Aldo menempelkan sekaleng minuman dingin di pipi Adora, membuat perempuan itu tersadar dari lamunannya. Beberapa minggu ini, Aldo menyadari jika Adora bersikap sedikit aneh. Orang lain mungkin tidak akan menyadarinya tetapi Aldo yang telah menaruh perhatian sejak lama pada Adora bisa dengan mudah melihatnya. Aldo yakin ada sesuatu yang Adora sedang pendam sampai mengganggunya begini.
"Ngagetin aja lo, Do." Adora mengambil minuman yang diberikan Aldo.
"Kenapa lo? Masih gak terima sama hasil rapatnya?" Aldo bersandar di kaca, memperhatikan Adora yang menerawang jauh ke luar gedung pencakar langit ini.
"Sudah jelas, bukan? Lo payah banget." Adora menyeringai tipis.
"Belakangan ini sikap lo aneh, Ra." Aldo melipat tangan. Sebelah alisnya terangkat saat netranya menangkap tangan Adora menggenggam kaleng minuman sedikit lebih erat. "Sorry, tapi apa lo lagi mikirin ... Ares?" tanya Aldo hati-hati.
"Ares? Kok jadi bahas dia?" Adora mengernyit tak mengerti.
"Eh? Bukan? Gue pikir lo kepikiran sama dia karena sebentar lagi akhir tahun dan--" Aldo mengendikan bahu lalu membuang muka salah tingkah.
"Astaga! Gue gak sadar kalau sebentar lagi genap setahun gue putus sama dia." Adora menutup mulut dengan sebelah tangan. Ia tertawa kecil. "This is so funny. Gue sudah merelakan Ares, namanya bahkan sudah tidak menyakitkan untuk didengar dan sebut." Adora tersenyum tipis kemudian.
"So ... it's Kirana, right?"
Adora menjatuhkan kaleng minuman di tangannya, membuat Aldo tersentak pelan.
"Ra?" Aldo menegakkan tubuhnya. Aldo mencoba untuk menyentuh bahu Adora namun perempuan itu bergerak mundur dengan sorot yang sulit diartikan. "Ra, jangan bilang kalau lo--Rara!"
Terlambat, Adora telah bergegas pergi meninggalkan Aldo bersama kaleng minuman yang menggelinding menyentuh pantofelnya.
***
"Lo lembur lagi hari ini?" Kirana menaruh segelas hot coffee di meja Adora.
"Mau gimana lagi coba? Lo lihat sendiri tadi masalahnya kayak apa." Adora mengedip-ngedipkan kedua matanya yang terasa panas karena menatap layar komputer dalam waktu yang lama.
Kirana mendorong kursi kerjanya ke sebelah Adora. "Semangat, Dor! Malam ini gue temenin, deh." Kirana mendaratkan bokongnya di kursi itu lalu menikmati boba milk tea kesukaannya.
"Sudah, balik duluan saja lo sana!" usir Adora yang justru sebal melihat Kirana bersantai di tengah kepenatannya.
Kirana tidak mengindahkan usiran Adora, malahan ia menyilangkan kaki dan menyandarkan tubuh dengan nyaman. Tidak ingin membuang tenaga untuk hal tidak berguna, Adora akhirnya menyerah dan membiarkan Kirana menemaninya bekerja. Di ruangan yang sepi dan hanya ada mereka berdua, Adora dan Kirana tak ada yang bersuara. Hanya membiarkan suara keyboard dan sedotan minuman yang memecah hening di antara mereka.
"Dor," panggil Kirana sambil bermain ponsel. "Mau makan apa lo?" tanyanya kemudian.
"Terserah lo saja." Adora melirik Kirana sambil menyesap kopinya yang sudah dingin. "Mau delivery lo? Gue sebentar lagi selesai. Kita makan di luar saja."
"Enggak, gue gak mau delivery, kok. Kak Mika tadi nanyain, soalnya dia mau anterin makanan buat kita." Kirana mengetik sesuatu di ponselnya, sama sekali tak menatap lawan bicaranya. "Tapi, kalau lo memang mau selesai berarti gak usah saja. Lo mau makan sate di dekat kantor, gak?"
"Bucin banget Mikael mau jauh-jauh ke sini ngantar makanan doang." Adora melepas kuciran, membiarkan rambutnya tergerai dan bernapas bebas.
"Sebenarnya malam ini kita mau minum bareng tapi tidak jadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nemesis
ChickLit[17+] ♡♡♡ Belasan tahun telah berlalu, rupanya semua terasa seperti kemarin saat mereka bertemu. Senyum menyebalkan dan sorot mata lelah; tak satupun dari mereka yang melupakannya. Perseteruan selalu menjadi nama tengah untuk hubungan mereka. Tidak...