Sekar berjalan di belakang Arumi, tatapannya kosong memandang punggung sahabatnya. Sekar tak pernah menyangka takdir akan membawanya ke sini, menjadi istri kedua dan madu dari sahabatnya.
Langkahnya terhenti di depan sebuah pintu kayu. Arumi membuka pintu dan menyalakan saklar, "Ini kamar tamu di rumah ini. Mulai sekarang, kamu yang akan menempati kamar ini."
Sekar mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan, kamar ini sangat luas-jauh berbeda dengan kamar di rumahmya. Regan adalah pengusaha nomor satu di negeri ini, tak heran bila kamar tamu di rumahnya sangat luas dan juga mewah.
"Iya, terimakasih." Sekar bergumam pelan tanpa menatap Arumi.
Arumi menghela nafasnya dan memegang bahu Sekar dan menatapnya sendu, rasa bersalah membayang di wajahnya. "Sekar, Maafkan aku karena telah menyakitimu. Kamu jangan khawatir, Regan tidak akan menyentuhmu. Kamu akan hamil melalui proses inseminasi, jadi Regan tak perlu menyentuhmu." Arumi menjeda ucapannya, menyelami manik cokelat yang memancarkan sendu itu.
"Lagi pula, aku juga tidak rela berbagi tubuh suamiku denganmu, sekalipun kamu sahabatku dan istri suamiku. Cukuplah aku berbagi status denganmu, aku tak akan rela bila harus berbagi hati dan tubuh suamiku," lanjut Arumi.
Setelah mengucapkan kalimat menohok itu, Arumi berlalu meninggalkan Sekar yang terpaku tanpa peduli hati Sekar yang semakin terluka karena ucapannya.
Sekar menghembuskan nafasnya lelah lalu mendudukkan tubuhnya di atas kasur, tangannya meremas dadanya yang terasa sesak. Perkataan Arumi benar-benar menyakiti hatinya.
"Altaf... Aku butuh kamu di sini," lirih batin Sekar.
***
Altaf menatap lapetop dan ponselnya secara bergantian, dia benar-benar tidak fokus dalam bekerja. Sejak semalam, gadisnya tak bisa dihubungi dan itu membuatnya tidak tenang.
Selain itu, beberapa hari ini Altaf merasa perasaannya tidak enak. Seperti akan ada suatu hal yang akan terjadi, tapi Altaf tidak tahu itu apa.
Altaf meremas dadanya, tiba-tiba saja nafasnya terasa sesak dan ulu hatinya berdenyut sakit. Berbagai macam tanya berkecambuk dalam batinnya yang risau, apakah gadisnya baik-baik saja?
Altaf meraih gelas berisi air mineral di atas mejanya dan menenggaknya hingga tandas, berharap air bening itu dapat menghilangkan sesak di dadanya dan menenangkan pikirannya yang kalut.
"Semoga kamu baik-baik aja sayang, aku kangen kamu. Maaf aku belum bisa nemuin kamu," lirih Altaf dengan tatapan yang terkunci pada foto kekasih hatinya yang terpajang manis di atas meja kerjanya.
***
Regan menatap kosong pada atap ruangan kerjanya, pikirannya tertaut pada dua sosok wanita yang sejak lama bersamanya dan juga seseorang yang baru saja menjadi istrinya.
Sepanjang dirinya mengenal Sekar, gadis itu adalah wanita yang sangat baik. Meski Regan tak pernah benar-benar dekat dengannya, namun dia tahu Sekar adalah wanita yang baik dan juga tulus.
Bertahun-tahun hidup bersama dalam satu atap membuat Regan sangat mengenal karakter Sekar yang ceria dan juga lembut. Gadis itu tak sungkan menebar senyumnya pada siapapun, berbeda dengannya yang sulit sekali bersikap ramah pada orang lain.
Sejujurnya, Regan merasa kasihan kepada Sekar, karena keegoisan istrinya gadis itu harus mengorbankan masa depannya. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Sekar saat ini, namun yang dia tahu pasti gadis itu amat sangat terluka.
Regan memijat pangkal hidungnya, dia merasa bingung bagaimana caranya bersikap pada Sekar. Dia tidak mungkin bersikap manis pada gadis itu karena akan memicu kecemburuan dari istri pertamanya. Sedangkan dia juga tak mungkin bersikap dingin pada Sekar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Pernikahan Impian
General Fiction[ REPOST ] SELESAI Mencintai dalam diam bukanlah sesuatu yang mudah, tapi hal itu sudah menjadi pilihan Sekar. Meski hatinya patah berkali-kali Sekar tetap memilih bungkam tentang rasanya. Perbedaan status sosial yang sangat jauh membuat Sekar tak...