Sekar mendorong brankar ibunya menuju ruang operasi. Tangannya terus menggenggam jemari keriput sang ibu, memberi kekuatan agar ibunya bertahan.
Dua hari yang lalu, dokter memberitahukan jika rumah sakit sudah mendapatkan pendonor untuk ibunya. Sekar sangat bersyukur karena itu berarti ibunya akan segera dioperasi, dan biaya operasi sudah dilunasi oleh Regan dan Arumi.
Sekar sendiri sempat merasa heran ketika pihak rumah sakit begitu cepat mendapat pendonor untuk ibunya. Padahal, Sekar sudah berniat untuk mendonorkan ginjalnya sendiri untuk ibunya.
Sekar sempat bertanya pada pihak rumah sakit mengenai identitas pendonor, namun pihak rumah sakit mengatakan jika pendonor tidak ingin identitasnya diketahui. Hal itu membuat Sekar semakin merasa heran dan bertanya-tanya siapa gerangan manusia berhati malaikat itu. Tapi siapapun dia, Sekar sangat berterimakasih karena sudah menolongnya dan ibunya.
Setelah pintu ruang operasi ditutup, Sekar duduk di kursi tunggu. Kembali merenungi keputusannya yang ia yakin akan sangat mengecewakan kekasihnya dan bahkan juga ibunya.
***
Arumi menatap sendu tubuh di sebelahnya, sebentar lagi operasi tlanspaltasi ginjal akan dilakukan. Ada rasa takut yang membayang dalam dirinya, namun dia merasa harus melakukan ini. Mendonorkan ginjalnya untuk ibunya Sekar. Arumi merasa, setidaknya hidupnya sedikit berguna untuk orang lain.
Tidak ada yang tahu soal ini, bahkan suaminya sekalipun. Arumi tahu Regan pasti akan melarangnya dengan keras jika dia mengatakan ingin menjadi pendonor untuk ibunya Sekar, karena itu Arumi memilih melakukannya secara diam-diam.
"Kita akan memulai operasinya sekarang yah, Buk." Arumi menganggukkan kepalanya pelan.
"Sekar, maaf jika aku harus melibatkanmu dalam rumah tanggaku yang rumit. Cukuplah kamu tahu aku sebagai wanita yang jahat dan egois, semoga ginjalku ini bisa menyelamatkan ibumu. Setidaknya, ini bisa sedikit mengurangi rasa bersalah ku padamu karena telah menghancurkan masa depanmu," lirih batin Arumi sebelum matanya terpejam karena suntikan obat bius.
***
Sekar menggenggam lembut jemari renta ibunya, kesedihan membayang di pelupuk matanya. Dokter mengatakan jika operasi ibunya berhasil namun kondisi ibunya masih kritis karena selain gagal ginjal ibunya juga mengalami komplikasi.
Sekar melirik ponselnya yang bergetar, nama sang kekasih tertera di layar datar itu. Awalnya Sekar membiarkan panggilan itu, dia belum siap untuk berbicara dengan Altaf. namun ponselnya tak berhenti bergetar-akhirnya dengan ragu, Sekar mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas dan menjawab panggilan dari Altaf.
"Sayang kamu baik-baik aja kan?"
"Iya sayang, aku baik, kok. Maaf yah, lama jawabnya soalnya aku lagi jagain Ibu." Sekar melirik sekilas pada ibunya yang masih betah dalam tidurnya.
"Loh Ibu kenapa? ngedrop lagi? aku ke sana, yah?" tanya Altaf. Suaranya yang terdengar panik membuat batin Sekar terasa ngilu.
Altaf begitu menyayanginya dan juga ibunya, tapi yang akan dilakukannya justru mengecewakan dan menyakiti lelaki ity. Sekar tidak sanggup untuk terus menyembunyikan semua kebenaran ini pada Altaf, namun dia juga tak cukup nyali untuk berkata jujur pada kekasihnya. Dia takut Altaf akan meninggalkannya atau bahkan membencinya.
"Nggak, kok. Ibu cuma cuci darah rutin aja, kamu nggak perlu ke sini. Fokus aja sama kerjaan kamu, jangan khawatirin aku sama ibu."
"Oh, gitu..." Yaudah, kalau gitu aku lanjut kerja lagi yah, sayang. Bulan depan aku ke sana. Love you, sayang..."
"Iya, love you too." Sekar menutup panggilannya dan kembali meletakkan ponselnya di atas nakas.
Sekar menghela nafasnya dan mendongakkan wajahnya, mencoba menghalau bulir bening yang menggantung di netranya.
"Maafkan aku sayang," lirih batin Sekar dengan air mata yang sudah menetes di pipinya. Sekuat apapun Sekar menahannya, air mata itu akhirnya luruh jua. Menjelaskan sakitnya Sekar yang tak bisa terucap oleh kata.
***
Regan menatap wajah Arumi yang terlihat pucat pasih, dia yakin istrinya sedang tidak baik-baik saja. "Sayang, kamu sakit? kita ke rumah sakit aja, yuk?" ajak Regan sambil menggenggam jemari istrinya yang terasa hangat.
Arumi tersenyum dan membalas genggaman tangan Regan dengan lembut, "Aku baik-baik saja, kok. Lagian bentar lagi Sekar pasti datang. Nah, itu dia." Mata Arumi berbinar melihat seseorang yang dia tunggu datang.
Regan menolehkan kepalanya ke arah pintu masuk kafe dan melihat Sekar yang sedang berjalan ke arahnya dengan langkah gontai.
"Sekar, ayok duduk." Arumi menyambut Sekar dengan antusias. Berbeda dengan Sekar yang hanya menjawabnya dengan seulas senyum tipis.
"Aku udah siapin pernikahan kalian." Ucapan Arumi membuat Regan dan Sekar menatapnya lekat.
Regan menatap tak percaya pada istrinya, ternyata Arumi benar-benar seniat itu untuk menikahkannya dengan Sekar, bahkan wanita itu menyiapkannya sendiri, benar-benar gila. Sedangkan Sekar hanya mampu menghela nafasnya saja, dia yakin ini akan segera terjadi. Siap atau tidak, dirinya harus melakukan hal yang sangat tidak diinginkannya.
"Waktunya dua hari lagi, pernikahan dilakukan di rumah aku sama Regan, tapi aku juga minta maaf Sekar, karena pernikahan ini hanya akan dilakukan secara sirih." Arumi meraih jemari Sekar dan menggenggamnya.
Sekar menganggukkan kepalanya. Lagipula, bukankah dia tidak punya hak untuk menolak? Arumi sudah membayarnya dengan jumlah yang sangat besar, sudah seharusnya dia menerima tanpa membantah sedikitpun.
***
Sekar duduk di samping Regan, hari ini adalah hari pernikahannya dengan Regan yang berarti sebentar lagi dia akan menyandang gelar seorang istri. Istri kedua lebih tepatnya.
Tak ada gaun pengantin apalagi pesta yang meriah. Sekar hanya mengenakan gaun putih sederhana yang dimilikinya. Sangat jauh sekali dengan pernikahan impiannya.
Sekar memejamkan matanya Kala bayangan wajah Altaf yang menceritakan pernikahan impiannya membayang diingatannya. Setetes air mata menitik di sudut matanya saat dia menyadari impiannya tentang pernikahan telah kandas.
Sekar tak akan pernah merasakan menjadi ratu sehari yang duduk manis dengan senyum bahagia di singgasana pernikahannya, yang ada hanya pernikahan yang sangat sederhana yang hanya dihadiri oleh beberapa orang saja, sungguh miris.
Seruan kata sah yang terdengar dari para saksi termasuk Arumi semakin membuat hati Sekar hancur. Tidak ada satupun wanita yang ingin pernikahannya seperti ini, setiap wanita memiliki pernikahan impiannya masing-masing begitu juga dengan Sekar.
Meski tak pernah memimpikan pernikahan yang mewah dan di hadiri ribuan tamu undangan, namun Sekar juga tetap menginginkan pesta pernikahan. Menikah di pantai berpayung langit senja yang dihadiri oleh kerabat dan sahabat adalah pernikahan impian Sekar. dan Sekar pernah merajut itu bersama Altaf. Namun sayang, sebelum pernikahan impiannya terlaksana-Sekar terpaksa harus menikah siri dengan lelaki yang dulu pernah sangat dicintainya. Yah, dulu sebelum Altaf hadir mengobati dalamnya luka hatinya.
Setelah penghulu dan para saksi meninggalkan ruang tamu rumah Regan dan Arumi, kini yang tersisa tinggalah mereka bertiga. Sekar menunduk dalam, dia tak tahu harus berkata apa dan bersikap bagaimana. Dia merasa semuanya terlalu tiba-tiba hingga dirinya tak mampu memahami situasi yang terjadi.
"Sekar, ayok... Aku tunjukkin kamar kamu. Masalah ibumu, kamu tidak perlu khawatir. Aku sudah menyewa perawat yang akan menemani dan menjaga ibumu." Sekar mendongakkan wajahnya menatap tepat di manik mata Arumi.
Saat tatapnya beradu dengan Arumi- Sekar menyadari bukan hanya dirinya yang terluka, tetapi juga Arumi. Sekar tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada pernikahannya yang membawa luka bagi banyak orang. Dia hanya bisa berdoa, semoga Tuhan merestui jalan yang dia pilih meski hatinyapun tak sanggup untuk menjalani pernikahan penuh luka ini.
NOTE:
DI KBM APP SUDAH TAMAT+EPILOG+EKSTRAPART.
BUAT YANG SEBELUMNYA UDAH PERNAH BACA DAN BELUM SEMPAT BELI EBOOKNYA, SILAHKAN LANGSUNG KUNJUNGI KBM APP YAH. COVER DI WP SAMA DI KBM BERBEDA.
Akun KBM : Leni_suleni
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Pernikahan Impian
Ficción General[ REPOST ] SELESAI Mencintai dalam diam bukanlah sesuatu yang mudah, tapi hal itu sudah menjadi pilihan Sekar. Meski hatinya patah berkali-kali Sekar tetap memilih bungkam tentang rasanya. Perbedaan status sosial yang sangat jauh membuat Sekar tak...