"Halo, Mione."
"Jessie." Hermione menjawab sapaan teman terbaiknya itu dengan sebuah kecupan singkat di pipi. "How's the life?"
"Never better! Thanks."
Hermione mengangkat satu alisnya. "Senang kau tetap baik dan tak perlu memikirkan skripsi."
Jessie mendengus tapi lalu tak bisa menahan tawa. "Berhenti memamerkan kelulusanmu yang tinggal selangkah lagi itu." Ia mengangkat bahu. "Kau tahu aku sangat luar biasa baik tak lulus tahun ini."
Hermione tertawa. "Oh, ayolah Jess. Kau tak mungkin menikah dengannya selepas lulus! Biar kubawakan." Ia mengambil sebagian tumpukan buku yang tadi dibawa Jessie. "Sejak kapan kau menjadi pecinta baca?"
Jessie mengerutkan hidungnya sebelum menjawab. "Aku harus menikah dengannya, Mione." Mata Hermione melebar. "Oh tidak, aku tak sedang hamil. Aku hanya merasa tak bisa hidup tanpanya. Terima kasih dan tidak, aku masih tetap bukan pecinta baca."
"Kau manis sekali," ejek Hermione. "Jadi buku siapa ini yang sedang kita bawa?"
Mereka melewati beberapa mahasiswa yang bergerombol di depan papan pengumuman. Hermione menaikan alisnya tapi tidak tertarik untuk sekadar berhenti melangkah. Pengumuman apapun dapat ia lihat secara online pada blog khusus universitas tanpa harus susah payah berjinjit dan menyempil seperti lebah.
"Berhenti bersikap sinis, girl." Jessie memperingatkan. "Kau akan menemukan cinta yag lebih indah nantinya. Dan buku yang sedang kita bawa adalah milik Si Dosen Fisika yang seksi."
Hermione menahan diri untuk tak bereaksi berlebihan. Jessie tak mengetahui sejarah memalukannya dengan dosen fisika yang sedang mereka bicarakan karena temannya itu belum mengambil fisika di tahun pertamanya. Mereka belum menjadi teman seperti sekarang ini.
Rumor tentang seorang mahasiswi yang dipermalukan oleh salah satu dosen paling seksi di fakultasnya mereda dalam hitungan hari. Orang-orang yang tak melihat secara langsung tak akan tahu siapa mahasiswi yang dimaksud. Apalagi perubahan penampilan Hermione setelah itu benar-benar drastis dan sulit dipercaya.
Tubuh tinggi yang diwarisi dari pihak ayahnya mulai bekerja tepat di usianya yag ke dua puluh. Bertambah drastis saat usianya mencapai dua puluh satu. Ia bersyukur di usianya yang ke dua puluh empat ini ia tak bertambah tinggi lagi satu inci pun. Rambut semaknya yang dulu mengembang kemana-mana telah ia rapikan hingga terlihat normal dan mudah diatur.
"Aku tak berharap banyak dengan cinta seperti itu, Jess," kata Hermione acuh. Ia mengabaikan denyutan tak terima setiap kali ia berbohong.
Ia sangat mengharapkan cinta seperti itu tapi terlalu takut untuk mengakuinya secara terang-terangan. Lagipula ia tak memiliki contoh nyata hubungan yang bertahan lama dengan sang pria yang tetap setia. Walau ia sendiri mengharapkan pria yang setia.
Hubungan Jessie dan kekasihnya belum dapat dianggap sejati karena kemudaan mereka dan kemungkinan mereka akan berpisah kapan saja mengingat sikap bar-bar pria itu.
Jessie memandangnya dengan kasih sayang yang tulus. "Kau pasti akan mendapatkannya, Mione," katanya lembut. "Kau bahkan bisa mendapatkan yang terbaik."
Hermione tersenyum. "Tidakkah menurutmu terbaik itu membosankan?"
Jessie terkikik. "Tak akan membosankan jika pria itu seperti Mr. Draco Malfoy."
Hermione memutar matanya. "Yang itu merepotkan."
"Dan seksi."
"Dan tukang atur."
"Cerdas."
"Terlalu mencolok."
Jessie bersorak. "Hah! Yang itu pantas untukmu," serunya riang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated for The Heirs (END)
RomanceDramione Fanfiction Cerdas, cantik, konservatif. Hermione Granger tak pernah membayangkan bahwa jalan hidupnya yang serba teratur dan diatur berubah drastis sejak Draco Malfoy mulai mengusiknya. Pria itu terlalu tampan, terlalu nakal, terlalu seksi...