•ʂıɛცɛŋ

260 90 180
                                    

Happy Reading-!












'TURUT BERDUKA CITA, ATAS KEPERGIAN SALAH SATU MURID TERCINTA. SEMOGA TENANG DIATAS SANA. DARI KAMI, UNTUK MU. ZHONG CHENLE'

Empat kalimat itu terpampang jelas di mading sekolah. Seluruh warga sekolah berkumpul resah disana. Banyak dari mereka yang shock.

Tentu kabar duka dari keluarga tersohor ini mengundang banyak atensi. Terlebih, Chenle adalah anak tunggal.

"Eh ini berita ga hoax, kan?"

"Cepet! Kita bikin artikel aja!"

"Perasaan tiap hari ada aja yang mati,"

"Chenle....." suara Jaehyun sudah serak. Sudah semalaman ia menangis. Chenle adalah adik kelas favoritnya.

Niat awalnya mengumpulkan Doyoung, Irene, dan Seulgi adalah untuk menyelamatkan Chenle. Karena ia melihat titik lokasinya dari maps handphone Chenle.

Malahan, tujuan utamanya terbunuh duluan. Diantara anggota Dream yang lain, kenap harus Chenle? Setidaknya, anak itu tidak pernah melakukan suatu hal yang menyakitkan.

"Njun, gue minta tolong boleh?" tanya Jaehyun dengan suara seraknya. Pertanyaan itu ia lontarkan pada Renjun yang sedari tadi diam disampingnya.

"Apa?"

"Gue....tolong. Cari tau siapa yang ngelakuin ini." Jaehyun meneteskan air matanya. Kepalanya tertunduk. Dalam diam ia menunggu jawaban dari Renjun.

"A-a, pe-pelakunya ya?"

"Kenapa? Lo ga mau?" tanya Jaehyun dengan nada sensitif.

"Eum, masalahnya-"

"Lo kemaren ga ada di lokasi. Kemana?" suara Jeno menyahut. Laki-laki bermarga Lee itu memandang Renjun tak suka.

"Eh, lo ga ada ya?" tanya Jaehyun memastikan. Punggung tangannya mengusap hidung yang kini tampak kemerahan.

"I-iya, g-gue ga ada. Kar-"

"Karna lo yang ngerencanain ini semua," keputusan Jeno sepihak. Dengan raut wajah yang tampak--errr itu, membuat Renjun jadi mengernyitkan kening.

Ia yang merencanakan ini semua? Atas dasar apa?

"Atas dasar apa?" tanya Renjun dingin.

"Lo udah tau kabar Kak Taeyong yang mati, padahal lo baru aja pulang dari China. Lo juga, orang yang terakhir berkunjung ke apartemen Bu Yoona. Dan lo ga ada, pas kita disekap di bangunan tua kemaren. Jelas?" Jaemin mengatakan semuanya. Kedua tangan ia lipat di depan dada, dengan dagu yang sengaja diangkat.

Renjun bak anak baru yang sedang di bully, oleh tiga kakak kelas. Apalagi, tinggi badannya sangat mencolok.

"Mau ngelak gimana lo?" Jeno memiringkan wajahnya. Menatap intens raut wajah Renjun yang terlihat sama sekali tak berdosa.

•ʀᴇʟᴏᴀᴅTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang