2. Sekilas Tentangnya

6 0 0
                                    

Pernah engga sih kalian sehabis diskusi bersama seseorang, lalu pikiran kalian terbuka setelahnya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pernah engga sih kalian sehabis diskusi bersama seseorang, lalu pikiran kalian terbuka setelahnya?

Kalau aku baru kali ini mengalami. Aku dan dia —si inisal A— sedang duduk berhadapan di ruang kelas. Jujur, aku canggung apalagi berhadapan dengan dia yang jelas-jelas aku menyimpan rasa padanya —walau dia tidak. Aku memilih untuk tak menatap matanya kala dia berbicara padaku, tapi aku tetap mendengarkan penjelasannya.

"Jadi, Na, aku kan kemarin ngabarin ke kamu kalau aku engga bisa latihan karena masih sakit," kalimat pembuka dari ceritanya. Suaranya sungguh tenang dan lembut(?).

"Iya," sahutku.

"Terus udah dibilangin ke yang lain kan?" tanyanya.

Aku hanya mengangguk, sungguh benar-benar aku canggung sendiri.

"Iya jadi memang kan sebelumnya aku sakit terus memang udah mendingan, tapi belum sembuh total. Dan kalau kalian mau latihan di rumah aku, aku bisa ikut latihan soalnya engga harus pergi ke tempat yang jauh," ucapnya menjelaskan, "tapi ya ternyata kalian maunya latihan di sekolah, ya aku engga bisa soalnya masih pusing banget kalau harus pergi ke tempat yang agak jauh."

"Tapi mereka marah-marah kan ke aku karena aku engga datang saat itu. Ya sebenarnya emang salah juga sih aku tuh, tapi ya mau gimana lagi."

Serius. Hanya dengan itu aku langsung terbuka dengan pandangan yang lain. Kalau dipikir-pikir lagi, ternyata selama ini aku hanya peduli pemikiranku sendiri.

***

Jadi untuk yang bertanya, ada masalah apa sih? Latihan apa sih? Oke aku akan jelaskan.

Jadi kami diberi tugas untuk menampilkan seni tari tradisional dan membuat satu kelas dibagi menjadi dua kelompok besar. Kebetulan aku sekelompok bersamanya dan kelompokku memutuskan untuk menampilkan tarian Saman.

Untuk latihan kedua kalinya, kami berdiskusi dimana, kapan, dan perlengkapan apa saja yang harus kami bawa untuk berlatih. Pertama kami sepakat untuk latihan tari di rumah A (dia) pukul 9 hari Sabtu. Namun, tiba-tiba seseorang dari kelompokku bilang, "di sekolah aja yu." Membuat orang lain mengiyakan.

Aku merasa tak punya power untuk berpendapat, memilih untuk "ngikut aja" bersama yang lain. Datanglah satu persatu anggota kelompokku ke sekolah. Tinggalah menunggu dia seorang. Lalu tiba-tiba dia mengabari melaluiku bahwa dia tidak bisa datang karena masih belum sehat total. Teman-teman kecewa dan langsung marah saat itu juga.

"Tuhkan untung kita latihan di sekolah, coba kalau ke rumah dia, ai dianya sakit mah percuma atuh?" kata seorang temanku.

"Ai kita formasinya gimana dong? Kan dia yang tahu dan dia juga yang ngatur semuanya," timpal temanku.

"Apasih sebel banget sama orang itu, tahu gini engga usah jadi latihan aja soalnya pada engga tahu formasi dsb," kata orang ketiga.

Aku pun dalam hati kecewa sih sejujurnya. Aku termasuk orang yang sangat peduli pada waktu, sayang banget waktu disia-siakan untuk hal yang tak pasti. Namun, di sisi lain akupun tak kuat dengan ocehan dan keluhan teman-temanku yang aku rasa terlalu berlebihan dan memojokkan.

Namun, ada satu yang janggal. Kenapa. Dia. Hanya. Mengabari. Aku. Saja.

Hello

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hello.
Apa kabar kalian semua?
Semoga aku mendengar kabar baik selalu dari kalian ya.

Kali ini mohon maaf part-nya agak pendek. Dan diimbau untuk membaca part "Arahan Membaca" yang akan aku publish setelah ini.

Best regard,

Anna

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 08, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RecoveryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang