah, diikuti oleh Jeno dan Mark.

"Sepi amat ni rumah, padahal orangnya rusuh" gumam Jaemin.

"Kalo tidur mana mungkin masih rusuh Jaem" sangkal Jeno. Jaemin ber-oh ria.

Mark meletakkan pecel lele yang di bawanya di meja makan rumah Haechan.

"Bangunin si bambang skuy" niat Jahil Jaemin muncul. Jeno terhasut dan ia mengikuti Jaemin yang sudah berjalan ke arah kamar Haechan itu.

"Bawa raket nyamuk tuh, kita tampol dia pake raket nyamuk" usul Jaemin sambil cekikikan. Mark juga terhasut. Ia mengambil raket nyamuk yang tergantung di dinding ruang tamu Haechan.

"Satu.... Dua.... Tii...."

Ceklek

"H-h-h-hah?!"

TBC :))

July [Lee Haechan]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang