Part 4

9.5K 683 19
                                    

Sebentar lagi akan memasuki waktu Ashar. Rayhan sudah bersiap-siap jalan ke masjid. Keluar dari rumah umminya Rayhan berharap kalau Aisyah juga keluar dari villanya.

Duarrr.. ternyata tak lama kemudian gerbang villa keluarga Aisyah terbuka. Dan keluarlah sosok wanita bermukena hitam. Ya, dia Aisyah. Secara tak sadar Rayhan menyunggingkan senyum tipisnya.

Begitu Aisyah selesai menutup pintu gerbang villanya, tak lama kemudian motor Farid berhenti tepat didepannya.

Rayhan bergeming. Dadanya terasa panas. Ingin rasanya Rayhan menyebrang dan menyeret Farid agar tidak mendekati Aisyah. Astagfirullah.. batin Rayhan. Aisyah bukan siapa-siapa Rayhan. Ada apa dengan hati Rayhan?. Astagfirullah.. astagfirullah.. astagfirullah.. batin Rayhan terus beristighfar.

"Assalamualaikum teh," ucap Farid.

"Waalaikumussalam," jawab Aisyah.

"Mau sholat teh?"

"Ya iyalah, udah pake mukena gini masa mau ke pasar sih, aya-aya wae." Jawab Aisyah sambil tersenyum.

"Hehe.. iya ya teh. Bareng yuk.."

"Ya Allah.. tinggal nyebrang berapa meter aja pake barengan Kang." Jawab Aisyah sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Ya Gapapa atuh teh. Jadi temen nyebrang aja aku udah seneng, apalagi temen hidup." Ucap Farid sambil terkekeh.

"Ya salaam.." ucap Aisyah sambil terkekeh juga.

Lalu mereka menyebrang bersama. Rayhan masih memperhatikan mereka berdua di gerbang masjid. Entah mengapa Rayhan merasa iri dengan Farid yang bisa membuat Aisyah tertawa. Padahal mereka baru bertemu.

"Emang umurnya berapa Kang?" Tanya Aisyah ketika sampai di gerbang masjid.

"27 teh."

Sudah kuduga, batin Aisyah. "Hmm.. Kamu seumuran sama adek saya."

"Terus kenapa emangnya kalau aku seumuran adek teteh?"

"Ya berarti tuaan Saya."

"Ga masalah lah teh. Rasulullah aja sama bunda Khadijah beda 15 tahun, tuaan bunda Khadijah. Ga masalah teh, lagi pula palingan aku ga jauh beda sama teteh. Kalau dari tampang malah ga keliatan sama sekali. Teteh imut."

"Farid.. Farid.. kamu tuh seumuran adek saya," ulang Aisyah.

"Ya ga masalah teh, umur ga jamin kedewasaan kan teh. In Syaa Allah saya akan jadi imam yang baik untuk teteh."

"Udah ah Rid, ngomongnya kejauhan. Udah adzan juga tuh."

"Tapi aku ga ditolak kan teh?" Teriak Farid setelah melihat Aisyah melenggang begitu saja memasuki masjid.

Aisyah diam saja dan terus berjalan memasuki masjid.

Rayhan yang masih terdiam di gerbang masjid ditegur oleh Farid.

"A' Rayhan ngapain dari tadi diem disitu? Mau gantiin mang Udin markirin kendaraan yang masuk masjid?" Ucap Farid

"Berisik kamu Rid." Ucap Rayhan sambil berjalan memasuki masjid.

♥️♥️♥️

Setelah sholat Ashar, Aisyah langsung bergegas pulang dan mengganti mukena dengan kerudung instannya. Aisyah berpamitan dengan bi Milah untuk pergi menjenguk bi Titin. Sembako yang dibeli Aisyah tadi sebagian untuk bi Titin sudah diantar oleh mang Rahmat. Aisyah hanya perlu menyiapkan amplop untuk memberi sedikit rizkinya buat bi Titin.

Rumah bi Titin ada di dalam gang samping rumah bu Khadijah, keluarga pewakaf masjid Al Anshori.

Keluar dari villanya, Aisyah menyebrang jalan. Melewati rumah bu Khadijah terlihat sepi. Tapi Aisyah melihat ada seorang pria duduk di teras rumah itu. Sepertinya baru pulang dari masjid kalau dilihat dari pakaiannya. Tapi Aisyah tidak mengenal pria itu. Aisyah juga tidak terlalu jelas melihat wajah pria itu, karena pria itu duduk menyamping. Ah mungkin tamu atau anaknya bu Khadijah, batin Aisyah.

PENANTIAN (Sudah Terbit)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang