Setelah kelas pagi selesai, tidak ada lagi yang harus dikerjakan untuk dua atau tiga jam ke depan, Moira memutuskan untuk menelpon Neesa dan memberitahu dia segala sesuatu yang sudah terjadi sejauh ini. Moira mengecek jam, pastinya sudah larut malam di Beringin Putih tapi kadang-kadang Neesa begadang juga. Moira berharap malam ini cewek itu juga begadang.
Moira tidak perlu menunggu lama sampai Neesa menerima panggilannya, terlihat di video dia memakai headphone warna merah jambu.
"Oh, halo Mor, aku sebebenarnya sudah siap tidur tapi kan gak tiap hari kamu bisa telpon atau melakukan panggilan video, jadi boleh kan aku gak tidur? Cuma orang lemah yang butuh tidur. Oke, itu tidak benar, tapi sumpah di sini sepi banget nggak ada kamu."
"Ah. Maaf ya tiba-tiba memanggil. Bentar saja kok. Jadi, hal pertama yang kamu harus tahu, Nardho memintaku menjadi pacarnya dan aku terima. Kedua, dia berkelahi sama mantan teman sekamarnya yang jahat pada Nardhia. Kamu tahu nggak tuh cowok tenyata jago bela diri?"
"Nardho? Gak mungkin. Cowok kurus kering gitu jago bela diri? Tapi yang bagian kalian pacaran, aku nggak kaget. Dia benar-benar naksir kamu, Moira, bahkan sebelum kalian mulai kuliah aku selalu memergoki dia mencuri-curi pandang ke kamu setiap kali kita bertiga video call. Terus, ada apa lagi? Gimana kelas-kelas perkuliahanmu?"
"Kelas kuliah lancar-lancar saja dan ada satu kelas di mana semua orang akan sama-sama mengerjakan naskah drama. Ini kelas persiapan studi lapangan. Oh iya, aku punya teman baru bernama Rain, orang yang tidak mau dipanggil dia dan lebih suka dipanggil dengan kata ganti huma. Sepertinya huma tidak punya jenis kelamin tertentu tapi masih belum jelas sebenarnya huma itu bergender apa, bisa jadi gender huma bukan seperti gender kita. Huma bisu tapi semua orang di asrama suka kok berteman dengan huma, kami semua membuat kue mangkuk untuk menyambut huma."
"Oh? Kayaknya aku belum pernah ketemu orang yang tidak berjenis kelamin atau yang jenis kelaminnya di luar dikotomi wanita dan pria. Huma orangnya seperti apa rupanya? Apakah penampilannya tomboi dan androgini? Apakah huma ditindik?"
"Huma sebenarnya kelihatan seperti seorang gadis. Huma memakai kerudung dan pakaian sopan yang sederhana."
"Menarik, kamu bertemu orang-orang yang menarik, aku sedikit iri. Omog-omong, aku main ke kampus lokal dekat rumah kita itu. Ternyata program tata boga dibagi lagi jadi dua jurusan: jurusan Kue Klasik dan jurusan Kue Modern. Awalnya aku tidak yakin mau masuk jurusan yang mana. Tadinya aku kira aku bakal lebih suka Kue Modern, tapi terus aku tanya-tanya ke Kak Kenta karena dia kan suka bikin kue-kue dan dia juga jago masak. Dia bilang waktu dia pertama kali belajar bikin kue, dia belajar bikin kue-kue klasik, seperti croissants dan tiramisu. Pastinya susah, tentu saja, tapi dia bilang ini penting karena kalau kita sudah bisa teknik-teknik klasik untuk kue-kue tertua di dunia kita sudah punya bekal untuk membuat kue-kue modern. Jadi sekarang aku yakin mau ambil jurusan Kue Modern!" Vannie berbicara sambil menggerak-gerakkan tangannya bersemangat. Moira tersenyum, sudah lama dia tidak melihat Neesa yang hiperaktif.
"Keren sekali, Neesa, aku yakin kamu akan mengikuti jejak Kak Kenta. Oke, sampai jumpa."
Saat Moira mengakhiri panggilan, dia mendengar ketukan pelan di pintu. Dilihatnya ada Rain di depan pintu sedang berdiri di samping Vannie sambil memegang papan tulisnya. Mereka berdua terlihat bersemangat ingin mengatakan sesuatu ke Moira.
"Hei, Vannie. Assalamu'alaikum, Rain. Bagaimana pertunjukkannya? Kamu menonton pertunjukkan dengan Nardhia, kan? Semoga pertunjukkannya asyik. Mungkin suatu hari nanti aku bisa minta Nardho menemani aku nonton pertunjukkan juga."
Wa' alaikum salam, Rain berisyarat. Huma menunjukkan Moira papan tulis huma dan Moira sedikit menunduk untuk membaca tulisan tangan huma. Vannie membuat aku kaget di belakang panggung setelah pembacaan musikalisasi puisi dan sajak selesai. Dia bilang dia berpikir aku orang yang menarik dan dia tanya apakah aku tertarik punya pasangan. Aku masih baru di dunia cinta-cintaan ini, sama seperti kamu dan Nardho, tapi aku terima perasaannya. Jadi kami ke sini untuk memberitahumu bahwa kami sekarang berpacaran. Ada sesuatu lain tapi papan tulis ini sudah penuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencari Harapan
Science FictionThe translated Indonesian version of "Looking for Hope" (Versi terjemahan Bahasa Indonesia dari novel pertama saya) Setelah kota-kota besar tenggelam ke dasar lautan di akhir abad 21, para penghuni Bumi yang terkaya kabur dan mendirikan koloni-kolon...