"Nenek, Papa kok belum pulang?"
Ini sudah malam, maka dari itu Angga menanyakan keberadaan Diaz yang tak kunjung menampakan batang hidungnya. Bi Diah baru selesai mencuci piring melihat Angga menghampirinya.
"Aa, kenapa belum ke kamar?" tanya Bi Diah heran.
"Papa kenapa belum pulang?"
Bi Diah berjongkok, tangannya terulur untuk merapikan piyama karakter spiderman milik Angga. "Papa kayaknya masih ada kerjaan."
Bohong. Bi Diah sendiri menghubungi Diaz sudah tak terhitung berapa oleh jari, karena tak tahu keberadaan Diaz.
"Ini udah malam. Masa iya, kelja sampe malam?"
"Iya, Aa, Papa kamu masih ada kerjaan jadi lembur. Bentar lagi pulang," kata Bi Diah berusaha meyakinkan Angga dan diri sendiri.
"Kalo gak kelja?" tanya Angga murung.
"Kalo gak kerja, Aa gak bakal makan dong, gak bakal jajan, gak dibeliin mainan. Gimana mau?" tawar Bi Diah.
Angga terdiam. Itu sama saja memasuki area disaat ia masih tinggal bersama sang ibu, untuk makan saja menunggu ibunya ingat.
Angga menggeleng pelan. "Kenapa lama keljanya?"
"Kerjaan Papa banyak, Angga harus sabar ya," ujar Bi Diah dilengkapi dengan senyum lebarnya.
"Tapi Papa bakal pulang, kan?"
"Iya, Aa. Papa kamu pasti pulang. Emang kenapa, sih? Nanya Papa kamu pulang mulu," tanya Bi Diah.
"Aga mau bobo baleng sama Papa lagi." Keluarlah jawaban mengapa ia masih terjaga.
"Emang Aa pernah tidur bareng Papa?"
Angga mengangguk, menjawab pertanyaan Bi Diah.
"Kok, bisa?" tanya Bi Diah, lagi.
"Waktu malam Aga pengen pup, minta bantuin sama Nenek gak jawab, yaudah sama Papa aja," cerita Angga singkat.
"Papa kamu bisa?"
"Bisa apa?" tanya Angga polos.
Bi Diah menghela nafas pelan. "Papa kamu bisa bantu enggak?"
"Bisa, telus Aga gak bisa bobo. Jadi bobo sama Papa."
Pantas saja, saat Bi Diah mencari Angga untuk membangunkan tadi pagi Angga tidak ada di kamarnya.
"Sekarang bobonya sama Nenek aja yuk," bujuk Bi Diah.
Angga menggeleng tegas. Angga tak mau, ia hanya ingin tidur di kamar Diaz dengan dipeluk hangat papanya.
"Aga mau nonton aja, mau tungguin Papa." Angga berlari kearah ruang keluarga, tangan gempalnya menekan-nekan remot TV.
"Aa, ini udah mau jam delapan. Mending tidur," saran Bi Diah.
"Aga mau tungguin Papa sambil nonton," tolak Angga kukuh.
"Nanti Aa kesiangan sekolah," ujar Bi Diah berharap Angga menurut.
"Enggak, besok libul," jawab Angga apa adanya.
Lupa. Bi Diah lupa jika anak kecil yang berhadapan dengannya adalah titisan dari Dessi, yang sama persis memiliki jiwa keras kepala dan mulut yang tak bisa berhenti mengoceh.
"Nenek temenin ya," ujar Bi Diah, lalu membawa Angga duduk di sofa untuk menonton.
Angga melihat film kartun, namun malam bertambah larut membuat siaran kartun terganti dengan sinetron. Angga kurang menyukainya sinetron, merasa bosan karena sudah beberapa kali mengganti channel TV, tetap tak mendapat hasil yang memuaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dad [END]
RandomMeski udah End, tetep vote ya... Semua orang memiliki kelemahannya tersendiri. Begitu pula dengan Diaz, terlahir sebagai laki-laki cuek terhadap lingkungan dan sekitarnya. Erlangga Diwantara, anak yang belum genap berusia 5 tahun. Harus ditinggal o...