Bab 7: Permulaan Kelas-Kelas Program Beasiswa dan Pengakuan Nardho

9 1 0
                                    

Catatan penulis: Bab ini saya persembahkan untuk adik perempuan saya yang turut andil menyumbang ide tentang geografi universitas khayalan ini dan juga untuk ibu saya yang sudah jatuh bangun merawat saya ketika saya berjuang melewati masa-masa pubertas.

Peringatan: Bab ini menceritakan pelecehan seksual, pembaca diharapkan bisa menyikapinya dengan bijak dan tidak mengata-ngatai tokoh yang menjadi korban. Video yang ada di atas berhubungan dengan adegan di akhir bab ini, silahkan ditonton setelah selesai membaca keseluruhan bab ini.

Setelah makan malam dengan burrito yang hambar, Nardho ingin meminta Moira mendengarkan lagu ciptaannya yang terbaru sambil main gitar sementara Vannie dan Nardhia bermain basket dengan cowok-cowok sekamarnya, yang sesungguhnya jauh lebih ramah dan tidak galak seperti pertemuan pertama mereka tadi, tapi Moira menolak ajakannya karena gadis itu sudah berjanji akan melakukan video chat dengan Neesa. Namun, Moira bilang Nardho boleh ikut bergabung video chat karena teman-teman Moira adalah teman Neesa juga dan begitu pula sebaliknya, hanya saja Neesa tidak pernah membawa teman ke rumah dan Moira sendiri terlalu pemalu untuk membangun pertemanan yang sehat dan punya kebiasaan mendekam di laboratorium kimia, sampai akhirnya dia kuliah. Nardho bersenandung pelan dan menunggu di ruang tamu asrama sementara Moira mengambil laptopnya. Cowok itu berpikir alangkah senangnya jika dia juga bisa tinggal dengan seorang sepupu, kedua orangtuanya tidak punya saudara kandung jadi dia dan Nardhia tidak punya satu sepupu pun dan tidak punya kerabat seperti bibi atau paman.

Moira kembali ke ruang tamu dengan laptopnya dan memasukkan nomor telpon rumahnya. Setelah beberapa saat, wajah Neesa muncul di layar laptop.

"Hai, kamu! Bagaimana kampusmu? Bagaimana kantinnya? Bagaimana asramanya?"

"Kampusnya agak tua tapi bagus kok, terus asramanya juga bagus buat istirahat setelah penerbangan panjang. Kantinnya biasa saja, tadi aku barusan makan burrito yang rasanya hambar, tapi si Nardho bilang dia bakal masak buat aku kalau perlu. Mau ngomong sama dia?"

"Hei, bung! Aw, kamu kok gemes banget sih? Makasih ya sudah menjaga sepupu aku yang banyak mau!"

"Gemes? Yang bener Neesa, aku bukan anak anjing. Tapi iya, Moira aman sentosa selama ada aku."

"Bagus kalau gitu, aku pribadi akan mengirimmu langsung ke neraka kalau kamu berani menyakiti Moira. Omong-omong, Mo, aku sudah tahu lulus SMA mau ke mana. Aku tidak ada niat mengikuti jejakmu tapi aku sudah bilang ke Mama Papa aku ingin masuk ke kampus lokal dekat rumah." Neesa mengumumkan rencananya selepas SMA.

"Oke, bagus kalau kamu sudah punya tujuan, tapi gimana ceritanya sampai bisa begini?"

"Sebenernya, sejak aku naksir sama Kak Kenta aku nggak bisa hapus bayang-bayang dia dari pikiranku dan kayaknya dia tahu dari caraku mengirim pesan ke dia sebelum tidur. Kami berdua selalu bertukar pesan, tapi tentu saja tidak ada gombalan dan rayuan, dia orangnya setia sama Kak Johan, tapi dia bilang perasaanku ke dia membuatnya merasa tersanjung karena aku mengidolakan dia. Jadi, akhir-akhir ini dia sering kirim-kirim banyak video cara bikin kue dan roti, ada satu video yang aku suka, video cara membuat kue Castella madu dan satu lagi ada video tentang cara membuat roti melon. Suatu malam Kak Kenta tanya apakah minat aku sama dengan minatmu dan aku bilang nggak, tapi aku jujur ke dia bahwa aku sedang mempertimbangkan jurusan tata boga. Aku ingin bisa bikin kue seperti dia yang aku idolakan, walau pun memang dia masih amatiran dan selalu sibuk dengan penelitian dia. Terus dia kirimin aku artikel tentang jurusan tata boga yang kebetulan ada di kampus dekat rumah kita itu, Mor." Neesa terdengar lebih bersemangat dari biasanya dan Moira menyadari itu.

"Kak Kenta memang yang terbaik! Aku senang kamu masih bisa berteman baik sama dia walau pun perasaanmu tidak bersambut. Apa kabar Bibi Zoe dan Paman Martin?"

Mencari HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang