[Chapter 7] Bertemu Setan

75 45 6
                                    

Jika kau punya mata, lihatlah!

Jika memang kau memiliki telinga, dengarlah!

Dan jika kau masih menyimpan otak. Diamlah!

Jangan membuat kehidupan seseorang menjadi pelik!

Hanya untuk membuat kau tertawa

Satu manusia dengan manusia lainnya berbeda.

***

Senyawa mengantarkan sebuah pesanan buket-buket berbagai macam bunga, dan satu buket bunga Lili putih ke sebuah perumahan yang cukup jauh jaraknya dari toko bunga. Ia pergi sendiri dengan motor yang biasa digunakan untuk mengantarkan bunga

Ia melipir terlebih dahulu ke warung makan terbuka di pinggir jalan yang hanya ditutup dengan terpal, dan banner berbahan kain dengan tulisan pecel lele, untuk mengisi tenaga. Perutnya baru terisi somay yang dibelikan Agni di sekolah. Ia memesan lauk ayam goreng, tempe, dan tahu, ditambah satu gelas air putih gratis.

Tidak perlu mewah yang penting kenyang.

"Engga makan di rumah, Dek?" tanya bapak-bapak yang sedang makan di samping Senyawa.

"Nggak, Pak. Saya biasa pulang sekolah langsung ke tempat kerja. Jadi, nyempetin makannya ya gini beli di pinggir jalan," sahut Senyawa.

"Kerja apa kamu, Dek? Di kota gini jarang anak sekolah yang mau nyambi gawe. Kebanyakan gengsi anak muda sekarang, gaya-gayaan hamburin duit orang tua."

"Nganterin bunga, Pak. Kebetulan saja keadaan saya mengharuskan berkerja."

"Sehat-sehat kamu, Dek." Ditepuk pundak Senyawa.

Bapak tersebut lebih dulu menyelesaikan makannya, kemudian membayar. "Bu, sekalian sama punya Adek ini."

"Eh, engga usah dibayar punya saya, Pak."

"Jadi, lima puluh ribu semuanya," ujar Ibu warung makan.

"Gapapa, lanjutin makannya. Bapak duluan," pamit Bapak tersebut setelah membayar.

"Makasih banyak, Pak. Hati-hati di jalan."

Bapak tersebut mengangguk sembari membunyikan klakson motor, lalu pergi dari tempat warung makan itu.

"Bapak itu memang orang baek, sering makan di sini setiap pulang kerja," ungkap Ibu yang punya warung makan.

"Oh," sahut Senyawa.

Senyawa menghabiskan makannya yang tinggal beberapa suap. Ia makan sangat cepat karena dikejar waktu juga.

"Makasih. Mangga, Bu," Senyawa meninggalkan warung makan tersebut.

Ibu warung merespon dengan anggukan.

Senyawa kembali melanjutkan perjalanan untuk mengantarkan buket-buket bunga yang jarak tempuhnya lebih dekat terlebih dahulu. Terakhir ia menuju rumah tujuan si buket bunga Lili.

Lima belas menit berlalu, ia sampai di depan rumah pemesan bunga Lili. Senyawa memperhatikan rumah yang di sekelilingnya pohon-pohon rimbun nan tinggi, sehingga menutup penampakkan rumah tersebut.

"Kasian yang nyapu," gumam Senyawa, turun dari motor, dan membawa buket bunga.

"Permisi," teriak Senyawa dari balik gerbang berwarna hitam yang dipenuhi tanaman merambat. "Buset, rumah go green." Batinnya sambil memegang daun-daun yang tumbuh subur, dan segar.

"Permisi," teriak Senyawa yang kedua kali.

Seorang berpakaian security berjalan ke arah Senyawa. "Di situ ada bel, Mas. Pencet bukan teriak-teriak," ujar security sedikit ketus.

SLEEPING AT LASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang