6 | Goodbye

1.8K 268 79
                                    

Hyunjin tanpa ragu mendekati Jinhyun dan bersujud di kakinya. "Aku gak mau, Pah. Papah boleh pindahin aku kemanapun, asal jangan ke rumah nenek." pintanya ketakutan.

Jinhyun mendelik, lalu menyingkirkan Hyunjin dari hadapannya dengan kasar. "Tidak ada tawar menawar! Jika kamu tetap tinggal disini, semua teman dekat Papah akan tahu!" bentaknya kasar dengan sorot mata tajam. "Sekarang, cepat kemas semua pakaianmu! Kamu akan pergi besok."

Hyunjin menggeleng disertai bayang-bayang masa lalunya. Tak mau apa yang dipikirannya terjadi, Hyunjin memutuskan kabur dari sana. Sontak, Jinhyun pun menyerukan namanya berkali-kali dan menyuruhnya untuk kembali, tapi seruan itu tak diindahkannya.

Langkah jenjangnya kini menuju ke sebuah jembatan beraliran sungai di bawahnya. Tempat ini sudah jadi saksi bisu atas kesedihan Hyunjin selama ini. Bukan hanya Hyunjin, tapi juga Minho. Terkadang ia datang ke sini bersama Minho. Mereka sama-sama berbagi cerita maupun beban yang mereka rasakan, tapi mungkin kedepannya tidak lagi, karena ia akan tinggal di rumah neneknya. Nenek yang kejam itu.

Seketika sekelebat memori masa lalu terputar lagi di kepalanya.





Terlihat sekumpulan anak kecil sedang bermain bola di Lapangan yang penuh dengan rerumputan hijau, sementara itu, Hyunjin secara diam-diam meninggalkan rumahnya dan menghampiri mereka untuk ikut bermain, namun kehadirannya rupanya tak disambut baik oleh mereka. Anak-anak yang sepantaran dengan Hyunjin itu malah menertawakan dirinya ketika melihat kulitnya yang cacat.

"Hei, bagaimana bisa ada siluman ular di sini? Mengerikan." ejek anak laki-laki itu. Sedangkan yang lain tampak sibuk menertawakan celotehannya.

"Lihat wajahnya, dia terlihat seperti zombie hidup." timpal yang lain lagi, diiringi tawa.

Wajah Hyunjin yang ceria seketika hilang. Harapannya untuk bersenang-senang telah pupus. Ia pikir, dengan datang kesini, sukacita akan berpihak padanya, tapi ternyata dunia tidak seadil itu. Harusnya dia sadar akan hal itu.

Di kejauhan, seorang wanita tua terdengar memekik ketika melihat Hyunjin ada di sana. "Hyunjin! Hyunjin-ah! Berhenti bermain bola dengan mereka! Kau tidak sederajat dengan mereka!"

Wanita tua yang tak diindahkan itu langsung menarik telinga Hyunjin dan membawanya kembali ke rumah. Sampai di dalam, Hyunjin ketakutan melihat neneknya mengambil rotan, yang sepertinya akan digunakan untuk melampiaskan emosinya.

Bugh!

Satu pukulan terlontar. Hyunjin meringis diiringi bulir darah yang perlahan mengalir dari punggungnya.

"Sudah kubilang jangan keluar rumah! Itu akan membuatku malu! Bagaimana jika tetangga tahu dan membicarakanku?"

Bugh!

Hyunjin yang kala itu masih duduk di bangku SD, tak ragu menyuarakan rasa sakitnya dengan tangisan, namun rupanya tangisan itu malah membuat amarah neneknya semakin memuncak.

Bugh!

"Kau harus menurut jika ingin tetap tinggal di sini! Masih untung saya mau mengurus kamu, ayahmu dan ibumu itu sengaja menitipkanmu ke sini karena mereka tidak mau mengurusmu!"

"Nek, tapi aku cuma pengen keluar sebentar aja. Aku pengen hidup normal seperti yang lain, punya teman, bahkan bersekolah." Hyunjin ingat bagaimana hari-harinya hanya di penuhi dengan acara televisi yang membosankan. Ia tidak diizinkan bersekolah oleh kedua orang tuanya karena penyakitnya itu.

Mendengar ucapan Hyunjin, wanita tua itu semakin menggeram, ia melayangkan rotannya berkali-kali, tak peduli seberapa banyak darah yang keluar akibat luka yang dibuatnya, tapi setelah cukup lama Hyunjin dibiarkan kesakitan, tiba-tiba Sang nenek membuang rotannya dan cepat-cepat menolong Hyunjin yang telah terkapar lemas di lantai.

Different ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang