Kaneisha tertegun untuk sesaat ketika melihat kakak iparnya tiba-tiba datang dan duduk di meja makan, dengan pakaian kantor yang sudah rapi. Mata Irene masih terlihat bengkak dan seperti tak ada semangat hidup yang tergambar di wajahnya. Syukurnya, riasan yang dipakai Irene bisa menyamarkan kesedihannya dengan cukup baik. Kaneisha melemparkan senyuman untuk kakaknya itu dan buru-buru mengambil piring dan gelas kosong.
"Pagi, Kak," sapa Kaneisha dengan ramah. Irene hanya menunjukkan senyuman tipisnya yang masih berbalut kesedihan itu. "Aku cuman bikin panekuk hari ini, tapi kalau Kakak mau masakan lain, aku bisa bikinin." Kaneisha mengambil dua panekuk tanpa lupa menaburinya dengan dua jenis berry, lalu meletakkannya di piring yang tadi ia ambil untuk Irene.
"Thanks, ini sudah cukup kok." Irene menjawab singkat, sambil menuangkan mapple syrup ke atas panekuknya. "Raka mana?"
"Raka masih perlu waktu untuk istirahat, Kak." Kaneisha menjawab semampunya.
"Memangnya dia gak kerja?" Irene lagi-lagi mengajukan tanya.
"Mungkin Raka mau libur dulu, Kak." Kaneisha berkata dengan sangat hati-hati.
Setelah mendengar jawaban terakhir Kaneisha, Irene hanya diam. Ia sibuk menikmati panekuk yang Kaneisha buat. Kaneisha sendiri menyibukkan diri dengan memperhatikan anaknya, yang hanya mengunyah buah-buahan dan tak memakan panekuk yang diberikan Kaneisha.
"Panekuknya makan juga dong, Nak," ucap Kaneisha sambil mencoba menyuapkan makanan itu pada anaknya. Kanasta menggeleng dan ngotot untuk memakan buah-buahnnya saja. "Kenapa gak mau? Memangnya gak enak, ya? Hmm ... enak kok." Kaneisha memasukkan potongan tadi ke mulutnya.
"Mau ... suap ... Ayah." Kanasta terbata-bata dalam menggabungkan kalimatanya, tetapi Kaneisha dan Irene yang mendengar itu bisa mengerti dengan baik apa yang sedang dimaksud Kanasta. "Mama ... mau Ayah." Kanasta mengulangi.
"Kanasta, disuapin Mama dulu, ya? Ayahnya lagi ada urusan, nanti Ayah balik lagi kok." Kaneisha menjawab halus.
"Kanasta, aaaa!" Irene menusuk potongan kecil panekuknya dengan garpu, lalu garpu tadi meluncur layaknya sebuah pesawat yang siap masuk ke mulut Kanasta. Kanasta tetap menggeleng, bahkan kini ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
"Kanasta mau makan buah aja, ya? Gak apa-apa, Mama tambahin ya buahnya?" Kaneisha menawarkan opsi lain. Tak biasanya Kanasta memilih-milih makanan seperti ini. Biasanya, makanan apa saja yang disajikan Kaneisha, pasti akan dilahap dengan semangat oleh anaknya itu.
"Panggil Raka gih, ajak makan sama-sama." Irene meminta pada Kaneisha. Wajah Kaneisha yang menunjukkan keraguan, membuat Irene akhirnya bertanya, "Kenapa?"
"Raka pasti menolak, Kak. Dan aku gak mau memaksa dia." Kaneisha berbicara pada kakak iparnya itu.
"Tapi anak lo nyariin ayahnya, Kin. Gak mau makan sama sekali tuh dia."
Benar saja, Kanasta mengabaikan makanan yang ada di piringnya, termasuk buah-buahan yang baru Kaneisha tambahkan di atas sana. Anaknya itu kini hanya meminum air yang ada di gelas kecilnya.
"Panggil." Irene memerintah tegas.
Tak mau ribut, Kaneisha akhirnya bangkit dari tempat duduk, lalu meninggalkan sarapannya untuk memanggil Raka, sesuai perintah dari sang kaka ipar. Seperti biasa, Kaneisha akan mengetuk kamar Raka sebelum masuk, ada atau tidak ada jawaban, Kaneisha akan tetap menerobos masuk, yang penting ia sudah izin untuk masuk sebelumnya. Raka tertidur dengan posisi miring sambil mendekap guling dan membelakangi Kaneisha.
"Raka..."
Kaneisha berdiri di sisi ranjang Raka, lalu memanggil suaminya itu dengan lembut. Keadaan Raka sama sekali tak ada perubahan, beda dengan kakaknya yang kini terlihat jauh lebih baik. "Sayang, kita makan sama-sama, yuk? Kakak ada di meja makan, Kanasta juga. Dia nyariin kamu terus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Windows
RomanceWarning: 18+ Tak pernah ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Lima menit, dua jam, atau satu minggu dari sekarang akan menjadi rahasia takdir yang dimiliki setiap insan, termasuk Kaneisha. Ia berencana memberikan kejutan spesial untuk...