r e a l e n d

304 57 20
                                    

Happy Reading-!




Sudah tiga bulan lamanya. Sejak kejadian tak terduga, yang menimpa sekelompok pemuda.

Syukurlah, tak ada yang terluka ataupun mati. Tapi sayangnya, masalah mental tetap ada.

Sejak kejadian Sang pengabdi Anna digantung, ia menjadi anak yang pemurung. Tidak lagi sebahagia biasanya.

Sosok yang kesehariannya membawa secercah kebahagiaan, kini tidak lagi. Anak dengan nama lengkap Park Jisung itu, kini mendekam di Rumah Sakit jiwa.

Walaupun dari luar terlihat biasa saja, namun jiwanya tidak. Sepanjang malam, ia terus meracau.

Tanpa disadari, jiwa bawah alam sadar anak itu, sudah membenci sosok Mark Lee dengan takaran benci yang tidak terhitung.

"Udah tiga bulan meng, kapan Jisung normal lagi?"

"Do'a aja yang terbaik. Gue yakin, dia bakal cepet balik. Walaupun ga sesempurna yang dulu."

"Jisung..." Panggil Jaemin pelan. Tangan kekar Jaemin mengelus pelan surai hitam milik Jisung.

Anak itu tidak menjawab, tapi setidaknya, kepalanya menoleh. Menghadap sosok yang memanggilnya.

"Mau main ke taman?" tanya Jaemin dengan seulas senyum hangat di wajahnya.

Jisung menggeleng kecil. "Aku pengen bunuh Mark."

"Eh, jangan bilang gitu. Dia udah masuk penjara juga kok," sahut Jeno menenangkan.

"Masa? Di mimpiku...dia lagi dihukum sama Tuhan. Belum mati ya?" Jisung menatap Jaemin dan Jeno dengan tatapan polosnya. Entah, cara berbicara dan cara memandangnya, terlihat seperti kembali menjadi anak-anak. 

Jaemin dengan sabar menggeleng. "Belum, dia lagi dipenjara sekarang. Jadi, kamu aman. Kalo ada apa-apa, bilang sama kita ya? Hm?"

"Ya, Sung. Kalo mau beli boneka Anna yang besaaaaaarr banget, nanti tinggal minta Chenle, ya?" tambah Jeno dengan eye smile nya.

"Trus...Lele, Echan sama Njun, mana?"


























"Oh gitu, Dok?"

Dokter itu mengangguk. "Ya, jadi kita nggak bisa sepenuhnya menyalahkan Mark disini. Karna yang terganggu jiwanya. Jadi dia ngelakuin itu semua, ya tanpa dia sadari."

"Kira-kira, mulai kapan, Dok?" Renjun mengajukan pertanyaan.

"Kayaknya, jiwanya mulai keganggu, setelah dia kalah jadi ketua tim basket,"

"Ah...makanya dia bunuh Kak Taeyong?" Chenle menjatuhkan rahang tak percaya.

Ya. Kalian nggak lupa, kan? Kalo Mark berasal dari kelas yang unggul bidang ekstrakulikulernya?

Heum, Lee Taeyong pun. Mereka berdua bersaing untuk menjadi kepala tim basket. Yang pada akhirnya, dimenangkan oleh Taeyong.

Mungkin...sejak itu, Mark mulai menyimpan dendam? Dan jiwa gelapnya lebih menyelimuti jiwa hangatnya.

"Trus hubungannya sama kucing Jeno apaan dah, Dok?" tanya Haechan dengan wajah cengonya.

"Eum....dia bunuh kucing Jeno, sebagai percobaan. Setelah dia berhasil buat neror Taeyong dan buat Taeyong bunuh diri, dia juga bermaksud buat neror masing-masing kalian sampe milih jalan yang sama kayak Taeyong," jelas Dokter tadi.

"Oalah lah...tibakno mergo kui tah.." Haechan menggeleng tidak menyangka. 

"Kalo hubungan sama Bu Yoona?" tanya Renjun memiringkan kepalanya.

"Mark bilang sendiri..kalo dulu, raportnya pernah diotak-atik, sampe hampir semua nilainya dibawah KKM. Dia dimarahin sama ayahnya habis-habisan karna tau anaknya bodoh." Dokter itu menerangkan dengan jelas.

Ah, ternyata..tidak semudah itu jika ingin menyalahkan Mark. Dia memiliki suara untuk membalaskan dendamnya.

Terutama kepada Bu Yoona yang membuatnya dipandang sebelah mata oleh ayahnya sendiri.

Tapi..jika dipikir-pikir lagi..apa hubungannya dengan anggota dream?

"Hubungan sama kita, apa Dok?" Chenle mengacungkan tangannya.

Dokter itu diam sejenak. Mencoba mengingat perkataan Mark. "Eum, dia bilang...dia punya dendam sama salah satu anggota dream. Namanya...Z-zhong.. aduh saya lupa."

"Zhong Chenle?" tegas Renjun.

"Ah iya! Itu, anaknya dimana?"

"Saya, Dok," sahut Chenle dengan wajah datarnya. "Dendam apa?"

"Ayahmu, yang punya saham terbesar di yayasan sekolah, kan?" Chenle mengangguk. "Nah, karna itu, ayah Mark kehilangan saham yang dipunya. Karna udah dikuasai sama ayah kamu,"

"Cih, cildish," nyinyir Renjun bebarengan dengan Chenle.

"Hhh, sekarang, kalian udah dapet jawabannya? Apa masih ada yang mau ditanyakan?"

"Dah, Dok. Muak saya, alesannya Mark gak berdasar," ucap Renjun seraya berdiri. Bersiap keluar ruangan.

"Oke kalo gitu, saya juga mau meriksa pasien lagi,"

"Sip, taratengkyu, Dokter." Haechan menepuk pundak Dokter tadi pelan.





Dalam jiwa yang hangat, percayalah bahwa tetap ada dendam yang tersemat.

Seperti halnya rindu yang hanya terlampiaskan temu.

Mereka, para penyemat dendam, akan leluasa berbuat sekenanya.

Tidak mengenal hukum karma, bahwa apapun akan kembali mengimbas dirinya.

Mark Lee yang mencoba untuk melunaskan rasa dendam, kini berakhir dipenjara. Mendekam seorang diri.

Jisung yang dulunya ceria, sekarang tidak lagi.

Chenle yang dulunya selalu mengangkat dagu, kini lebih ramah untum sekedar membungkukkan tubuh.

Ada makna di setiap kejadian, ternyata nyata adanya.


End.

-ditulis di bumi Surakarta, dengan dua pemikir. tsun dan dea♡

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

•ʀᴇʟᴏᴀᴅTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang