Segelas kopi seduhan tangan teman.
Begitu ku anggap dirinya.
Meski tak pernah bertemu di hari kelabuku,
Yang dia anggap sebuah pandangan salah.Jiwa seakan menggema.
Merasuk ke relung sukma terdalam.
Tatkala bibir kopi menyentuk bibir ini.
Ketika obrolan mengalir luas di dalamnya.Biarlah orang-orang berhina.
Biarlah orang-orang bertawa.
Karena setahuku, apapun yang ku pilih merupakan sebuah tanggung jawabku.Sujudku mungkin kurang panjang,
Jari telunjukku mungkin kurang tegas menunjuk kiblat,
Uangku mungkin selalu habis untuk membakar rokok,
Dan ragaku mungkin memang kurang dekat dengan pemilik raga.Tapi ku tahu, ia tak pernah salah memberi rezeki,
Pada siapa yang ia kehendaki
Meski daun harus berguguran
Tapi pohon itu tau, rezeki dia memang ada di sana.Dia bersabar
Dia menanti
Hingga akhirnya, buah-buah yang manis lagi harum keluar dari batang yang dulu gersang itu.