My Dad-4

21.4K 1.8K 40
                                    

Cuaca sedang tidak panas, dalam ruangan keluarga juga ada Ac namun, tidak tahu kenapa hawa ruangan ini terasa panas bagi Bi Diah. Sekarang Angga sedang duduk disampingnya, mata anak itu terpaku kedepan TV yang sedang menyiarkan acara kartun. Bi Diah mengajak Angga duduk di ruang keluarga sebab Diaz akan membicarakan sesuatu hal, Angga menurut saja karena ingin menoton TV.

Setelah menunggu hampir 15 menit, Diaz datang dengan pakaian santainya. Sebelum duduk, Diaz mengambil remot TV yang berada diatas meja lalu mematikan siaran TV tersebut. Angga hendak protes namun, urung melihat siapa yang menggangunya.

"Aa, kamu tahu salah kamu?" Diaz memulai pembicaraan.

Angga berpikir sejenak, tak lama gelengan mewakili jawabannya. Setahunya Angga tak berbuat salah, papanya saja yang banyak salah karena telah membuat Angga kesal telah mematikan siaran TV.

"Banyak loh, salah kamu. Masa gak tau?" Diaz bertanya kembali.

"Enggak ih, Papa," jawab Angga ngegas.

Diaz bingung bagaimana memulai menata kesalahan-kesalahan Angga, jika Diaz menyebutkan semuanya apakah Angga akan meminta maaf?

"Denger Aa, kamu gak tau kesalahan kamu berarti Papa yang akan sebutkan terus kamu pikirkan benar apa enggak ucapan Papa, oke?"

"Siap!" jawab Angga mantap.

"Kesalahan kamu; pertama kamu dengan berani ninggalin sekolah sebelum Bi Diah jemput, kedua kamu pulang ke rumah Mamamu, ketiga kamu harusnya balik ke sekolah setelah diusir Mamamu bukan jalan gak jelas kemana-mana, keempat kamu buat Papa dan Bi Diah khawatir," jeda Diaz untuk menyebutkan kesalahan putranya.

"Tapi tadi Aga-"

"Aa, Papa belum selesai, jangan menyela ucapan Papa," sela Diaz.

"Kesalahan kelima kamu tadi mengambil hak orang lain, Aa kamu tau, kan, kamu ngambil bakso Papa sama aja kaya mencuri? Kesalahan terakhir kamu jangan memanggil Bi Diah dengan sebutan 'Bibi' panggil dia Nenek, oke?" lanjut Diaz.

"Tapi Papa, tadi Aga mau pulang, Aga gak mau diculik," lirih Angga diakhir kalimatnya.

"Aa gak ada yang mau culik kamu, kamu itu cuman tinggal sama ayahmu. Papa gak pernah nyulik orang, kamu anak Papa wajar kalo Papa ingin kamu tinggal disini. Kamu paham gak sih?"

"Papa tetep aja Aga mau pulang, Aga gak betah, Aga mau Mama," elak Angga.

"Angga ngapain kamu mau pulang? Disana itu Mamamu pernah perduli, pernah dia ngasih sesuatu yang layak yang bisa Papa kasih? Enggak. Bukan karena Mamamu orang gak punya, tapi dia gak mau ada kamu. Ngerti?!" Emosi Diaz semakin tersulut, kala mendengar penolakan Angga.

Tak ada sahutan atau elakan yang Diaz dengar kembali, yang terdengar hanya suara isak tangis yang dicoba ditahan agar tak mengeluarkan suara. Angga takut, benar-benar takut.

"Yaz, udah ya, Aa masih kecil jangan dimarahin. Nasehatinnya pelan-pelan aja. Aa pasti ngerti, kok." Pada akhirnya Bi Diah angkat suara, karena kasihan melihat Angga sudah terisak sambil menunduk dalam.

Diaz memilih diam, bukan karena tak mendengar. Ia hanya tak ingin emosinya kembali tersulut dan semakin mengungkit kesalahan putranya. Sebenarnya wajar saja Angga berani mengambil hak milik orang lain, karena Angga tak pernah mendapat pesan dan nasihat dari sang ibu. Diaz ingin menasehati namun, ia salah cara.

"Udah, Aa, kan, laki-laki masa nangis? Malu dong udah TK tapi masih suka nangis," hibur Bi Diah sambil mengusap punggung kecil Angga.

"Dengerin Bibi, Aa itu emang salah. Tau, kan, kalo salah itu harus apa? Minta maaf ya sama Papa, Aa juga harus tau Papa itu ngomong begitu karena mau Aa jadi yang lebih baik. Aa sekarang emang baik cuman, Aa harus-harus lebih baik. Udah ya, jangan nangis," nasihat Bi Diah membenarkan semua perkataan Diaz.

My Dad [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang