"Anak lo gak apa-apa kok, cuman alergi telur," ujar Arsel, setelah mendengar dari Diaz apa saja yang Angga makan.
"Jadi?" tanya Diaz.
"Ya, gak boleh makan telur. Bisa aja kalo anak lo pengen makan telur, Angga cuman perlu disuntik alergi satu bulan sekali," papar Arsel, teman Diaz yang berprofesi sebagai dokter.
"Aga gak mau disuntik," cicit Angga yang sedari tadi mendengarkan percakapan dua orang dewasa itu.
"Kalo gitu Aa gak boleh makan telur, ya," ujar Diaz.
"Aga suka makan telul, enak."
"Nanti Aa gatal-gatal lagi," peringat Diaz.
"Gak apa-apa kalo pengen makan telur. Asal Angga mau dikasih suntik alergi, gak sakit, kok." Arsel menimpal.
"Kalo gak disuntik?" tanya Angga polos.
"Nanti kamu gatal," jawab Diaz sabar.
Kurang sabar dalam hal apa Diaz hari ini? Saat hari liburnya, dibuat kelang-kabut memikirkan kondisi Angga yang tiba-tiba kambuh alerginya. Saat ditinggal mengambil ponselnya, agar bisa menghubungi Arsel, Diaz mendapatkan Angga yang sudah tersungkur di lantai kamar anaknya.
Angga jatuh karena akan mengikuti Diaz, namun saat hendak turun dari kasur pijakan Angga belum sempurna yang mengakibatkan anak itu terjatuh. Hal itu membuat pacuan jantung Diaz bekerja diluar kata normal, karena khawatir.
"Gak apa-apa, nanti tinggal digaluk aja," kata Angga enteng.
"Jangan digaruk Angga, nanti bisa iritasi kulit kamu," ujar Arsel memperingati bocah keras kepala itu.
"Tapi gatel, Om," ujar Angga tak mau kalah.
"Pokoknya jangan digaruk, kalo kamu garuk nanti kamu gak punya kulit," kata Arsel menakut-nakuti.
"Tinggal beli lagi, ya, Pa?" Angga mencari dukungan dari Diaz.
"Enggak bisa main beli, A. Bukan kulit ayam soalnya."
Angga mempoutkan bibirnya, kesal.
"Kaki Angga enggak apa-apa, kan?" tanya Diaz kepada Arsel.
"Syukurnya enggak. Cuman memar aja lututnya," beritahu Arsel. "Oh iya, ini resep obat Angga. Buat salep ada dua jenis satu buat memarnya dan satu lagi buat bentol-bentolnya. Kalo Angga demam gara-gara alerginya kambuh kasih aja parasetamol," lanjut Arsel menyerahkan kertas kepada Diaz.
"Makasih, gue kebawah dulu. Mau minta tolong Pak Sudi buat ke apotek."
Diaz pergi meninggalkan dua orang berbeda usia itu, dalam keterdiaman.
"Om, tau Om Icad gak?" tanya Angga kepada Arsel.
"Tau. Kenapa emang?"
"Aga pengen ketemu sama Om Icad, suluh kesini dong," pinta Angga.
"Ngapain? Kan, ada Om Arsel."
"Gak lame, lamean sama Om Icad," tolak Angga mentah-mentah.
Arsel menghela nafas pelan, Angga itu diragukan bahwa ia adalah anak dari Diaz sebab dari perkataannya lebih mendominan kearah Risyad.
"Papa kamu baik gak?" tanya Arsel mencoba lebih dekat dengan Angga.
"Baik, tapi baikan pas lagi sakit," ucap Angga penuh keyakinan.
"Kenapa gitu?"
"Papa suka peluk sendili kalo lagi sakit, gak mau jauh-jauh dali Aga. Tapi pas sekalang gak sakit, Papa suka banyak diemin Aga."
Angga menarik nafas, karena baru mengucapkan rentanan kalimat dalam satu tarikan nafas.
"Oohhh! Jadi Angga pengen dimanja?" goda Arsel.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dad [END]
RandomMeski udah End, tetep vote ya... Semua orang memiliki kelemahannya tersendiri. Begitu pula dengan Diaz, terlahir sebagai laki-laki cuek terhadap lingkungan dan sekitarnya. Erlangga Diwantara, anak yang belum genap berusia 5 tahun. Harus ditinggal o...