Angga bergerak gelisah dalam tidurnya. Keringat mulai bermunculan di area leher dan dahi. Anak itu terpejam hanya saja, matanya bergerak tak nyaman seperti akan terbangun.
Perlahan tapi pasti mata bulat itu terlihat, menandakan si empunnya yang sudah terbangun dari lelapnya tidur. Angga terbangun dengan nafas yang tidak beraturan, keringat semakin banyak keluar dari pori-pori tubuhnya.
Angga merasa ada yang mengganjal yang akan mengganggu lagi tidurnya namun, ia tak bisa mengatasinya sendirian.
Matanya melirik jam yang ada di dinding, jarum pendek menunjukan pada angka satu. "Nenek udah bobo belum, ya?"
Merasakan serangan itu menguat, tanpa pikir panjang Angga turun dari kasur berniat untuk meminta bantuan Bi Diah. Kaki kecil Angga menuruni anak tangga dengan setengah berlari, ruang gelap pun Angga lewati dengan berani. Angga tak takut sedikitpun dengan kegelapan.
Tok tok tok.
"Nenek! Bantuin Aga, Nek!" kata Angga tak terbalas.
"Nenek! Buka pintunya!" Ketukan itu perlahan menjadi gedoran yang kencang.
Bukan bermaksud lancang namun, Angga sudah tak tahan. Tangannya mencoba membuka pintu dihadapannya. Terkunci.
"Nenek buka!" panggil Angga menurunkan tinggi suaranya.
Mata Angga berkaca-kaca namun, ada satu bantuan lagi yang harus Angga cari. Papanya. Angga kembali berlari ke lantai atas, setelah didepan pintu tanpa menetuk atau menggedor Angga langsung menerobos masuk.
"Papa!" Hening ruang itu tak berpenghuni. Kasur pun masih terlihat rapi seperti belum ada yang menyentuh.
"Papa!" Angga berteriak di depan kamar mandi harap-harap sang papa ada didalamnya.
Angga semakin tak tahan, langsung saja berlari lagi ke lantai bawah. Disetiap sudut ruangan yang gelap ada satu ruangan yang pintunya tak tertutup rapat, dan ada sorotan cahaya didalamnya. Angga merasakan diantara penasaran dan menahan.
Dengan bermodal ingin tahu, Angga berani membuka pintu yang tidak tertutup rapat itu.
"Papa!" pekik Angga senang karena menemukan bantuan.
Angga melihat sang papa sedang tertidur di kursi, dengan gerakan cepat dan brutal Angga mengguncang tubuh Diaz.
"Papa! Papa bangun, Papa!" ucap Angga sambil mengguncang tubuh Diaz.
Diaz mengeluh, tidur singkatnya terganggu. Tangannya meraba leher yang sedikit kaku karena tertidur dengan bertumpu kepada meja kerjanya.
Angga tersenyum, merasa akan tertolong.
Diaz melirik jam, baru setengah jam tidurnya sudah terganggu. Kini pandangannya ia alihkan kepada Angga.
"Aa ngapain disini?" tanya Diaz heran, suara Diaz terdengar serak.
"Papa, tolongin Aga." Angga tak menyelesikan ucapannya karena malu mengutarakannya.
"Ayo tidur," ajak Diaz.
Angga menggelengkan kepala pelan, lalu menatap sang papa.
Diaz mensejajarkan tingginya dengan Angga, bermaksud untuk membawa Angga kedalam pangkuannya. Angga menggeleng. Menolak untuk di gendong.
"Kenapa hm?"
"Aga pengen-"
Duuttt.
Belum sempat Angga menyelesaikan perkataanya namun, pantatnya sudah bersuara. Angga menunduk malu, ingin sekali rasanya menangis karena dengan beraninya kentut itu keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dad [END]
RandomMeski udah End, tetep vote ya... Semua orang memiliki kelemahannya tersendiri. Begitu pula dengan Diaz, terlahir sebagai laki-laki cuek terhadap lingkungan dan sekitarnya. Erlangga Diwantara, anak yang belum genap berusia 5 tahun. Harus ditinggal o...