Rain dan Ardiansyah telah berhasil bersama-sama mendirikan tenda sementara para gadis sibuk mengayuh kayak tidak jauh dari bibir pantai. Tony membersihkan area perkemahan dari bebatuan dan sampah sementara Nardho mengumpulkan ranting bakau untuk dijadikan api ungun. Beberapa saat kemudian setelah area perkemahan disiapkan, Moira dan para gadis kembali dari petualangan mereka di laut. Mereka bertiga basah kuyup, jadi mereka menyelimuti diri dengan handuk dan duduk di depan api unggun untuk mengeringkan diri. Nardho merogoh tas ranselnya dan menawarkan permen marshmallow. Sahabat-sahabatnya memakan permen marshmallow dengan mata berbinar-binar, apalagi permen empuk yang gampang meleleh itu sangat enak dimakan dengan biskuit manis dan cokelat!
"Ini enak sekali! Ini bukan permen biasa, kan? Kamu harus beritahu aku kamu dapat permen ini dari mana, nanti saat kita pulang ke kampus aku mau beli. Ah, permen ini membuatku serasa di langit ke tujuh." Moira melebih-lebihan.
"Iya, itu permen marshmallow kenyal yang sudah diberi perasa leci dan ceri terus gulanya dari tebu organik. Bukan aku yang beli, Tony tempo hari dapat dari pasar petani dan dia tidak memperbolehkan aku makan permen ini kecuali untuk momen-momen spesial. Nah, ini kan momen spesial, jadi boleh dong aku makan permen. Eh lihat, permenku sudah tidak berbentuk!" Permen Nardho meleh di atas api unggun.
"Keren banget. Aku ingin tahu permen ini dibuat dari bahan apa saja." Moira yang penasaran membaca bagian belakang kemasan dan berharap menemukan kolagen atau gelatin di daftar bahan, tapi dia hanya menemukan bahan seperti sirup jagung, ekstrak buah, pewarna makanan, getah pohon karet, dan tepung pati tumbuhan. Oh, jadi tekstur yang empuk ini bukan dihasilkan dari produk hewani. Baguslah! Rain ternyata ikut membaca kemasan bareng Moira dan dengan bersemangat memberi tahu teman-temannya bahwa terkadang gelatin dibuat menggunakan urat-urat babi yang tidak boleh dikonsumsi umat Muslim, jadi Rain sangat senang bisa menemukan permen marshmallow yang tidak haram. Moira tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya tidak boleh makan babi, dia suka makan babi panggang saat Natal, tapi tetap saja dia menghormati peraturan agama yang dianut Rain dan senang karena kawannya itu bisa makan permen tanpa harus merasa ragu-ragu atas kandungan di dalamnya.
Di kejauhan, perahu-perahu para nelayan mulai bermunculan karena beberapa anggota suku Pohon Kecil mulai menyebar jaring dan berharap menangkap ubur-ubur. Ardiansyah menjelaskan ke para mahasiswa bahwa ubur-ubur di daerah Bukit Emas hanya berenang ke permukaan laut jika bulan purnama untuk kawin dan bertelur, di malam-malam lainnya ubur-ubur tidak pernah terlihat. Suku Pohon Kecil mempunyai banyak jenis makanan yang terbuat dari ubur-ubur, misalnya sup ubur-ubur pedas, salad ubur-ubur dengan taburan wijen, lobak, dan mentimun, lalu tentu saja ada ubur-ubur yang bisa dimakan mentah. Moira tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya makan ubur-ubur tapi Tony yang menyukai hidangan laut bilang ingin sekali mencoba berbagai olahan ubur-ubur. Ardiansyah melanjutkan penjelasannya tentang masakan tradisional di Bukit Emas dan Moira nyaris muntah ketika pria tersebut menjelaskan bagaimana suku asli perkampungan itu suka menggoreng ubur-ubur dengan minyak kacang tanah dan saus cuka. Ayumi berkata rasa ubur-ubur goreng tidak seaneh kedengarannya, tapi beliau mengerti bagi yang belum terbiasa pasti agak menggelikan.
Nardhia berkeliling pantai dan melihat ada menara air beberapa meter dari area perkemahan, menara itu bahkan punya kincir angina di sampingnya, dan juga ada mercusuar menjulang di sebelah menara air. Gadis itu mengisyaratkan agar kawan-kawannya ikut melihat-lihat menara air dan para mahasiswa itu pun menaiki tangga yang membawa mereka ke puncak menara. Moira menggandeng tangan Nardho dan memastikan kekasihnya naik tangga pelan-pelan dan tidak kecapekan. Pasangan tersebut sampai di puncak menara tepat ketika Nardhia dan yang lainnya sedang berfoto-foto dengan latar belakang laut lepas. Malam itu langit tidak berawan dan bintang-bintang berkelap-kelip.
"Aku penasaran apakah aman kalau aku terjun dari menara air ini dan berenang ke mercusuar di seberang sana. Cahaya dari mercusuar cukup terang dan air laut tampaknya memang dingin, tapi aku ingin terjun, pasti seru." Tony menatap mercusuar dan Nardhia dengan bercanda mengatakan dia tidak mau tanggung jawab jika cowok itu tenggelam. Ardiansyah hanya tertawa mendengar celotehan cewek itu dan menurutnya Tony tidak akan kenapa-kenapa, air laut di bawah menara cukup dalam buat berenang tapi juga tidak terllau dangkal, jadi tidak perlu khawatir akan terbentur batu karang atau batu lainnya yang bisa melukai perenang dan penyelam. Namun demikian, dengan setengah bercanda pria tua itu mengingatkan para remaja untuk berhati-hati terhadap bulu laut dan hiu. Tony melengos, dia tahu hiu jarang sekali membunuh manusia dan kalau ada hiu menyerang manusia kemungkinan besar itu karena si hiu merasa terancam atas kehadiran manusia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencari Harapan
Science FictionThe translated Indonesian version of "Looking for Hope" (Versi terjemahan Bahasa Indonesia dari novel pertama saya) Setelah kota-kota besar tenggelam ke dasar lautan di akhir abad 21, para penghuni Bumi yang terkaya kabur dan mendirikan koloni-kolon...