Sekar menatap kosong jalanan yang dilaluinya, saat ini dia bersama Regan dan juga Arumi sedang menuju rumah sakit untuk melakukan serangkaian pemeriksaan sebelum dirinya melakukan inseminasi.
Tak berapa lama, mobil yang dinaiki mereka memasuki halaman rumah sakit. Kondisi jalan yang lancar membuat mereka sampai lebih cepat. Salah satu hal yang di sesali Sekar saat ini, padahal dia berharap jalanan macet seperti biasanya. Sekar merasa takut sekaligus ragu untuk menjalankan tes kesuburan.
Sekar menarik nafasnya panjang sebelum membuka pintu mobilnya, Arumi dan Regan sudah menunggunya diluar. Diantara mereka bertiga, tentu saja Arumi yang paling bersemangat walau Sekar masih dapat melihat dengan jelas ada luka disorot mata wanita yang saat ini tengah menggandeng manja lengan suaminya.
"Ayok kita ke dalam, dokter Ambar sudah menunggu," ajak Arumi dengan menyebutkan nama dokter yang Sekar ketahui akan memeriksanya.
Sekar mengangguk pelan dan berjalan mengikuti Arumi dan Regan. Menggigit bibir bawahnya dan meremas kedua telapak tangannya. Bisakah dia pergi dari sini? dia merasa benar-benar belum siap untuk melakukan sesuatu yang diluar kebiasaan ini.
***
Sekar berbaring di atas brankar, membiarkan dokter Ambar melakukan tugasnya dengan baik. Arumi mengamati segala prosesnya dengan baik, dia ingin semua berjalan sesuai keinginannya.
Sedangkan Regan berada di ruang terpisah dengan kedua wanita itu karena diapun akan melakukan pengambilan sperma untuk dilakukan pengujian.
Setelah selesai melakukan pemeriksaan, Sekar duduk di depan meja dokter Ambar didampingi Arumi.
"Bagaimana Dok?" Tanya Arumi pada dokter Ambar dengan ketidak sabarannya. Bukankah sudah dikatakan bahwa dialah yang paling bersemangat?
Dokter Ambar tersenyum menatap Arumi dan Sekar bergantian, "Hasilnya bagus, kondisi rahim Nona Sekar sangat baik. Tidak ada masalah." Arumi tersenyum cerah mendengar penjelasan dari dokter Ambar.
"Kita hanya tinggal menunggu hasil tes sperma tuan Regan. Jika hasilnya bagus, maka kita bisa langsung melakukan proses inseminasi," lanjut dokter Ambar yang membuat senyuman di wajah Arumi semakin lebar.
Sementara Sekar? dia hanya mendengarkan penjelasan dokter Ambar tanpa minat. Dia justru berharap rahimnya bermasalah agar bisa segera bebas dari segala hal yang memuakkan ini.
Sekar dan Arumi keluar dari ruangan dokter Ambar dengan ekspresi yang berbeda, bila Arumi memperlihatkan wajah cerah penuh bahagianya maka Sekar hanya menampilkan wajah datarnya saja.
***
Dokter Ambar memberikan senyum menenangkan pada Sekar yang terbaring dengan raut wajah cemas yang kentara sekali.
Sejujurnya dia merasa iba pada gadis yang menjadi pasiennya ini. Walau bagaimanapun, darah keperawanan sangat berharga bagi seorang wanita.
Sedangkan Sekar memilih melakukan sesuatu yang tidak mungkin gadis lainnya lakukan. Saat dia menanyakan alasannya, gadis manis itu hanya menjawabnya dengan senyum sendu yang membuat dokter Ambar seolah ikut merasakan kegetiran hati Sekar.
"Jangan takut. Rasanya tidak akan sakit kok, saya hanya akan memasukan sperma ke dalam rahimmu menggunakan kateter yang sangat kecil ini. Paling nanti kamu akan merasakan sedikit keram saja." Dokter Ambar memberikan sedikit penjelasan tentang proses inseminasi agar Sekar lebih tenang. Dia tahu pasiennya ini pasti merasa ketakutan untuk melakukan proses inseminasi-terlebih gadis ini masih perawan. Pastilah rasa takutnya akan berkali-kali lipat.
Setelah dua jam, akhirnya proses menegangkan itu selesai. Sekar juga tidak perlu menginap, dia hanya perlu berbaring selama 15-20 menit saja.
***
Suara pintu yang diketuk berulang kali membangunkan Sekar dari tidurnya, masih dengan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul Sekar beranjak dari kasur dan membuka pintu kamarnya.
Sekar menatap bingung Arumi yang menyodorkan sebuah plastik putih yang Sekar tidak tahu apa isinya.
"Ini alat tes kehamilan. Cobalah, bukankah sekarang sudah lebih dari dua minggu?" Arumi memberitahu isi dari plastik yang ia sodorkan pada Sekar.
Sekar terdiam mendengar perkataan Arumi. Benar, hari ini memang sudah lebih dari dua Minggu sejak dirinya melakukan proses inseminasi. Sekar jadi takut untuk mengetahui hasilnya.
Melihat Sekar yang hanya diam saja, Arumi meraih tangan Sekar dan meletakan plastik itu di telapak tangannya. "Udah sana, buruan di tes. Aku tunggu di sini," uap Arumi lalu masuk ke kamar Sekar dan duduk di tepi kasur.
Melihat Arumi yang sudah duduk manis menunggunya, Sekar melangkah dengan gontai ke kamar mandi.
Sekar memejamkan matanya, rasa takut dan cemas kembali menjalar membuat seluruh bagian tubuhnya terasa menggigil.
Perlahan, Sekar membuka matanya dan terbelalak ketika mendapati dua buah garis merah pada alat tes kehamilan yang digenggamnya. mungkinkah?
"Ya Tuhan..." Sekar terduduk di atas kloset, seluruh persendian nya terasa lemas melihat hasil yang terpampang di depan matanya.
"Benarkah kamu ada disini?" lirih Sekar sambil mengelus lembut perut yang masih datar itu. Tanpa bisa dicegah, air mata mengalir deras di pipinya, wajah kekasihnya membayang di mata yang terhalang kaca-kaca.
Pikirannya mula berlari kemana-mana, bagaimana kalau Altaf mengetahui kehamilannya? laki-laki baik itu pastilah akan sangat kecewa atau bahkan juga membenci dirinya.
Sekar menggeleng cepat, masih dengan tangis yang lirih- dia mencoba menepis segala kemungkinan menyakitkan itu. Tidak, dia tidak sanggup bila harus menerima kebencian dari laki-laki terkasihnya.
Tok tok tok
"Sekar, kenapa lama sekali?"
Mendengar ketukan pintu dan suara Arumi yang memanggilnya, Sekar segera menghapus air matanya dan mencuci wajah. Dia tidak mau terlihat rapuh di depan wanita yang menjadi penyebab kekacauan dalam hidupnya.
"Bagaimana hasilnya?" tnya Arumi begitu Sekar membuka pintu kamar mandi. Bahkan wanita itu tidak membiarkan Sekar untuk melangkah keluar dulu.
Sekar menghela nafasnya berat dan menyerahkan tespack pada Arumi. "Ini, lihatlah sendiri."
Arumi menatap tespack dan wajah Sekar bergantian, matanya terbelalak tak percaya melihat dua garis merah yang terpampang nyata di hadapannya.
"Sekar, i-ini..." Arumi tak dapat melanjutkan perkataannya, lidahnya kelu. Berita ini terlalu mengejutkan untuknya.
Arumi meraih bahu Sekar dan memeluknya erat. "Terimakasih, Sekar. Aku tidak percaya ini, akhirnya aku akan segera menjadi ibu," ucap Arumi yang membuat dada Sekar semakin sakit.
Dia yang mengandung, tapi anaknya akan diakui oleh orang lain. Apakah dirinya siap bila suatu saat nanti harus berpisah dengan anaknya?
"Bersiap-siaplah. Kita ke rumah sakit sekarang, kita harus segera memeriksakan kehamilanmu," perintah Arumi setelah melepaskan pelukannya.
"Aku akan memberi tahu Regan." Arumi meninggalkan kamar Sekar tanpa mempedulikan wajah Sekar yang sudah pucat pasih mendengar ucapannya.
Sekar mendudukkan tubuh yang sudah terasa lelah di atas kasur, tangannya mendekap erat perut yang masih rata itu dengan penuh kasih sayang.
Entah kenapa, meski Sekar belum melihat wajah anaknya, rasa sayang yang besar sudah dia rasakan pada sosok mungil yang belum dia ketahui seperti apa bentuknya.
NOTE:
DI KBM APP SUDAH TAMAT+EPILOG+EKSTRAPART.
BUAT YANG SEBELUMNYA UDAH PERNAH BACA DAN BELUM SEMPAT BELI EBOOKNYA, SILAHKAN LANGSUNG KUNJUNGI KBM APP YAH. COVER DI WP SAMA DI KBM BERBEDA.
Akun KBM : Leni_suleni
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Pernikahan Impian
Ficción General[ REPOST ] SELESAI Mencintai dalam diam bukanlah sesuatu yang mudah, tapi hal itu sudah menjadi pilihan Sekar. Meski hatinya patah berkali-kali Sekar tetap memilih bungkam tentang rasanya. Perbedaan status sosial yang sangat jauh membuat Sekar tak...