10 | Punishment

2.1K 251 92
                                    

"Waktu gak pernah menyembuhkan. Penerimaan menyembuhkan. Pemaafan menyembuhkan. Waktu hanya membantu kita memahami keduanya."

--



Pelajaran baru saja berakhir, guru yang mengajar telah keluar dari kelas, membiarkan semua murid memakai waktu istirahatnya dengan bebas.

Bukannya pergi ke Kantin, semua murid justru lebih tertarik memperhatikan Han yang tak biasanya masih mengerjakan tugas. Tatapan mereka tentu sinis, mengingat beberapa hari lalu, Chan membongkar semua kebusukannya.

Menyadari pandangan tak suka menyerangnya, Han balas mendelik. "Apa lo semua liat-liat?! Mau gue aduin ke Papa?"

Semua yang menatapnya seketika menunduk takut. Tidak ada yang berani kalau Han sudah mulai memberi ancaman atas nama ayahnya. Pria itu memang selalu memakai kekuasaan ayahnya untuk membuat murid-murid tunduk, itulah alasan mengapa Han tidak pernah takut untuk melakukan hal-hal gila.

Satu persatu murid akhirnya keluar dari kelas untuk menikmati waktu istirahatnya, membuat kelas yang padat kian menyepi, sementara pria berambut dan bermata hitam itu masih saja berkutik menyelesaikan tugasnya yang masih menumpuk. Hingga saat rasa bosan mulai melingkupinya, ia beralih mencegah langkah Changbin dan juga Felix yang kebetulan sedang lewat di depannya.

Muak. Itu mungkin kata yang bisa mendeskripsikan apa yang dirasakan kedua pria itu saat ini. Mereka sungguh muak dengan wajah tak berdosa dan sikap tak tahu diri Han. Berurusan dengannya adalah hal yang paling mereka hindari sekarang.

"Tugas udah selesai? Nanti gue liat ya." tukas Han santai, sambil memegang kedua bahu mereka, akrab.

Kedua pria itu, tentu tak lagi heran mendengarnya, sebab hal itu sudah menjadi kebiasaan Han.

Dengan kasar, Changbin melepas tangan Han dari pundaknya dan mendorongnya. "Gak usah sok lupa sama kejadian kemaren. Kita bukan bagian lo lagi."

Han menatap Changbin kesal. "Cuma gara-gara si penyakitan itu kalian jadi begini? Gue gak ngerti jalan pikir kalian."

Senyum kecil terbit di wajah Felix. Ia mendekati Han dan menekankan perkataannya. "Temen yang baik gak menjerumuskan temennya ke lubang hitam."

"Lo bisa denger 'kan, Han egois Jisung?" ketus Changbin menimpali.

Kedua pria itu lantas pergi, meninggalkan Han sendirian dengan rasa benci yang semakin menjadi pada Hyunjin. "Ini semua gara-gara lo, Jin."

***







Waktu berlalu begitu cepat, tanpa terasa, bel Sekolah terdengar begitu nyaring dari pusat informasi. Han yang sedang memasuki buku-bukunya ke dalam tas mendadak mengambil ponselnya lekas melihat notif pesan dari ayahnya.

|| Han, hari ini kamu pulang sama Papa ya. Papa tunggu kamu di belakang Sekolah.
15.45

Dahi Han mengerut. "Belakang Sekolah? Kenapa gak di gerbang Sekolah aja kayak biasa? Aneh."

Meski sempat bingung, Han tetap mengikuti kata ayahnya dan mendatangi belakang Sekolah sesudah keluar dari kelas.

Saat membuka pintu mobil, pemandangan tak mengenakan membuatnya langsung duduk di kursi belakang tanpa banyak bicara. Yang jelas, ketakutan sedang dirasakannya sekarang, melihat tatapan menusuk ayahnya yang terus saja memantau pergerakannya dari spion tengah selama perjalanan.

"Papa kecewa sama kamu."

Han memejamkan matanya dan meremas sisi celananya ketika suara berat itu mulai memecah keheningan dengan intonasi kuatnya.

Different ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang