Teknik penulisan: Monomyth
---Setelah gagal membolos, aku mendapati diriku tertahan di aula nyaris dua jam untuk mendengar celotehan Mr. Koza terkait pemilihan anggota misi para pelajar tahun terakhir. Bertambah satu jam lamanya untuk pemanggilan masing-masing nama pelajar, sampai beberapa menit terakhir dari keseluruhan waktu, baru namaku disebutnya.
Ada tiga kerutan samar yang terlihat di dahi pria tua itu saat dia mengucapkan, "Idris Elbarov." Ditambah dengan puluhan ringisan dari pelajar lain yang makin memperkeruh suasana hatiku yang memang tidak berbunga-bunga sejak awal.
Menghiraukan kegugupan beberapa orang yang namanya belum disebut, aku langsung mengangkat tanganku dan menjawab parau, "Saya pilih personal." Sejujurnya aku lebih memilih mengucurkan diri ke dalam sepatuku ketimbang menjawab pertanyaan itu. Hanya karena sudah cukup lama sepatuku tidak tercuci, aku memilih menjawab pertanyaannya saja.
Pilih tim atau personal?
Jawabanku sudah jelas. Jelas membuat beberapa orang tadi lega karena tidak akan dipasangkan denganku.
Berikut dengan jawabanku, Mr. Koza lantas melakukan rapat dadakan dengan para dewan sembari sesekali melirikku yang bergetar di atas sepatuku dengan tatapan bingung, namun tidak lanjut mempertanyakan darimana datangnya keberanian anak laki-laki yang tahun lalu nyaris mati tersetrum demi membolos pemilihan misi.
Ada banyak alasan, lebih banyak dari yang bisa kau pikirkan. Diantaranya, aku tidak bisa melakukan apa-apa. Tidak dengan mengeluarkan listrik dari lengan, membakar diri tanpa hangus, menghentakkan kaki hingga bumi dilanda gempa, atau menjadi aluminium padat, atau apapun kemampuan lain yang keren-keren.
Aku hanya bisa melakukan hal-hal yang tidak keren sama sekali, seperti memaki mereka yang keren, atau mengecil.
Ada bunyi denting pelan yang terdengar dari saku depan celanaku, berasal dari ponsel pintar dari sekolah. Tanpa perlu memeriksa, aku tahu itu file misi yang dikirim anggota dewan untukku. Hebatnya, hanya hal-hal yang berkaitan dengan sekolah yang bisa membuat ponselku berdenting.
Lanjutan dari acara itu tidak ada di ingatanku, tau-tau aku tersadar sudah berada di dalam kamar asrama. Meratapi baris demi baris misi personal bernama Madrugada.
Apa ini?
Tinggal sendiri di asrama membuatku lupa dengan keberadaan seperangkat alat cari-mencari bernama Hologle, sistem internet yang di perbarui dari versi primitifnya yang disebut Google. Memakai teknik hologram yang bisa diakses dengan cara memberi perintah ke otak untuk membuat pencarian dan nanti akan direspon oleh droin, chip pelajar yang ditanam ke dalam otak begitu kau mulai bersekolah.
Mengikuti apa yang kuperintahkan, sebuah layar muncul di depan wajahku menampilkan dua kata bertuliskan, Madrugada: Fajar.
Karena tidak mengerti. Aku lanjut melihat file misi, membaca berkali-kali tanpa fokus penuh hingga layar ponselku berubah merah, menandakan waktu untuk terjaga sudah habis. Lantas aku menggelepar sebentar di atas kasur, mungkin karena lelah dengan diriku sendiri, aku tidak ingat apakah aku benar-benar tertidur saat aku bangun paginya.
Ada dua kardus kecil yang kini berada di ruanganku, dipastikan muncul setelah kurirnya mengirim melalui mesin teleporter umum. Salah satu teknologi yang mudah ditemukan di sepenjuru kota.
KAMU SEDANG MEMBACA
Historiarum
Science FictionAntologi cerpen fiksi ilmiah karya member Scientist (1)