Sudah semingu Angga tinggal di rumah Diaz, tetapi hubungan keduanya masih sama-sama kaku dan beku. Diaz yang tak bisa memulai dan Angga takut untuk memulai. Angga kini sedang berada di gerbang depan TK, Angga akan pulang. Biasanya Bi Diah sudah menjemput lebih dahulu, sebelum Angga keluar kelas. Namun kali ini berbeda, Bi Diah belum datang menjemputnya. Sekolahannya juga mulai sepi dan hal ini akan mempermudah rencana Angga.
Kesempatan ini tak akan disia-siakan oleh Angga, Angga akan pulang. Ya, pulang ke rumahnya dan bertemu sang mama. Angga tidak bisa kabur saat di rumah Diaz, karena tak tahu kearah mana Angga akan sampai ke rumahnya. Namun, posisi Angga sekarang berada di sekolah, jadi lebih memudahkan Angga untuk kabur dari penculikan yang Diaz lakukan terhadap Angga. Angga juga akan bercerita kepada Azril bahwa selama Angga diculik hidupnya terasa mewah dan lebih baik, jauh ketika masih tinggal bersama Dessi.
Seindah apapun Angga tak menginginkan itu semua karena yang paling penting bagi Angga adalah hidup bersama sang mama. Cukup jauh memang jarak antara sekolah ke rumahnya, namun Angga sudah biasa berjalan kaki. Angga memang memegang uang saku yang diberikan oleh Bi Diah, hanya saja Angga tak tahu harus berhenti dimana jikalau Angga naik angkutan umum.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan, Angga sudah sampai di depan rumah Angga mengetuk pintu sambil memangil-mangil semua orang yang ada dirumahnya.
"Mama! Aga pulang, Ma," panggil Angga yang tak mendapat respon.
"Om, Tante, Kak Azlil, Mama! Aga pulang," panggil Angga yang masih tak ada tanda-tanda pintu akan dibuka.
"Pada kemana ya?" gumam Angga. Keringat masih jelas mengucur di area dahi dan leher Angga namun, semangatnya jauh lebih berkobar daripada rasa letihnya.
Pintu di depan yang Angga tatap awalnya menutup perlahan terbuka, menampilkan Dessi yang sudah sangat Angga rindukan. Tanpa pikir panjang Angga langsung menerjang tubuh Dessi dan memeluk Dessi dengan sangat erat.
"Mama, Aga kangen," adu Angga, namun Dessi tak menunjukan respon apapun. "Aga belhasil kabul Ma, Aga udah pulang. Aga udah gak di culik," lanjut Angga.
Seketika tawa Dessi langsung pecah. "Culik? Yakin ada yang mau nyulik kamu? Nyusahin! Gak untung nyulik kamu yang ada buntung," sarkas Dessi.
Dessi menyesuaikan tingginya dengan Angga, lalu menarik dagu Angga dan mencengkramnya. "Denger baik-baik Erlangga Diwantara, saya bilang kamu bukan anak saya. Jadi mengertilah! Jangan pernah ganggu hidup saya lagi! Kamu jangan pernah datang lagi kemari, hidup saja dengan Diaz. Dia ayahmu. Ingat ini kamu bukan anak saya lagi, karena hak asuhmu berada di tangannya. Pergi sana!" usir Dessi sambil menghempas dagu kecil putranya.
"Tapi, Ma, Aga gak tau jalan ke lumahnya lagi. Aga juga pengen sama Mama aja," mohon Angga.
"Enggak, pulang kamu sana! Nanti kalo ayah kamu tau ribet urusannya, nanti saya kena seret," tolak Dessi mentah-mentah.
"Enggak Ma, Aga gak mau. Ma, Aga janji gak bakal minta jajan lagi, Aga mohon."
"Emang ngasih makan kamu gak pake duit apa? Udah sana balik ke rumah ayahmu, jangan pernah datang kesini lagi." Dessi hendak menutup pintu, ditahan oleh tangan mungil Angga.
"Tapi Mama bisakan antelin Aga ke lumah Papa," cicit Angga diakhir kalimatnya. Angga pertama kali mengakui bahwa Diaz adalah ayahnya, bila Diaz ada dihadapan Angga mungkin Diaz sudah akan memeluk anaknya karena merasa bahagia.
"Enggak. Repot," ketus Dessi.
"Aga mohon, Aga gak tau jalan ke lumahnya. Aga takut diculik benelan," rengek Angga.
"Enggak. Sekali enggak tetep enggak!" Dessi membanting pintu rumahnya, membuat Angga kaget atas tindakan sang mama.
****

KAMU SEDANG MEMBACA
My Dad [END]
RandomMeski udah End, tetep vote ya... Semua orang memiliki kelemahannya tersendiri. Begitu pula dengan Diaz, terlahir sebagai laki-laki cuek terhadap lingkungan dan sekitarnya. Erlangga Diwantara, anak yang belum genap berusia 5 tahun. Harus ditinggal o...