Hari ini Kaneisha berniat mengajak Kanasta untuk pergi dan jalan-jalan keluar. Ia rencananya ingin pergi ke toko kado atau mal, untuk mencari barang-barang yang bisa dipakai untuk dijadikan properti saat menyambut dan memberikan kejutan untuk Raka. Kaneisha berencana memberitahukan kehamilan anak kedua mereka, saat Raka sudah pulang dari Kamboja nanti.
Selesai dengan urusan dapur, Kaneisha berjalan menuju kamar anaknya. Ia buka pagar yang ada di kamar Kanasta, ia nyalakan lampu, lalu naik ke tempat tidur anaknya. Kaneisha yang awalnya semangat untuk membangunkan sang anak, mendadak mengurungkan niatnya ketika merasakan panas di kening Kanasta.
"Sayang, kamu demam?" Kaneisha berbisik sendiri.
Tangan Kaneisha menyentuh bagian tubuh Kanasta yang lain, lalu pada detik itu, Kaneisha sadar bahwa ia harus membatalkan rencananya. Kanasta sedang demam, mustahil rasanya untuk mengajak anak itu jalan-jalan keluar dan menyiapkan kejutan untuk Raka.
Kaneisha bangkit dari tempatnya, lalu melangkah ke kotak P3K yang ada di kamar itu. Ia mengambil plester penurun demam, serta termometer untuk mengukur suhu tubuh Kanasta. Kaneisha membuka baju anaknya, kemudian meletakkan termometer tersebut di ketiak sang anak.
"Eung...." Kanasta terbangun dengan wajah cemberut. Anak itu pasti merasa ada yang tak enak dari tubuhnya sendiri.
"Ssstt, sebentar, Sayang. Mama mau ukur suhu tubuh kamu." Kaneisha menahan anaknya itu, supaya tak bergerak-gerak.
Ada sedikit rasa lega di dalam diri Kaneisha, ketika mengetahui suhu tubuh Kanasta masih berada di angka 38 derajat celcius. Kanasta masih bisa beristirahat di rumah saja, tanpa perlu dibawa ke dokter. Kanasta tak muntah-muntah, sesak napas, serta tak ada benjolan di kepalanya. Tak terlihat ada yang membahayakan sejauh ini. Mungkin hanya demam biasa.
"Gak enak ya badannya, Nak? Aduh, kasihannya anak Mama." Kaneisha kembali mengancingkan baju Kanasta, lalu menempelkan plester kompres di kening anaknya. "Jangan dilepas, Sayang. Asta pakai ini sebentar, ya?"
"Mama." Kanasta menarik rambut mamanya, meminta Kaneisha untuk tak jauh-jauh darinya.
"Ya, Sayangku? Mama di sini kok." Kaneisha berbaring di samping Kanasta. Anak itu langsung naik ke atas tubuh mamanya, lalu merebahkan kepalanya di atas dada Kaneisha. "Mau susu atau mau makan, Sayang? Mama sudah masak." Kanasta hanya diam di atas tubuh mamanya.
"Kamu pendiam banget kalau lagi sakit. Pendiam dan jadi double manja biasanya." Kaneisha berbicara sambil memeluk dan mencium kepala Kanasta.
Kanasta memang tak begitu rewel jika sedang sakit, asalkan Kaneisha berada di sampingnya. Biasanya kalau Kanasta sedang sakit, Kaneisha selalu menggendong anaknya ini ke mana-mana. Bahkan saat mengerjakan pekerjaan rumah, Kanasta juga ikut, karena anak itu benar-benar tak bisa ditinggal.
"Padahal Mama mau ajakin kamu jalan loh untuk menyiapkan suprise buat Ayah, tapi kamu sakit, terus besok Ayah sudah pulang." Kaneisha berbicara dengan pelan sambil mengelus kepala anaknya. "Tapi kayaknya Ayah memang gak ditakdirkan deh untuk dikasih suprise, dulu juga gagal sebelum disiapkan. Jadi, gak usah aja kali, ya?"
"Emm...." Kanasta merespon.
"Gak usah ya, Nak?" Kaneisha menanyakan lagi, Kanasta hanya menggeleng. "Ya, sudah, gak usah."
Kaneisha hanya diam dan sebisa mungkin menunjukkan cinta dan perhatiannya lewat sentuhan tangannya. Selama berbaring dengan sang anak, Kaneisha bertukar pesan dengan dokter spesialis anak — yang biasa Kaneisha datangi kalau Kanasta sedang sakit. Dokter juga tak menyarankan Kanasta untuk dibawa ke rumah sakit, selama tak ada tanda-tanda yang parah dan bahaya. Beliau tak lupa meresepkan obat serta vitamin, yang nanti akan dikirimkan ke rumah Kaneisha dan Raka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Windows
RomanceWarning: 18+ Tak pernah ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Lima menit, dua jam, atau satu minggu dari sekarang akan menjadi rahasia takdir yang dimiliki setiap insan, termasuk Kaneisha. Ia berencana memberikan kejutan spesial untuk...