2 | Hurted

2.6K 337 140
                                    

Seluruh perhatian kelas terpusat pada Minho setelah melihatnya bangkit berdiri dan mengangkat satu tangannya ke atas. Ulangan harian yang berlangsung tenang pun mendadak diliputi tatapan tanya.

"Ada apa, Minho?"

"Maaf menganggu, Pak, saya mau ijin keluar sebentar, adik saya membutuhkan saya." pamit Minho sopan, berharap guru bergelar kepsek sekaligus ayah dari Han itu mengizinkannya keluar.

"Adik kamu?" Sang guru berusaha mengingat nama seseorang. "Lee Hyunjin? Yang punya penyakit langka itu? Kenapa lagi dia?"

Minho mengeraskan rahangnya, meresapi setiap perkataan yang terlontar dari mulut guru itu. Minho tahu ayah Han sengaja memperjelas penyakit itu agar adiknya lebih dikucilkan.

Setelah berhasil mengambil napas sabar, Minho menjawab. "Tadi saya lihat, Hyunjin mengalami pendarahan di area lututnya dan sedang dibawa ke ruang UKS. Saya takut penyakitnya kambuh lagi."

"Kenapa dia tidak diam di rumah saja sih? Sudah tau sakit, masih saja masuk sekolah, ap—"

"Om! M-maksud saya Pak. Saya hanya butuh izin dari Bapak." potong Minho tak membiarkan adiknya dikucilkan lebih lanjut. Pemuda itu hampir salah sebut, karena terbiasa memanggil suami teman dekat ibunya dengan sebutan "om" jika di luar sekolah.

"Ya tentu tidak boleh. Sudah seminggu kamu tidak masuk sekolah, banyak sekali tugas yang harus kamu kerjakan hari ini."

"Tapi adik saya butuh saya, apa om tega—"

"Jangan membantah! Mau semua nilai kamu saya kosongkan?"

Minho menggeleng tegas, tapi bukan menggeleng karena takut dengan ancaman itu, melainkan kekeh untuk tetap menghampiri adiknya. Ia menutup bukunya dan segera beranjak dari sana. Tapi kemudian, suara guru itu terdengar lagi.

"Usai keluar melewati pintu itu, saya pastikan kamu tidak akan naik kelas tahun ini."

Merasa terancam, perjalanan Minho menuju UKS hanya bisa sampai di ambang pintu. Ia berbalik, menatap sengit guru itu tanpa bisa berbuat apapun.

Pasrah.

Minho tidak bisa apa-apa selain kembali duduk di kursinya dan kembali belajar. Sepanjang pelajaran, pikirannya benar-benar hanya tersita untuk Hyunjin. Hal itu membuat Minho tidak bisa fokus.

Ia melepas pulpen dari genggamannya diiringi hembusan berat. "Kakak macam apa yang diem aja saat ngeliat adiknya terluka?" monolog Minho sambil meratapi buku kosong di depannya. "Penyakit Hyunjin gak bisa dianggap enteng. Sekarang gue harus gimana?"

***


Chan memperhatikan Hyunjin yang sedang terbaring lemah di atas ranjang. Ada dokter di sana, sedang berusaha menghentikan darah yang terus keluar dari tulang kering Hyunjin.

"Shhh," desah Hyunjin merasakan ngilu di seluruh sendi kakinya. Es batu yang membantunya mengobati sudah habis 4 balok, tapi darahnya belum kunjung berhenti. Itu membuat Chan yang menunggu, jadi khawatir.

"Dok, kenapa darahnya terus keluar? Apa gak ada cara lain selain pakai es batu?" tanya Chan sedikit menyipitkan matanya.

"Sebenarnya, Hyunjin harus disuntik nonacog alfa. Tapi obat UKS tidak lengkap, jadi mau tidak mau harus diobati dengan es batu dulu."

Sang Dokter melanjutkan ucapannya sembari menatap Chan. " ... Saudara Hyunjin kekurangan faktor pembekuan darah, ini sangat berbeda dari manusia pada umumnya." terangnya. "Penyakit Hemofilia juga terbilang sangat langka. Meski sudah diobati, perdarahan bisa berlangsung lama saat tubuh mengalami luka." Dokter sesekali melirik Hyunjin yang tampak menyimak penuturannya.

Different ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang