"Pagi, Darren. Mau lari pagi ya?"
Darren yang baru saja keluar dari unit apartemennya dengan pakaian olahraga tersentak kaget saat mendapati Deryl sudah berada di hadapannya dengan tampang sumringah seperti biasa.
Darren tak membalas tapi lelaki itu malah berlalu meninggalkan Deryl. Bukannya tersinggung, gadis itu malah tersenyum lalu mengikuti langkah Darren. "Keliling, yuk. Jangan di taman aja, bosen."
Darren bersandar pada lift, ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan menatap Deryl dengan alis terangkat sebelah. "Gue juga mau sekalian beli sarapan, Dar."
Darren hanya mengangguk tapi Deryl sudah sangat girang.
Kini mereka bedua sedang berlari mengelilingi gedung apartemen, tak hanya mereka berdua namun masih banyak lagi penghuni apartemen lain yang sedang berolahraga seperti mereka.
Deryl mendahului Darren lalu duduk di salah satu kursi taman yang kosong. "Dar, duduk sini dulu dong gue capek banget."
Darren tak langsung menuruti, lelaki itu malah berlari kecil melewati Deryl. Karena kelelahan, Deryl tidak menyusul Darren lagi, gadis itu hanya memasang wajah cemberut karena mengira Darren meninggalkannya.
Saat sedang memerhatikan pemandangan sekitar, pipinya terasa di tempeli sebuah benda, yang ternyata adalah botol air mineral yang tidak dingin. Deryl menoleh ke kanan dan melihat Darren yang duduk di sebelahnya, Deryl tersenyum sumringah. "Makasih sayang."
Darren tak menjawab.
"Kok gak yang dingin, sih?"
"Bawel."
Deryl cemberut, "Kan enakan yang dingin, seger."
Darren menghela napas kasar. "Habis olahraga gak baik minum air dingin."
"Oh iya, bener juga." Deryl membuka botol air mineral itu dan meneguknya.
"Hm, lo ikut camping akhir tahun nanti gak?" Deryl bertanya dengan nada hati-hati. Darren menaikkan alisnya lalu meneguk sisa air dalam botolnya, "Pentingnya apa?"
"Ya..., nggak. Itung-itung kenang-kenangan aja sama temen-temen. Masa akhir kita loh ini."
"Kalo lulus," celetuk Darren begitu saja. Deryl mencubit perut Darren dengan refleks, "Mulut lo gak bagus amat."
"Ngaca!" Deryl tersenyum masam.
Bruk.
"Aduh."
Suara orang bertabrakan membuat fokus Deryl yang sedang asik memadangi Darren terbagi, ia melihat ada seorang gadis yang sedang membawa nampan tertutup koran berisi donat bertabrakan dengan lelaki dengan perawakan berantakan.
"Kalo jalan liat-liat dong, tolol amat lo. Punya mata dipake!"
Mendengar perkataan kasar pria tersebut, Deryl langsung berdiri dari duduknya, sedangkan Darren hanya memerhatikan dari kursi taman tersebut.
"Ma-maaf," kata gadis yang membawa nampan tadi, donat-donat yang semula tersusun di atas nampan kini berserakan di jalan. Orang-orang malah sibuk menonton.
"Enak aja lo minta maaf! Hp gue jatoh itu, goblok. Gak guna banget sih jualan donat di apartemen, tolol— aduh."
Lelaki itu mengaduh dan menoleh ke arah belakang dimana kakinya ditendang dari arah belakang. "Apa-apaan lo?"
"Minta maaf."
Ternyata Deryl yang menendang kaki lelaki tersebut. Kini gadis itu bersidekap dada dan dengan tatapan mendongak menatap lelaki itu. "Urusan sama lo apa?"
"Minta maaf."
"Lo siapa, sih? Enak aja gue minta maaf! Dia ganti rugi lah HP gue jatoh itu, lo gak liat? Makanya gak usah main ikut campur aja tolol."
"Heh anjing!" Deryl menatap lelaki itu dengan berang. "Lo pikir cuma lo yang bisa galak disini, hah? Gue liat lo lari pake earphone sama main HP! Lo yang nabrak ini cewek, lo kira gue tolol?"
"Gak usah sok tau, lo!"
"Heh noh laki gue yang duduk disono juga liat, jing!" Deryl menunjuk Darren. Darren yang merasa tatapan orang disekitar sana mengarah kepadanya kini berjalan menghampiri Deryl. Darren menaikkan alisnya sebelah, "Tadi lo liat dia main HP kan?"
Darren mengangguk.
Lelaki itu langsung tergagap. "Tapi dia yang gak becus bawa nampannya! Lagian freak banget sih lo jualan donat di apartemen, norak!" lelaki itu dengan kurang ajarnya menendang kaki gadis yang masih menunduk untuk mengumpulkan donatnya.
Deryl maju lalu memberikan pukulan mentah di rahang lelaki itu secara langsung, beberapa orang yang sedari tadi menonton langsung terkesiap dan ada yang memekik kaget. Tidak hanya itu saja, Deryl juga memberikan pukulan di kedua tulang pipi lelaki itu.
"Berani lo kurang ajar sama cewek, jing. Ayo sekali lagi!"
Bugh.
Deryl berdiri dan menginjak perut lelaki itu. Lelaki itu berteriak kesakitan namun tidak ada seorangpun yang berani menolong ataupun memisahkan. Sampai akhirnya Darren menghela napas lalu menarik lengan Deryl. Merasakan jika Deryl memberontak, Darren langsung saja mendekap Deryl agar gadis itu tenang.
Sementara lelaki itu sudah dibawa beberapa warga untuk menyingkir.
Deryl masih ingin melepaskan diri. "MAJU SINI LO LAWAN GUE ANAK TOLOL. DUEL SINI JANGAN BERANINYA AMA YANG LEMAH LO, BANCI!"
Deryl sama sekali tak sadar jika sedari tadi Darren memeluknya dan sekarang dekapan itu tambah erat. "Ssstttt," Darren berbisik di telinga Deryl.
"Udah yuk," Darren berkata dengan lembut. Deryl baru menyadari dan langsung membalas pelukan Darren tak kalah erat. "Dar, gue pusing."
"Iya, ayo balik."
***
Darren meletakkan cangkir berisi teh hijau di atas meja ruang tamu di apartemennya lalu menatap Deryl yang sedang memejamkan matanya di atas sofa. "Minum."
Deryl membuka matanya lalu menggeleng. "Gue aneh ya? Dar maafin gue, gue paling gak suka ada laki-laki yang begitu sama cewek."
Darren menaikkan sebelah alisnya, "Bener kok."
"Hah?"
"Lo bener ngelakuin itu, lo keren."
Deryl tersenyum.
***
yuk, share. gue sayang lo semua yg udah baca ini cerita dr skrg❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck With You (On Hold)
Novela JuvenilDimata orang dia galak, judes, pemarah, nakutin. Tapi dimata Darren, Deryl adalah cewek aneh, bodoh, dan gak tahu malu. Darren, adalah lelaki cuek, pendiam, sedikit anti sosial tapi sangat pintar. Apa saja bisa ia lalui dengan mudah. Semenjak menge...