"Manusia tak akan pernah tahu kapan jantung ini berhenti berdetak,Dipta."
"Ara, kamu nggak boleh tidur terlalu lama seperti ini."
"Tunggu,sampai aku dapat jantung baru untukmu, bertahanlah."
"Mawar ini akan aku kirim satu per satu setiap hari dimejamu."
"Please, wake up."
Mimpi itu akhir-akhir ini sering muncul didalam tidur Dipta. Dipta mengusap wajahnya pelan. Kemudian menghidupkan lampu disamping tempat tidurnya.
"Ara." Dia bergumam pelan menyebut nama seseorang.
"Kamu mimpi lagi?"Suara itu memaksa Dipta menoleh
"Iya, Ara lagi, bang." Dipta beranjak dari tempat tidurnya
"Jangan nyalahin dirimu sendirilah, Ta." Pria itu menepuk pelan bahu Dipta
"Ada rasa sakit aja bang disini." Dipta menunjuk jantungnya
"Bang Yossi tau, tapi kepergiaan Ara bukan salahmu."
Dipta terdiam. Lalu, pria yang dipanggil bang Yossi oleh Dipta itu meninggalkannya sendiri. Dipta masih termenung sendiri sambil menatap jalanan dari balkon kamarnya.
***
Dipta berjalan menuju sebuah rumah kecil bercat putih. Terlihat seorang wanita tua sedang menyapu halaman yang terlihat sangat berantakan karena daun-daun yang berguguran. Wanita itu menghentikan aktifitasnya ketika melihat sosok Dipta yang sedang berjalan kearahnya.
"Pagi nek." Dipta mencium tangan wanita itu.
"Dipta, seminggu ini kemana aja?" wanita itu tersenyum sambil mengusap kepala Dipta
"Lagi sibuk banget nek, cafe sekarang udah mulai ramai." Dipta tersenyum
Nenek kembali mengusap kepala Dipta. "Nenek sudah bilang, jangan datang lagi, carilah pacar, Ara tak akan kembali lagi Dipta." Nenek menahan air matanya
Dipta tersenyum sedih. "Dipta kesini bukan hanya ingin bertemu Ara nek, tapi juga ingin bertemu nenek." Nenek semakin berkaca-kaca mendengar kalimat Dipta. "Dipta mau taruh mawar ini dulu ke kamar Ara ya nek."
Dipta meninggalkan nenek dihalaman dan berjalan masuk kedalam rumah. Dulu rumah ini ditempatinya bersama Ara dan Nenek, baginya Ara dan Nenek adalah keluarga yang sangat disayanginya, harta berharga yang dia miliki didunia ini.
Dipta memasuki sebuah kamar bernuansa putih khas pemiliknya. Ada banyak bunga mawar disana. Dipta sengaja membeli mawar plastik agar tetap awet dikamar ini. Ini kamar Ara.
"Maaf Ra,seminggu ini cafe ramai banget, jadi aku nggak sempet kesini." Dipta tersenyum masam sambil meletakkan tujuh buah mawar dimeja Ara.
"Cie, yang sekarang udah jadi bos."
Dipta tersenyum melihat gadis bergaun putih itu."Kenapa? Kamu marah?" Dipta tersenyum melihat gadis itu mengerucutkan bibirnya
"Enggak,mau sampai kapan kamu ngasih aku mawar ini? Sepertinya ini sudah lebih dari seribu."
"Aku udah bilang kalau aku akan memberimu mawar setiap hari."
Gadis itu tersenyum kemudian memeluknya.***
Gadis itu tergesa-gesa memasuki Art Cafe,dia melirik jam tangannya dan dia sudah terlambat setengah jam untuk menemui seseorang. Matanya menjelajah ke seluruh ruangan mencari sosok orang yang sudah menunggunya dan, ketemu.Setengah berlari dia menuju meja diujung ruangan. "Sorry, aku telat, macet total sumpah." Gadis itu mendramatisir keadaan
"Drama queen kamu." Orang didepannya terlihat begitu sebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mawar Terakhir
General FictionIni cerita Dipta yang kehilangan Ara dan Ocha yang putus asa Tentang Bening yang selalu memegang janjinya kepada Langit serta Bumi yang diam-diam melindungi Bening. Lalu, Archipelago yang punya dua kehidupan berbeda. Copyright ⓒ 2015 by MardianaDM