[Chapter 10] Penawaran

10 5 0
                                    

Aku tidak berharap menjadi seseorang yang memiliki pengaruh besar.

Orang yang ada disekelilingku merasa bahagia, dan nyaman itu sudah cukup.

***
Hujan deras, sesekali kilatan petir mengukir di langit memberi ketakutan bagi manusia di muka bumi. Suara guruh menggelegar menyambut malam yang semakin larut. Di sebuah toko bunga, dengan aroma lavender menemani Senyawa yang baru saja pulang mengantarkan papan bunga dari Sukabumi, padahal di Sukabumi cuacanya cerah, tapi kota hujan memang berbeda.

Senyawa hanya berdiam sembari menghangatkan badan dengan segelas teh pahit hangat ditambah keju lembaran, dan secangkir kopi hitam panas milik Mang Agus. Sedangkan Bibi Isabella sibuk menghitung pendapatan hari ini.

"Wa, cek ini pesanan untuk besok. Rekap dan kerjakan sekarang biar besok pagi tinggal antar saja."

"Bentar, Bi. Belum ada lima menit kita sampai sini."

"Kesamber petir sakit nyaho."

"Lah, apa hubungannya? Istighfar ." Senyawa ingin rasanya melemparkan pot kaktus di samping ke kepala Bibi Isabella.

"Mang Agus jangan diem aja, cepat kerjakan."

"Iya, Teh." Mang Agus bergegas bergerak melakukan perintah calon istri.

Dret...

Satu pesan masuk ke handphone Senyawa.

+628xxxxxxxxxx : Wa, besok seberes sekolah bisa kita ketemu?

Senyawa : Siapa?

+628xxxxxxxxxx : Devan, gue minta maaf atas kejadian kemarin.

Senyawa : Ketemu mau ngapain?

+628xxxxxxxxxx : Ada hal yang ingin gue bicarakan. Gue harap lo mau meluangkan waktu sebentar.

Senyawa : Lo bisa ketik di sini.

+628xxxxxxxxxx : Ini penting, Wa. Gue pengen langsung bertatap muka.

Senyawa : Gue sedang malas berkelahi.

+628xxxxxxxxxx : Gue bukan mau ngajak lo duel, Wa. Ini adalah hal yang baik.

Senyawa : Besok gue hubungi lo lagi.

+628xxxxxxxxxx : Tempatnya terserah dimana, kalau lo mau yang tentuin, gue ikut.
Read.

Senyawa menghampiri Mang Agus, agar pekerjaan cepat selesai.

"Mang?" tanya Senyawa berbisik.

Mang Agus menaikkan alisnya, menunggu kelanjutan ucapan Senyawa.

"Masih mau sama manusia jelmaan setan?"

"Pfft." Mang Agus menahan tawa sekuat tenaga agar tidak pecah. "Mau." Lanjutnya

"Banyak istighfar, Mang. Senyawa takut Mamang kena pelet bunga bangkai."

"Kamu ini, ada-ada saja. Pokoknya harus, Wa. Tenang kalau sampai jadi. Senyawa mau apa tak jabanin."

"Senyawa dukung aja kalau gitu."

Mang Agus mengacungkan jempol.

Orang yang dibicarakan tidak pernah terganggu, dan merasa ingin tahu dengan bisikan yang tidak penting, bagi Bibi Isabella uang adalah segalanya untuk saat ini.

"Bi, Senyawa mau nginep. Di sini masih ada seragam sekolah juga yang belum dibawa ke rumah."

"Terserah kamu, tapi engga usah pake sarapan-sarapan segala. Bibi males bangun pagi-pagi."

SLEEPING AT LASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang