Playlist song : Spring day - BTS
Terimakasih,
telah memilih bersama disaat banyaknya yang mencaci dan menghakimi.
Tetap memanusiakan tanpa memandang siapa, darimana saya dilahirkan.
***
Angin malam berhembus cukup kencang, menyapa penuh mesra, mampu membuat badan sedikit menggigil, sebuah kopi hangat yang masih mengepul rasanya nikmat jika diminum sekarang, namun sayang di komplek perumahan ini takkan ada abang-abang keliling yang berjualan aneka kopi seduh dalam gelas plastik.
Senyawa mengendarai motor dengan memperlambat laju hingga di bawah 20 km/jam. Setelah mengantarkan kekasihnya, ia menuju sebuah rumah yang tidak jauh dari kediaman keluarga Agni. Ia membuka handphone, menghubungi seseorang.
"Hallo, Gan?"
"Iya, ada apa man?"
"Gue deket rumah lo."
"Masuk."
Blip suara telepon dimatikan.
Senyawa memasukkan motor ke pekarangan rumah Gani yang luas, lengkap dengan rumput sintetis. Bangunan di depan mata menyambut penuh kemegahan. Angin meniup dengan syahdu pepohonan sehingga, tampak seperti menari berdansa, meski sering mengunjungi rumah Gani, tapi Senyawa tak pernah bosan untuk berdecak kagum.
Sebuah pemandangan berbeda yang tak pernah ia temui saat pulang.
"Malam, Dek Senyawa," sapa salah satu pegawai, lalu menyodorkan sendal rumah untuk dipakai Senyawa.
"Malam." Senyawa menerima, dan memakai sendal tersebut. Sendal miliknya sudah dilepas di luar rumah.
"Tuan muda ada di ruang santainya. Mau saya antar, Dek Senyawa?"
"Engga perlu, makasih Mba." Senyawa pergi ke tempat yang di tuju menggunakan lift.
Ting suara lift terbuka, Senyawa menelusuri lorong dengan suasana cahaya yang temaram, lantai yang dilapisi karpet bulu warna merah, kakinya terasa hangat. Dinding dengan wallpaper aksen Gold, di padukan padankan bersama kayu, semakin menambah kenyamanan. Pintu ruangan santai tertutup, ia mengarahkan jari untuk membuka, hanya sidik jari Gani, dan Senyawa yang dapat membuka pintu tersebut.
"Gan," panggil Senyawa. Ruangan tersebut kedap suara, di samping pintu terdapat bar mewah lengkap dengan segala jenis wine.
"Di sini, Wa." Gani sedang merefleksikan tubuh di kursi pijat, menghadap ke arah luar, satu tangan memegang gelas berisi wine.
"Pinjem duit." Senyawa menghampiri Gani, mengambil botol wine yang telah dibuka di meja bar, lalu duduk di depan Gani.
"Berapa?"
"Dua ratus ribu."
"Ribu? Oh man, jangan bercanda."
"Tadi gue ngutang martabak."
"Lo engga lagi ngigau?"
"Gue serius, Tuan muda." Senyawa membungkukkan badan tanda hormat.
Gani tertawa. "Bisa-bisanya lo ngutangin tukang martabak."
Jeda.
"Wa, udah shalat isya?" tanya Gani tiba-tiba, lalu meletakkan gelas isi wine di meja samping.
Senyawa tercengang mendengar pertanyaan sahabat nya. "Belum."
"Shalat dulu sana! lo gak inget kata nyokap lo? segimanapun bajingannya hidup lo, kalau masalah shalat jangan ditinggal."
KAMU SEDANG MEMBACA
SLEEPING AT LAST
Teen FictionBerawal dari enam bulan resminya pernikahan Sang Ayah dengan istri kedua, satu keluarga lain perlahan-lahan masuk ke dalam ruang kehancuran. Anak kecil yang bernama Senyawa tumbuh besar bersama kepedihan serta kebencian. Ketika Senyawa tahu bahwa w...