S2|05 - Flight Ticket

217 17 3
                                    

Sebelum baca isi titik-titik di bawah ini, yuk!

WILDAN ITU ....

Happy Reading!

*-*-*-*-*-*

Wildan merentangkan kedua tangannya, ia sedang berada di tempat tidur. Rasa malas pun merasuki dirinya. Padahal sudah pukul 10.00 WIB, ia belum merasa ingin melakukan apapun. Ia juga tidak menghiraukan sepupunya Bima yang memanggilnya untuk sarapan. Ia tidak nafsu makan.

Kepalanya pusing dikarenakan ia tidak tidur nyenyak semalam. Pikirannya masih tentang pesta tadi malam. Ia menyaksikan betapa gagal dan lelahnya ia melakukan hal yang dinamakan move on. Bagaimana tidak, saat Aldi dan Chitanda terus-terusan bergandengan mesra membuat hatinya tidak karuan. Rasanya ingin memisahkan mereka berdua tapi apa daya ia tidak punya hak melakukan itu.

Wildan menghela napas saat perutnya mengeluarkan suara. "Pakai lapar lagi," ucap Wildan dengan lirih. Namun, setelah itu ia tidak bergerak sama sekali untuk keluar kamar.

Ada lagi suara yang mengganggu indera pendengarannya. Suara dering telepon membuatnya mengerang pelan, saat ini ia tidak ingin ada yang mengganggu. Namun, ia tetap mengangkat telepon itu.

"Halo?"

"Wildan, ini Ayah." Suara dari seberang sana membuat Wildan seketika bangun dan menegakkan badannya.

"Oh, iya. Kenapa, Yah?"

"Pulanglah ke rumah. Ayah mau bicara."

"Iya, hari ini aku pulang."

Sambungan terputus yang membuat Wildan menghela napas lelah. Benar sekali, semenjak menginjakkan kaki ke tanah Jakarta, ia belum pernah ke rumah Ayahnya padahal ada hal yang harus ia putuskan dengan Ayahnya. Itu semua ia tidak pedulikan karena satu-satunya sahabat perempuannya memenuhi pikiran Wildan. Ia juga mudah melupakan hal-hal lama yang sudah berubah. Chitanda memang hebat membuat Wildan kembali menatapnya walau tidak melakukan apapun.

*-*-*-*-*

Wildan yang baru saja sampai di teras melihat Bima yang sedang mengelap lensa kamera. Bima memiliki pekerjaan sampingan sebagai fotografer di Bogor yang sekarang ingin mencobanya di Jakarta. Lalu hari ini adalah hari yang sudah dijanjikan oleh Bima dan Wildan untuk mengunjungi tempat-tempat bagus di Jakarta.

"Mau ke mana?"

"Maaf banget ya, Bim. Hari ini gue disuruh pulang ke rumah bokap gue." Wildan merasa bersalah.

"Udah gue duga," jawab Bima santai lalu lanjut mengelap lensa kamera.

"Lo udah pakai lo-gue, biasanya aing-eta." Wildan tertawa.

"Gue cuma belajar menempatkan diri," jawab Bima terkekeh.

"Oke deh. Gue berangkat dulu."

*-*-*-*

Mobil sedan biru itu memasuki pekarangan rumah besar. Wildan keluar dari mobil yang sudah ia parkirkan di depan rumah milik ayahnya itu. Ia menekan bel yang tak lama kemudian seorang wanita paruh baya membuka pintu itu.

"Den Wildan, ya?" tanya wanita itu yang sepertinya asisten rumah tangga di rumah itu.

"Iya, Bu," jawab Wildan.

"Aish, panggil Bibi aja atuh, Den." Wanita itu menggoyang-goyangkan kedua tangan.

"Oh iya, Bi."

"Yaudah masuk sudah ditungguin sama Tuan." Wanita itu mempersilakan masuk Wildan.

"Makasih, Bi." Wildan tersenyum.

Bibi menggiring Wildan menuju ruang yang terdapat banyak sofa dan ada Ayahnya yang sedang duduk di sofa tunggal seraya mengerjakan sesuatu pada gadged yang ia pegang.

Wildan menghampiri Ayahnya, sedangkan Bibi sudah pergi. Ia sudah duduk di sofa yang paling dekat dengan Ayahnya. Namun, Ayah Wildan tidak menyadarinya sedikitpun. Wildan menunggu beberapa saat karena sepertinya Ayahnya sedang melakukan kerjaan penting.

Wildan memperhatikan seisi ruangan. Sepi sekali mungkin karena Risa berada di rumah sakit sehingga mama tirinya juga sudah ada di sana menjaga Risa. Entah kapan Risa pulang dari rumah sakit.

"Ayah," panggil Wildan yang ternyata sudah tidak sabar. Padahal, ia sudah datang cepat-cepat tapi ayahnya malah menghiraukannya.

Pria yang dipanggil Ayah itu menoleh. "Oh, kamu sudah datang? Maaf ini ada pekerjaan."
Ayah Wildan meletakkan gadged di atas meja.

"Padahal ini hari Minggu tapi Ayah masih aja kerja."

"Cuma sedikit." Pria itu tertawa.

Wildan menggeleng heran dengan semangat kerja keras ayahnya yang sudah berumur lima puluhan.

"Ayah punya sesuatu untuk kamu. Sebentar," ujar Ayah Wildan lalu memanggil, "Bi! Bibi! Ke sini sebentar!"

"Apa, Yah?" tanya Wildan penasaran karena jarang sekali ia diberi sesuatu dari Ayahnya.

"Tunggu saja."

Bibi pun sudah sampai. "Ada apa, Tuan?"

"Ambilkan amplop coklat yang ada di atas meja kamar saya," suruh Ayah Wildan yang membuat Bibi bergegas pergi.

"Tunggu aja."

Wildan memperhatikan ayahnya yang begitu senang. Kira-kira apa, ya?

"Yang ini kah, Tuan?" tanya Bibi yang baru saja sampai seraya menunjukkan sebuah amplop cokelat.

"Iya, benar. Terima kasih, kamu boleh lanjut bekerja," ucap Ayah Wildan mengambil amplop itu.

"Nah, ini untuk kamu."

Wildan mengambil amplop itu lalu membukanya. Ia mengeluarkan isinya yang ternyata adalah dua tiket pesawat dari Jakarta ke New York.

"Ayah tau kamu dari dulu ingin banget pergi liburan ke Amerika. Kamu juga mau melanjutkan pendidikan di Amerika. Untuk itu, Ayah mau kamu pergi ke sana supaya bisa beradaptasi. Oh, iya Ayah juga minta kamu cek kafe Ayah yang baru buka di sana."

Wildan senang ayahnya tau keinginan dan mau mengandalkannya. Namun, ada hal yang tidak ingin Wildan tinggalkan. Ia baru saja bertemu Chitanda setelah satu tahun dan kemudian ia akan pergi lagi selama empat atau lima tahun ke depan. Memang benar, tujuan awal Wildan adalah menjauh dan move on dari Chitanda tapi setelah bertemu lagi kemarin membuatnya ingin tetap menetap di Jakarta.

Akan tetapi, dari semua itu ia tahu bahwa Chitanda sudah milik orang lain yang bisa menjaga dan menyayanginya. Seharusnya, ia bisa merelakan Chitanda.

"Gimana, Wildan? Kamu mau, 'kan?" tanya Ayah Wildan yang memecahkan lamunan anaknya.

Wildan tersenyum lalu mengangguk menyetujui. "Iya, Yah."

Ayah Wildan puas dengan jawaban Wildan. "Tiket itu juga untuk Bima agar ia bisa mengunjungi keluarganya di sana."

"Iya, Yah."

"Keberangkatan kalian sekitar lima hari lagi. Kamu mau menginap di rumah ini dulu?" tawar Ayah Wildan.

"Kayaknya iya untuk semalam."

"Loh, kok cuma semalam?" tanya Ayah Wildan sedikit kecewa.

"Ada hal yang harus dilakukan di rumah Bunda. Kasiahan juga Bima tinggal sendirian." Wildan beralasan walau sebenarnya ia ingin menghabiskan waktunya bersama Chitanda. Ia ingin membuat kenangan baik untuk Chitanda sebelum ia pergi. Sehingga, tidak ada hal yang Wildan sesali di kemudian hari.

*-*-*-*-*

Kalau kamu cinta dan sayang sama seseorang yang udah punya pacar, gimana cara kamu menunjukkan rasa itu padanya?

《Thanks for Reading》

PHO Vs PHP [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang