Part 2. Hal Kecil Dari Dia

275 46 8
                                    

"Dari mana lo?"

Raya bertanya pada Deryl setelah gadis itu masuk ke dalam kelas saat jam pelajaran usai, artinya ia bolos selama satu jam pelajaran sesudah istirahat. Deryl menghela napas, "Siapa lagi?"

"Darren," Raya mengangguk. "Diapain lagi lo sama dia?"

Deryl meraih kursi lain milik teman sekelasnya lalu menyusunnya dan tidur dengan paha Raya sebagai bantalan, "Inget gak yang kemarin kita gertak?"

"Cewek itu?"

Deryl mengangguk. "Dia ngadu ke Darren, terus Darren malah ngomelin gue. Gila gak lo, muka dua banget anjing? Kemarin pas kita samperin dia juga ngelawan, kan? Dia ngadu ke Darren melas banget. Bangsat."

Raya langsung menegakkan tubuhnya. "Heh anjing, ayo lah sekarang samperin lagi. Pukul aja biar makin tau diri."

"Gak usah lah," ucapan Deryl membuat Raya mengembalikan posisi tubuhnya seperti awal. "Gue males banget, nanti Darren marahin gue lagi. Gue kan mau ngobrol panjang tadi sama Darren, mau curhat. Eh tadi abis marah dia langsung pergi."

Raya menscroll layar ponselnya lalu berucap, "Lo kenape sih masih demen aja sama itu laki?"

Deryl mencebik, "Lo pikir apa? Masih aja nanya padahal udah sering gue kasih tau."

"Ya aneh aja lo segitu demennya sama itu orang."

"Hm, kenapa ya?" Deryl menatap atap kelas. "Gue suka dia tuh karena dia bener-bener perhatian sama hal-hal kecil. Dia gak sadar tapi gue sadar banget kalo dia tuh anggap gue ada."

"Contohnya?"

"Ya, lo tau kan gue orangnya pelor alias nempel molor. Nah dia itu suka banget baca buku, selagi dia baca buku gue curhat apa aja ke dia, kadang dia respon atau bahkan lebih senengnya lagi kalo dia ngasih saran gitu ke gue biar singkat tapi gue bakal simpen di otak."

"Bucin," cibir Raya.

"Ye, bodoamat. Nah terus lagi ya, kalo gue ketiduran pas curhat, dia bakal nunggu gue sampe bangun. Kalo keliatannya sih dia cuek karena dia diem aja gak bangunin gue gitu, tapi pas gue udah bangun keliatan banget dia langsung berdiri terus pergi gitu. Mau gue tidur selama apa pasti kayak gitu, Ray."

"Yakin banget dia nunggu lo?"

Deryl mengangguk, "Gue pernah ada suruh orang yang mantau gue, terus dia bilang katanya Darren tuh suka jagain badan gue biar gak oleng gitu, terus bikin posisi gue supaya gak susah napas. Sumpah gue bahkan ada videonya."

Raya bergidik. "Gue kalo jadi Darren juga kayaknya bakal ngelakuin hal sama."

"Ngelakuin apaan?"

"Ya pantes dia marah-marah mulu, emang orang mana yang suka hampir 24 jam diikutin terus."

Lain halnya, Deryl malah tersenyum dengan lebar. "Kok gue gak kepikiran, ya?"

"Jangan aneh-aneh."

"Tapi gue kayak dapet saran dari lo," Deryl masih berujar dengan tersenyum sangat lebar.

"Jangan aneh-aneh gue bilang, Deryl."

Deryl menyeringai, "Gue mau pindah ke apartemen di sebelah Darren. Besok."

"Ya Tuhan."

***

Hari sabtu, Darren menyebutnya sebagai hari tenang. Tenang dari gangguan gadis aneh di sekolah yang mengikutinya setiap hari.

Bukannya Darren diam saja, ia kerap kali memberitahu gadis itu jika ia risih, namun seperti tidak mempunyai telinga untuk mendengar dan otak untuk mencerna, Deryl malah semakin menempelinya.

Darren mencuci piring dan gelas miliknya karena lelaki itu baru saja selesai sarapan pagi setelah lari pagi di taman apartemen. Selesai mencuci piring, Darren mengumpulkan sampah dan meletakkannya di dalam plastik hitam di dekat dapur.

Lelaki itu berjalan ke arah kamar mandi karena merasa tubuhnya sudah lengket sehabis lari pagi tadi, dan berniat akan membuang sampah ke lantai dasar setelah mandi.

Sepuluh menit berlalu dan lelaki itu terlihat keluar dengan wajah lebih segar, memakai baju dan mengeringkan rambut dengan handuk, fokus Darren terbagi saat mendengar ada yang membunyikan bel apartemennya.

Darren mengintip dari celah pintu dan yang terlihat hanya tubuh seorang gadis yang menenteng kantung plastik, karena penasaran Darren membuka pintu dan dirinya terkejut bukan main saat mendapati Deryl yang tersenyum lebar melambaikan tangannya sambil menunjukkan kantung plastik putihnya.

"Hai sayang, seger banget. Abis mandi, ya?"

"Ngapain lo disini?" Darren berkata dengan sinis. Deryl memperlebar senyumnya, "Gue mau ngasih makanan, nih. Gue buat sendiri semaleman, udah ngasih ke tetangga lain juga kok, sekarang gue mau ngasih lo."

"Tetangga?" Darren bergumam dengan pelan namun Deryl masih bisa mendengarnya. Deryl mengangguk, "Sebelah kanan lo itu unit gue."

Bagai disiran air es, tubuh Darren seketika kaku.

"Mau masuk dong, mau liat unit calon suami."

Darren tersadar dari lamunannya lalu menggeleng dan merentangkan tangannya di pintu, menghadang Deryl. "Pergi," desisnya.

Wajah Deryl seketika langsung murung, ia menunduk sedikit dan menyerahkan plastik putih yang sedari tadi dibawanya kepada Darren dengan lemas. Darren menarik napas dengan lelah lalu berbalik memasuki apartemennya kembali. "Tutup pintunya."

Deryl langsung memperlebar lagi senyumnya dan melangkah memasuki apartemen Darrel dengan senang. "Wah," Deryl berujar dengan kagum. "Kok rapih banget sih, sayang? Setau gue laki-laki itu pemalas."

Darren yang baru kembali dari dapur membawa dua gelas minuman hanya mengangkat alis sebagai respon. Apa tadi katanya, sayang?

Perempuan ini semakin melunjak.

"Buku lo banyak banget. Segini banyaknya tapi lo masih suka pinjem ke perpustakaan doang?"

"Pajangan doang."

"Hah? Gue baru tau orang jadiin buku sebagai pajangan."

Mata Darren menyipit lalu membuang napasnya dengan kasar. Deryl nyengir, "Gue tau lo bercanda. Meski datar gue tetep suka kok."

Darren tak menghiraukan ucapan Deryl, lelaki itu kini membuka plastik yang tadi dibawa gadis itu dan diletakkan di atas meja. Ternyata berisi kue brownies cokelat dengan topping kacang almond, matcha, dan keju yang dicampur dengan krim.

Darren berdiri lalu berjalan ke arah dapur untuk mengambil dua buah piring dan garpu serta pisau kecil.

Darren memotong brownies dengan topping kacang almond lalu meletakkan kue itu di dalam piring kecil. Darren bersandar di sofa lalu membaca buku miliknya, tak memerdulikan Deryl yang masih asik berkeliling di apartemennya. Ia membaca buku sambil memakan kue.

Toh, jika ditegur Deryl tidak akan mendengarkannya, jadi Darren hanya membiarkannya saja.

Deryl baru menoleh lagi ke arah Darren lalu tersenyum sumringah saat melihat lelaki itu memakan kue buatannya. "Gimana, enak gak?" Deryl menatap Darren dengan mata berbinar setelah duduk di sofa sebelah Darren.

Darren mengangkat pandangannya dari buku lalu menatap sebentar Deryl, lelaki itu mengangguk seadanya lalu meletakkan bukunya. "Masak adonannya jangan lebih dari 20 menit untuk resep segini."

Deryl menatap Darren dengan terkejut, "Kok lo tau?"

Darren mengangkat bahu acuh. Deryl meringis, "Gue nunggunya sambil nonton youtube, sih. Jadi agak kelupaan. Lain kali gue bikin lagi deh, mau ya?"

Darren menghela napas sementara Deryl memasang wajah memelas.

"Gue tunggu."

Deryl tersenyum, Darren memang cuek, tapi dia selalu ngehargain perlakuan gue ke dia.

***

geng, jangan lupa share ke temen temen lo yoooo, thank uuuuuu💖

Stuck With You (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang