Part 28

412 29 1
                                    

Kenapa perasaanmu yang baru saja aku terima harus kubuang dengan rasa perih?

PHO Vs PHP

***

"Hah, kok bisa?!" Siswa perempuan itu berteriak kaget setelah mendengar kabar buruk tentang sahabatnya.

Wildan memberitahu kabar tersebut kepada Riani karena ia tidak bisa terus-terusan menjaga Chitanda di UKS. Memang ia sudah sering berada di dekat Chitanda tapi entahlah karena apa sehingga  jantungnya berdegup lebih kencang saat berada di dekat Chitanda. Aneh. Seorang PHP dan playboy seperti Wildan baru merasakan hal berbeda pada seorang perempuan.

"Dia tadi dihukum hormat ke bendera karena telat," jawab Wildan.

Riani mengernyit. "Loh, kok bisa telat? Emang dia ke sekolah nggak sama lo?" tanyanya.

"Udah mending lo buruan deh liatin dia," suruh Wildan. Ia tidak menjawab pertanyaan Riani bukan hanya karena ia tidak ingin Riani jadi penasaran tentang hubungannya dengan Risa tapi juga karena ia tidak ingin Chitanda ditinggal sendirian di UKS.

"Yaudah-yaudah, gue ke UKS dulu, ya."

Kemudian, Riani dengan cepat melangkah ke arah UKS. Namun, sebelum itu ia harus singgah ke kelas Airi dulu untuk memberitahu keadaan sahabat mereka berdua.

"Harus bilang Airi dulu, nih," ucap Riani dalam perjalanannya.

***

Hiruk pikuk yang terjadi di kantin sekolah adalah sesuatu yang biasa. Sungguh ramai sekali. Wildan baru saja tiba di kantin. Ia mencari keberadaan sahabat-sahabatnya dengan mengedarkan pandangan seraya berjalan masuk. Ketika sudah menemukan, ia langsung duduk di antara mereka tanpa permisi.

"Woi, Wil! Dari mana aja lo? Bolos kok nggak ngajak-ngajak," ujar Jeno yang duduk di sebelah Wildan sehingga Alvin dan Lucas yang juga duduk di sana menoleh pada Wildan.

Lucas yang baru menyadari kedatangan Wildan ikut menimpali. "Tau, nih. Awalnya izin ke toilet doang tapi malah nggak balik-balik ke kelas."

"Gue bukannya bolos," jawab Wildan.

"Terus?" tanya Jeno yang penasaran.

"Gue tadi ... nggak sengaja liat Chitanda pingsan. Jadi, gue bawa dia dulu ke UKS. Trus di UKS malah nggak ada yang jaga. Ya, terpaksa deh gue jagain Chitanda sampai jam istirahat," jelas Wildan.

"Eh, bentar-bentar. Chitanda pingsan gara-gara apa?" tanya Alvin yang sedari tadi diam.

"Mungkin dia kecapekan gara-gara kena hukum hormat ke bendera. Tapi ... kayaknya lebih dari itu deh, soalnya pas gue liat Chitanda pingsan ada Risa di situ."

"Gila! Emang tuh cewek jahat banget sampai bisa bikin orang pingsan," ucap Jeno geram dengan masih mengunyah bulat baksonya.

"Kan, masih kayaknya. Lu jangan asal nuduh, dong! Ogeb!" ujar Lucas seraya menoyor kepada Jeno.

Wildan menghembuskan napas berat. "Gue juga mau mikirnya positif. Tapi ... tetap aja nggak bisa." Biarpun, ia tidak melihat dengan lengkap kejadian tadi, ia tetap aja sulit menerima fakta kalau Chitanda pingsan itu bukan karena Risa.

"Iya, orang kayak gitu kalau dibiarin nanti malah tambah parah," ucap Jeno setuju.

Wildan jadi semakin khawatir jika Risa terus-terusan dibiarkan, ia akan lebih parah memperlakukan Chitanda. Tadi saja, Chitanda sudah pingsan apalagi nanti. Wildan tidak bisa membayangkannya lagi.

"Oh iya, btw lo kapan mau nembak Chitanda?" tanya Lucas setelah hening beberapa lama.

"Iya. Kayaknya kalau lo udah resmi pacaran sama Chitanda, Risa nggak bakal gangguin Chitanda lagi," ucap Alvin setuju.

"Iya. Lo harus gercep, Wil. Kan, si onoh lagi jomblo," ujar Jeno seraya menujuk pada seseorang dengan dagunya. Yang lain kemudian melihat ke arah yang ditunjukkan oleh Jeno yaitu tapatnya ke arah Gerald yang baru jasa masuk ke dalam kantin.

Wildan hanya memandang datar orang itu. Ia tidak ingin kalah dengannya untuk mendapatkan Chitanda. "Gue udah ngerencanain waktunya kapan, sih?"

Seketika mata para sahabatnya langsung tertuju pada Wildan. "Kapan?"

"Sore ini," jawab Wildan dengan mantap.

***

Riani dan Airi masuk ke dalam UKS dengan terburu-buru. Kedua saudara kembar itu menghampiri Chitanda yang tengah berbaring di kasur.

"Ta ...," panggil Riani pada Chitanda yang sedang menutup mata.

"Ta ...,"panggil Riani seraya menyentuh lengan Chitanda sehingga Chitanda membuka mata dengan pelan.

"Ria, Ai," sapa Chitanda pada kedua sahabatnya.

"Lo kenapa bisa pingsan kayak gini sih, Ta?" tanya Riani khawatir.

Chitanda tersenyum mencoba kuat agar rasa khawatir para sahabatnya sedikit hilang. "Tadi gue telat. Trus gue di suruh hormat ke tiang bendera, deh. Ya, mungkin capek sama dehidrasi hingga gue bisa pingsan kayak gini."

"Ya Ampun, Ta! Kok lo bisa telat, sih?" omel Airi.

"Hehe ... gue pergi sekolah jalan kaki soalnya," jawab Chitanda cengengesan. Sebenarnya, penyebab utama Chitanda telat adalah karena terlalu lama menunggu Wildan datang. Namun, Chitanda tidak ingin mengatakan yang sejujur-jujurnya. Ia tidak ingin Riani dan Airi berpikiran buruk pada Wildan.

"Hah? Jalan kaki? Yang benar aja, Ta?" ucap Airi terheran-heran. Karena jarang sekali Chitanda jalan kaki ke sekolah biasanya Chitanda pergi diantar papanya atau pergi dengan Wildan yang sudah menolong membawanya ke UKS dan membelikan makanan untuknya. Lagi pula, Chitanda sudah memaafkan Wildan.

"Iya, nih. Lo kalau nggak ada yang nganterin atau apa. Kan bisa bilang ke kita. Kita bakal jemput lo, kok," jelas Riani tidak habis pikir.

Chitanda menunduk. "Iya, maaf."

Riani menggeleng melihat kelakuan sahabatnya itu. "Eh, btw tadi Wildan ya yang bawa lo ke UKS?"

"Iya---"

"Wait! Wildan?" ujar Airi sedikit terkejut.

Chitanda dan Riani menatap Airi heran. Apa yang salah dengan Wildan? "Kenapa sih, Ai?"

Airi memegang sebelah tangan Chitanda. "Ta, mending lo nggak usah dekat-dekat dengan Wildan lagi, deh," ucapnya serius.

"Lo ngomong apa sih, Ai?" tanya Riani lagi. Ia masih belum mengerti apa yang dikatakan Airi. Sedangkan, Chitanda hanya menatap Airi dengan penuh tanda tanya.

Airi menatap cepat pada kembarannya. "Emang lo nggak tau kejadian tadi pagi, Ria?"

"Kejadian apaan?"

"Risa."

"Risa?" Riani mengernyit.

"Risa nembak Wildan!" ucap Airi dengan jelas.

"Apa?" Riani dan Chitanda menatap Airi kaget.

"Iya, banyak banget siswa yang ngomongin itu. Bahkan sampai ada yang ngerekam kejadian itu."

Airi kembali menatap Chitanda. "Ta, lo ingat nggak kalau gue pernah bilang kalau Risa itu benci banget sama lo?"

Chitanda mengangguk.

"Kemungkinan besar Risa nggak suka kalau lo deket-deket sama Wildan. Mending lo jauhin Wildan deh dari pada lo diapa-apain lagi sama Risa," pinta Airi sekali lagi.

Chitanda menelan salivanya dengan susah payah. Ia masih belum percaya dengan fakta bahwa Risa menyatakan perasaannya pada Wildan. Bagaimana bisa? Bukannya, Risa dan Wildan ... Kenapa bisa? Perkataan Airi benar-benar membuat kepalanya pusing. Padahal, baru kemarin ia dan Wildan baikan. Sekarang, apa ia harus menjauhi Wildan lagi? Apakah ia dan Wildan tidak bisa bersama? Kenapa banyak sekali hambatannya?

PHO Vs PHP [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang