My Dad-10

17.2K 1.4K 35
                                    

Kaki kecil itu melangkah dengan cepat. Angga menghela nafas sejenak lalu tangannya menyeka keringat yang ada di leher dan keningnya, pandangannya beralih menatap pintu di depannya yang tertutup rapat.

Angga mempersiapkan diri untuk mengetuk pintu, tetapi ragu. Saat tangannya akan mengetuk pintu, pintu dihadapannya telah terbuka dari dalam. Angga bisa melihat Arya yang sedang menatapnya tidak suka.

"Ibu! Ini si Angga telat lagi," adu Arya setengah berteriak.

Angga memelas mendengarnya.

Bu Hera menghampiri kedua anak yang berada di daun pintu, lalu tersenyum lembut.

"Erlangga kenapa kamu telat, Nak?"

"Aga tadi bangun kesiangan, tlus telat," jawab Angga jujur.

Memang setelah insiden semalam Angga bangun lebih siang, bukan karena tak ada yang membangunkan, tetapi Angga terlalu pulas hingga sulit untuk bangun.

"Terus orangtua kamu mana?"

"Aga gak punya orangtua," sahut Arya.

Bu Hera memandang Arya dengan pandangan peringatan, tetapi masih tersimpan kelembutan. "Arya gak baik buat ngomong gitu, Nak. Katanya kamu mau izin ke kamar mandi, sana berangkat, takut gak bisa ketahan."

"Iya Bu," balas Arya berlalu sambil menyorot Angga dengan tatapan malas.

"Erlangga, mana orangtua kamu?"

"Tadi Aga diantel Pak Sudi. Papanya kelja, Mama Aga ada di lumahnya," jelas Angga polos.

"Pak Sudi itu siapa? Masih ada di depan gak?" Bu Hera bertanya banyak akan hal ini karena, heran selama ini orang tua Angga tak pernah menampakan wajahnya.

Padahal orangtua siswa lain selalu berkomunikasi langsung atau tidak langsung bersama dirinya, untuk mengetahui perkembangan sang anak. Memang waktu itu ada Bi Diah yang mengaku wali Angga, tetapi saat itu wanita paruh baya itu terlihat panik karena tidak adanya Angga.

Setahu Bu Hera Angga selalu pulang berjalan kaki, lantas jika berangkat selalu bersama dengan Azril dan Mira, yang tak lain adalah ibunya Azril. Tetapi mendengar pengakuan Bi Diah sewaktu itu bahwa Angga pindah rumah membuat Bu Hera mengerti, Angga adalah anak dari sekian banyak anak yang menjadi korban ketidakharmonisan keluarga.

"Pak Sudi itu supil, yang suka antal jemput Aga," jawab Angga.

"Sama Pak Sudi aja berangkatnya?"

"Enggak sama Nenek juga," balas Angga.

"Nenek Erlangga masih di luar?"

Angga berpikir sejenak, lalu menggeleng. "Aga gak tau."

"Baiklah kalo begitu kamu duduk, besok jangan telat lagi," pesan Bu Hera seraya tersenyum lembut.

"Makasih Bu," kata Angga sambil memasuki kelas.

Ini kedua kalinya Angga terlambat, hanya saja Angga merasa malu. Angga langsung duduk di bangku belakang miliknya, yang disisinya ada Langit yang sekarang sudah menjadi salah satu dari antek-antek Arya.

****

"Pak Diaz, ada tamu yang sedang menunggu Bapak," kata Riva berusaha untuk sejajar dengan langkah lebar Diaz.

"Siapa?"

"Tidak tahu Pak, saya hanya mendapat pesan dari teman saya, bahwa Bapak ada yang nunggu," jelas Riva.

"Dimana?"

"Ada di ruangan Bapak. Katanya ingin menunggu di dalam ruangan Bapak." Terbiasa bekerja dengan Diaz, Riva jadi harus lebih mengerti lagi.

My Dad [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang