"Jadilah Ibu pengganti untuk anakku dan Mas Regan."
Sekar membulatkan matanya mendengar permintaan Arumi. Mulutnya terbuka dan kepalanya menggeleng pelan, dia tidak percaya Arumi akan meminta hal konyol seperti itu.
Apa Arumi sudah gila? bagaimana bisa wanita itu memintanya untuk menjadi ibu pengganti?
Sekar menggerakkan bibirnya seperti ingin berbicara namun terkatup lagi. Dia benar-benar terkejut sehingga dirinya kesulitan bahkan hanya untuk mengucapkan satu kata.
Arumi meraih tangan Sekar dan menggenggamnya, matanya menatap Sekar dengan raut penuh permohonan, "Aku mohon, Sekar. Bantu aku."
Sekar melepaskan genggaman tangan Arumi lalu berdiri membelakangi Arumi, "Kamu jangan konyol Arumi," ucap Sekar dengan nada yang sedikit tinggi.
Arumi beranjak dari duduknya dan berdiri berhadapan dengan Sekar, ditatapnya netra cokelat milik Sekar dengan intens. Arumi tahu tidak seharusnya dia meminta hal konyol itu tapi dia yakin, hanya Sekar yang dapat membantunya.
"Aku mohon Sekar, bantu aku. Hanya kamu yang bisa bantu aku." Arumi menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada, menghiba pada Sekar.
Sekar menghela nafasnya dan menatap Arumi dengan frustasi, "Arumi, aku tidak mungkin menjadi istri kedua dari suamimu, aku tidak ingin merusak rumah tanggamu. Tolong jangan seperti ini."
"Kamu tidak akan menjadi istri kedua dan merusak rumah tanggaku Sekar," ucap Arumi membuat Sekar mengernyitkan dahinya, "Kamu akan melakukannya dengan cara inseminasi," lanjut Arumi yang membuat tubuh Sekar membeku.
Hatinya mencelos dengan perkataan Arumi, bagaimana bisa sahabatnya semudah itu mengatakan niatnya. Apa dia tidak memikirkan perasaannya? perasaan suaminya?
"Maaf Arumi, aku tidak bisa." Setelah mengatakan penolakannya, Sekar berlalu meninggalkan Arumi yang kembali menangis. Biarlah kali ini Sekar mengeraskan hatinya, dia tidak bisa melakukan permintaan Arumi meski hatinya sangat iba melihat nasib Arumi.
***
Arumi memasuki rumahnya dengan langkah gontai membuat Regan yang sedang berdiri tak jauh darinya merasa khawatir.
Regan berjalan menghampiri Arumi dengan wajah khawatirnya, "Sayang, kamu kenapa? Kok, lemes gini sih?"
Arumi mendongakkan wajahnya dan tersenyum ketika menyadari Regan sudah berdiri di hadapannya dan menatapnya dengan raut wajah khawatir. Setitik perasaan hangat menyelinap ke dalam hati Arumi. Suaminya tak pernah berubah, selalu mencemaskannya dengan berlebihan.
"Aku enggak papa kok, sayang," jawab Arumi masih dengan senyuman yang berusaha dia tampilkan untuk suaminya.
Regan menatap lekat Arumi, menelisik ke dalam mata istrinya. Bertahun-tahun mengenal wanita itu membuat Regan sangat hafal saat istrinya sedang jujur dan sedang berbohong. Dan saat ini, dia yakin kalau istrinya sedang berbohong. Ada sesuatu yang istrinya itu sembunyikan darinya.
"Kamu yakin, kamu nggak papa?" tanya Regan sekali lagi.
Arumi mengerjapkan matanya dan mengalihkan tatapannya kesembarang arah agar tidak menatap manik tajam milik Regan. Dia lupa, kalau dia tidak pernah bisa menyembunyikan apapun dari suaminya.
"Aku beneran nggak papa kok, Mas. Oh iya, kamu udah makan? aku laper nih belum makan, makan yuk." Arumi berusaha mengalihkan pembicaraan dengan menggandeng tangan Regan dan membawanya ke ruang makan.
Regan menghela nafasnya dan menatap Arumi yang sedang menggandengnya dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Baiklah, kali ini dia mengalah, mungkin istrinya belum siap untuk bercerita kepadanya dan Regan berusaha untuk memahami itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Pernikahan Impian
Ficción General[ REPOST ] SELESAI Mencintai dalam diam bukanlah sesuatu yang mudah, tapi hal itu sudah menjadi pilihan Sekar. Meski hatinya patah berkali-kali Sekar tetap memilih bungkam tentang rasanya. Perbedaan status sosial yang sangat jauh membuat Sekar tak...