37

2.8K 239 8
                                    

Dua minggu berlalu dengan begitu cepatnya. Keadaan Rose sudah bisa dikatakan baik saat ini. Bahkan memaksa Ibunya untuk membiarkannya keluar dari rumah sakit karena terlalu bosan harus berdiam diri di atas tempat tidur setiap harinya. Walaupun saat itu dirinya dibuat terkejut setelah Jimin menceritakan semua kejadian disaat dirinya koma, siapa seseorang yang menabraknya, hingga kejadian yang Jungkook lakukan sehingga membuat Ibu dan kakaknya tiada.

Ia menghela napasnya dengan berat saat itu, mengundang Jimin yang tengah menyetir saat itu melirik ke arah Rose, sebelum kembali menghadap ke arah depan.

"Ada apa? Kau memikirkan sesuatu?"

Rose melirik ke arah Jimin, sebelum mengalihkan pandangannya dan bersandar pada kaca jendela mobil di sampingnya.

"Aku masih tak mempercayai semua ini. Seperti, semua ini masih terlalu cepat."

Jimin tak mengatakan apapun, mengerti dengan apa yang dirasakan Rose.

"Apa yang Oppa rasakan?"

"Hmm? Perasaanku?"

Rose kembali menatap pada Jimin, kali ini mendekat hanya untuk merangkul lengan pria itu yang bebas. "Hmm, perasaan Oppa."

"Kenapa kau bertanya hal itu padaku?"

"Walau bagaimanapun, Dia tetap seseorang yang pernah mengisi hatimu, Oppa. Jadi, aku ingin mendengar bagaimana perasaanmu."

Ada jeda sejenak yang Jimin berikan sebelum menjawab, menghela napasnya setelahnya. "Entahlah. Di satu sisi, aku benar-benar membenci semua yang dia lakukan. Aku hanya tak menyangka, jika dia bisa melakukan semua ini dan menyakitimu. Tapi di satu sisi, aku begitu kasihan padanya. Dia hanya salah dilahirkan dari rahim seorang wanita yang tak memiliki hati sehingga membuatnya menjadi seperti itu. Jika saja dia bisa seperti Jungkook dan melawan ibunya sendiri, mungkin ceritanya akan berbeda."

"Ya, baiklah. Anggap saja dia bisa berubah seperti Jungkook. Tapi, bagaimana jika suatu hari nanti dia berulah kembali dan menyebabkan kekacauan yang bahkan lebih besar?

"Hmm, jika dia seperti itu lagi, kita hanya bisa terus untuk menasehatinya dan terus berhati-hati."

"Bagaimana jika itu tak berhasil sama sekali?"

Jimin hanya tertawa pelan saat itu, melepaskan rangkulan Rose pada lengannya sebelum menarik gadis itu mendekat dan memeluknya.

"Ada apa denganmu, hmm? Sudahlah, jangan membicarakan seseorang yang sudah tenang. Itu tidak baik."

Rose memberengut karena tak mendapatkan jawabannya saat itu, menyamankan posisinya dalam pelukan Jimin saat itu. "Oppa pasti tak mempercayainya sama sekali. Tapi aku begitu trauma dengan semua kejadian ini. Aku hanya takut jika aku akan bertemu kembali dengan seseorang yang mirip dengannya. Tuhan memang menyelamatkanku saat ini. Tapi bagaimana jika kejadian ini kembali terulang dan aku pergi selamanya?"

"Ya, ya, aku mengerti. Tapi kau tak perlu memikirkan semua itu. Ada aku di sini yang selalu berada di sampingmu dan akan selalu menjagamu."

Rose mendecih. "Ck, Oppa mulai lagi dengan mulut manis itu. Setelah eomma menerima hubungan kita, Oppa semakin menyebalkan dengan mulut manis Oppa itu."

"Wae? Kau tak suka? Mulut manis ini hanya untukmu saja jika kau ingin tahu."

"Bohong sekali. Bagaimana dengan--"

"Rose..."

Rose menghentikan sendiri ucapannya ketika namanya terpanggil oleh Jimin. Apalagi, ia bisa pula merasakan bagaimana nada suara itu berubah menjadi serius.

Lil' TouchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang