S2|09 - Let It Go

149 11 1
                                    

*putar mulmed di atas ya

Setelah hampir satu jam Alvin menjadi pengamat di sudut kafe, akhirnya bisa lega melihat kedua orang itu tersenyum. Ia pun bisa menyeruput kopinya dengan tenang.

"Al, aku ke toilet bentar, ya." Chitanda lantas berdiri setelah Aldi mengizinkan.

Setibanya ia di toilet, pikirannya kembali berputar pada kepurutannya tadi. Kenapa ia mengatakan hal itu. Ia tidak mencintai Aldi, tapi beberapa menit yang lalu ia menemukan alasan bahwa ia masih membutuhkan pelindung. Apakah terdengar egois? Ketika Aldi mencintainya dan Chitanda membutuhkan pelindung. Chitanda berpura-pura menyukainya padahal ia hanya perlu penjagaannya. Chitanda juga sadar, selama ini ia tidak pernah memberikan apapun untuk Aldi. Ia hanya menerima tapi tidak pernah memberi.

Namun, Chitanda tetap membuka hatinya untuk Aldi. Saat ini Aldi bebas melakukan apapun di dalam hatinya. Ia juga berharap aroma cinta bisa tercium di dalam hatinya.

"Ini keputusan yang baik. Gue nggak boleh egois. Gue juga harus menjadi seseorang yang dibutuhkan Aldi. Mulai sekarang, gue harus percaya sama Aldi."

Sebuah hubungan tidak ada yang mulus. Pasti ada rintangan, hambatan, dan tantangan. Yang harus Chitanda percaya bahwa Aldi akan terus menjaganya, menyayanginya, dan mencintainya. Ia harus yakin bahwa Aldi tidak akan mengecewakannya lagi.

Setelah hatinya sudah mantap, ia keluar dari toilet. Hatinya tenang dengan keyakinan yang kuat. Sungguh setelah ini ia harus bisa memberi sesuatu yang berarti untuk Aldi. Seperti mengucapkan, 'Aldi, aku sayang kamu.' Chitanda tersenyum memikirkannya. Ia benar-benar berharap bahwa ia dan Aldi bisa tetap bersama-sama.

Namun, hal baik itu runtuh seketika saat matanya memandang hal yang sangat tidak ia harapkan. Matanya berubah terbelalak tidak percaya dengan hal yang baru saja terjadi. Begitu juga dengan kedua tangannya yang mengepal marah pada lelaki dan perempuan itu. Mereka dengan tega melakukan itu semua di sini. Terutama Aldi yang terlihat begitu erat memeluk perempuan itu. Apa Aldi kehilangan kesadarannya, padahal beberapa saat yang lalu Aldi sudah mengikat janji dengannya? Aldi sungguh mempermainkan hatinya.

Chitanda bergegas keluar dari tempat yang memuakkan itu. Namun, kakinya hanya bisa berjalan sampai di teras kafe itu saja. Rasa kecewa yang tertahan ini membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa selain menunduk. Andaikan sekarang ini ada tempat baginya untuk melampiaskan.

Chitanda mengangkat kepalanya, ia melihat lelaki dengan gerakan cepat menghampirinya seraya memasukkan ponsel yang dekat dengan telinga kanan ke saku celana. Lelaki itu tiba-tiba memeluknya. Erat, sangat erat.

Lantas air mata Chitanda pun keluar membasahi dada sebelah kiri Wildan. Ya, Wildan yang memeluknya seakan bersedia menjadi tempat Chitanda menangis. Ia terisak dengan kedua tangan yang terus mengepal semakin kuat.

Pikiran Chitanda berkecamuk. Kenapa Widan bisa datang di waktu yang tepat? Kenapa dulu ia tidak menyadari semuanya? Orang yang selalu menjadi pelindungnya ternyata lelaki yang memeluknya sekarang. Chitanda semakin terisak karena betapa menyesalnya ia telah menyuruh Wildan pergi dahulu. Chitanda membalas memeluk Wildan erat hingga meremas baju Wildan seakan-akan berkata, 'Jangan pergi! Jangan pergi lagi!'

Wildan mengusap-usap kepala Chitanda lembut membiarkan Chitanda menangis di pelukannya seraya berkata, "Gue di sini, Chit."

***


Pintu itu terus diketuk beberapa kali pagi ini. Namun, tidak ada salam atau suara panggilan apapun. Lantas Chitanda harus berjalan tergesa-gesa menghampiri pintu itu seraya bertanya, "Siapa?"

Chitanda membuka pintu lalu yang menampilkan sosok yang sangat tidak ia harapkan. Chitanda terdiam, lebih-lebih marah hingga tidak ingin mengungkapnya atau menyelesaikan masalah ini. Ia benar-benar berharap masalah itu bisa ia lewati tanpa mengungkitnya lagi.

PHO Vs PHP [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang