Wanita bernama Deandra itu tersenyum pada Ayumi dan memeluknya. Moira menduga dua wanita itu mungkin saja teman akrab yang sudah lama tidak bertatap muka. Kahoko juga melihat dua wanita itu berpelukan, lalu mendekati mereka, sementara Deandra sedikit mendukkan badan untuk menghormati sang pemilik wisma tamu.
"Ny. Rivera, senang bisa melihat Nyonya lagi. Maaf saya datang tanpa mengabari terlebih dahulu, saya ingin memberi kejutan untuk Ayumi. Saya sedang liburan." Deandra menjelaskan.
"Selamat datang kembali, Dea-chan. Aku yakin Ayumi pasti kangen kamu dan pastinya suamiku Ardiansyah juga akan senang melihatmu lagi, kamu dan Ayumi kan dulu sekamar di asrama yang sama! Apa kabar keluargamu? Kamu sudah punya pekerjaan sekarang?" Kahoko menyambut teman dari putrinya. Ayumi mengisyaratkan agar ibunya tidak membawa-bawa persoalan pekerjaan Deandra namun Kahoko tidak peka.
"Eh, iya, saya sedang memutuskan mau kerja dengan Ayah atau tidak. Saya ditawari untuk meneruskan bisnis keluarga tapi saya masih tidak yakin, jadi saya minta Ayah waktu sebulan dua bulan untuk menenangkan diri. Perkampungan ini tempat yang cocok untuk merenung."
"Oh begitu. Ya sudah, anggap saja rumah sendiri. Selamat istirahat." Kahoko kembali ke dapur.
Deandra melepaskan pelukan Ayumi dan mengedarkan pandangan ke para mahasiswa. Ayumi menggelengkan kepala dan berdeham. "Jadi, harus ada perkenalan dulu. Dea, kamu mau menjelaskan hubunganmu denganku? Soalnya kamu langsung datang saja tanpa bilang-bilang."
"Halo semuanya! Sperti yang tadi kalian dengar dari Ny. Rivera, saya dulunya teman sekamar dosen kalian dan juga sahabat beliau. Eh, tunggu dulu. Kalau dipikir-pikir, Ayumi, kita lebih dari itu, bukan? Kamu keberatan kalau aku beritahu mahasiswa kamu?"
"Oke, aku rasa mereka tidak akan menghakimi. Jadi, semuanya, saya seorang lesbian dan dia juga. Kami dulunya punya hubungan putus sambung saat masih mempertanyakan identitas seksual kami. Kami akhirnya berpisah karena saat itu saya terlalu sibuk belajar untuk program doktoral sementara dia masih menyelesaikan tesis untuk S2. Saya tahu perbedaan umur di antara kami akan menjadi masalah tapi pada waktu itu kami benar-benar mencintai satu sama lain."
Para mahasiswa mengangguk paham dan Moira berpikir, dosen-dosenku sangatlah menarik. Sampai sekarang baru kali ini Moira melihat ada dosen yang blak-balakkan membuka seksualitas diri dan kehidupan pribadinya, jadi dia sangat terkesan. Anggrek Biru sepertinya memiliki kebijakan yang longgar antara hubungan dosen dan mahasiswa, Moira mengamati. Dia juga diam-diam penasaran apakah Ayumi dan Deandra bisa balikan. Di buku-buku romansa yang dia pinjam dari Neesa, cinta lama biasanya bersemi kembali. Moira kemudian berpikir dari mana dia pernah mendengar nama belakang Deandra, Milton, nama itu terdengar sangat familiar. Aha!
"Nn. Milton, maaf kalau ini terlalu memasuki ranah privasi, apakah Nona kenal Kenta Kinoya?" Moira bertanya dengan sopan.
"Oh, Ken-Ken! Ya, saya kenal, kok. Waktu saya masih mahasiswa, dia salah satu asisten dosen. Saya punya dua jurusan, Tata Busana dan Manajemen Bisnis, tapi saya juga mengambil beberapa kelas Biologi Asing karena iseng. Waktu Ken-Ken minta saya desain kostum untuk kalian semua, tentu saja saya mengiyakan. Cuma itu yang saya bisa buat untuk membayar kebaikannya. Cowok satu itu selalu ramah pada saya." Deandra berujar penuh nostalgia. Ayumi hanya meninju pundaknya main-main.
"Hm. Aku baru tahu Kak Kenta punya nama pangilan sayang selain hikari atau beruang kecil." Nardho mencibir. Nardhia tertawa bersama kembarannya dan mencoba membayangkan seperti apa Kenta saat dia masih mahasiswa muda yang imut-imut. Mereka berdua sudah kenal Kenta sejak dia berkencan dengan Johan di tahun kedua program sarjana, tapi sepasang kembar itu tidak tahu sama sekali seperti apa dia sebelum bertemu Johan. Yang mereka tahu, Kenta dulunya sempat mengambil jurusan Agribisnis. Tata surya ini begitu mungil, buktinya dua orang yang aku kira tidak punya kaitan apa-apa ternyata malah saling mengenal, Moira mengobservasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencari Harapan
Science FictionThe translated Indonesian version of "Looking for Hope" (Versi terjemahan Bahasa Indonesia dari novel pertama saya) Setelah kota-kota besar tenggelam ke dasar lautan di akhir abad 21, para penghuni Bumi yang terkaya kabur dan mendirikan koloni-kolon...