2

1.3K 254 230
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.
.
.


“Kak Iro,tidak ikut dengan kak Sen?”

“Ah tidak,aku harus mengisi stok obat lagi.”

Yang dipanggil ‘Iro’ tadi sibuk mengaduk panci yang penuh dengan sup kental,juga sesekali mencicipinya.

Terlihat seperti orang yang pandai memasak meski usianya baru menginjak tujuh belas tahun. Sedang yang memanggilnya tadi hanya duduk di kursi makannya,memandang bahu lebar kakak tertuanya. Hanya ada mereka di dapur yang kecil ini.

“Oh iya,Ren,” Iro memanggil tanpa menoleh,pusat perhatiannya hanya sup kental di depannya.

“Iya,Kak?” Ren,anak usia lima belas tahun itu, membalas sapaan kakaknya antusias. Kali ini dia harus melakukan tugasnya.

“Tolong bangunkan yang lain,sarapannya sudah matang,” Iro mulai mengisi mangkuk-mangkuk kecil dengan sup hangatnya perlahan.

Sedang Ren langsung berdiri, “Oke,Kak!” dan berjalan menuju kamar dua saudaranya yang lain.

Ren menghampiri ranjangnya,di sana ada yang masih berkeliaran di alam mimpi,terlalu terlena sampai terik matahari yang lolos dari balik tirai jendelanya belum mampu membangunkannya. Ren mendengus sebentar,lalu menarik selimut tipisnya dengan sedikit sentakan. Namun tidak ada respon yang berarti. Hm,saudara kembarnya ini memang sedikit bebal dalam hal bangun pagi.

Digoyangkan pelan tubuh yang sedang tertidur itu, “Rei,bangunlah ini sudah pagi,” namun tidak ada respon apapun,bahkan dekapan si ‘Rei’ pada gulingnya semakin erat. Membuat Ren sedikit sebal,haruskah setiap pagi selalu seperti ini? Pikirnya.

“Bangun,Rei! Bahkan sup kak Iro lebih dulu matang!” Ah yang dibangunkan hanya semakin menenggelamkan kepalanya ke dalam gulingnya. Berusaha menyamankan kepalanya.

Ren sebal,masih ada satu mahluk lagi yang harus ia bangunkan dan satu manusia ini belum bangun juga.

“Bangunlah,Badak!” Ren menyetak,juga tangan kirinya memukul Rei keras,sampai korban terbangun perlahan.

“Ya ampun,Ren. Harus sekali ya pakai pukulan?” Rei bangun,dengan suara berat juga diselingi menguap. Tangannya sibuk peregangan dan mengucek matanya. Masih mengusir rasa kantuk yang melekat,menggantung di pelupuk matanya.

“Harus! Aku sampai bosan memukulimu setiap pagi,Rei. Lihat,bahkan Gizza bangun lebih dulu daripada tuannya,” sebal Ren. Karena meski mereka berdua berbagi ranjang,namun selalu Ren yang bangun lebih dahulu.

“Emmmh,” Rei hanya melenguh malas,ruh-ruhnya belum terkumpul semuanya.

“Basuh wajah,lalu ke dapur. Sarapan kak Iro sudah lebih dahulu matang daripada penyantapnya,” sambung Ren lagi dan meninggalkan kamar itu,beralih ke kamar sebelahnya.

Lunariverse : Magic Pendant dan Kotak PandoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang