Part 11. Go to Hospital

179 41 2
                                    

"Tuh liat," Raya menyenggol lengan Deryl yang sedang memakan bakso di kantin sekolah.

Deryl menatap ke arah pandangan Raya dan terlihat jika Darren yang sedang makan sendiri tiba-tiba ada seorang perempuan yang menghampirinya. Ia Gladys.

Ya, Gladys memang terlihat tertarik kepada Darren. Itu sebabnya gadis itu selalu terlihat sinis saat memandang Deryl. Ia merasa jika Deryl adalah saingannya, begitu juga sebaliknya. Deryl tidak menyukai Gladys karena perempuan itu beberapa kali menyebarkan rumor receh tentangnya sebagai bentuk perlawanan.

"Itu cewek kayaknya gak kapok juga ya jadi saingan gue," Deryl menusuk baksonya dengan garpu sambil mengangguk. Sedangkan Raya, gadis itu hanya menjadi penyimak. Ia tahu jika Deryl bisa mengatasi Gladys sendiri.

"Labrak aje udeh, gas."

Deryl meminum minumannya lalu berdiri dan melangkah mendekati meja Darren. Gadis itu langsung duduk disamping Darren dan sengaja mengabaikan Gladys yang sedaritadi terlihat ingin mengajak Darren ngobrol.

"Dar, nanti gue bareng lo, ya? Rey futsal soalnya." Deryl sengaja duduk sangat dekat dengan Darren dimana lelaki itu sedang memakan baksonya sambil memainkan ponsel. "Gak."

Gladys menahan tawanya saat itu juga, sedangkan Deryl menatap gadis itu dengan sinis. "Nanti gue masakin kayak kemaren deh, ya?" Deryl dengan sengaja mengamit lengan Darren membuat Gladys melebarkan matanya.

Darren menghela napas lalu berdiri dari duduknya dan berjalan keluar kantin. Kini tersisa Deryl dan Gladys yang masih duduk berhadapan di meja kantin.

"Jauhin Darren."

"Dia siapa lo emang?" Gladys mengangkat wajahnya.

Deryl tersenyum sinis, "Gue tau lo paham kalo gue bukan lawan seimbang buat lo. Tapi nyali lo gede juga, gue hargain."

Gladys tetap mempertahankan raut wajahnya, "Gimana kalo bersaing secara bener?"

Deryl tampak berpikir sebentar lalu mengangguk. "Biar gue rasa gue jauh lebih unggul daripada lo dalam hal apapun tentang Darren, tapi boleh juga tantangan lo. Taruhannya apa?"

"Mobil sport item gue?"

Deryl tersenyum lebar. "Deal."

***

Reynand :
Temenin gue kerumah sakit, Li. Pulang sekolah

Deryl yang baru mendengar bel pulang sekolah langsung berkemas namun tak lama ponselnya mendapat notifikasi pesan dari Reynand. Gadis itu mengernyit.

Deryl :
Siapa yang sakit?

Reynand :
Bokap... kambuh lagi. Perusahaan lagi ada masalah sekarang. Gue mau nengok bokap dan kebetulan gue emang disuruh dateng sama lo

Deryl semakin mengerutkan keningnya, ada apa?

Deryl :
Otw parkiran, pak

Gadis itu dengan langkah tergesa menghampiri kelas IPA dan kebetulan ia melihat Darren yang baru saja keluar dari kelas. "Darren!" Deryl memanggil lelaki itu dan ia tersenyum saat Darren menoleh. Biasanya Darren terlihat malas berinteraksi dengannya, bahkan sekedar menoleh.

"Gue gak jadi bareng lo, ya? Mau jenguk bokapnya Reynand."

Walau samar, Deryl melihat ada kerutan di kening lelaki itu. Ia mengangguk lalu berbalik.

Sedangkan Deryl, dengan bahu yang merosot turun, gadis itu berjalan ke parkiran sekolah untuk menemui Reynand.

Ia melihat Reynand yang menunggunya di parkiran bersama beberapa temannya.

"Widih, makin lengket aja lo berdua." Dion, salah satu teman Reynand berceletuk. Reynand tersenyum tengil, "Yoi dong! Masa gak lengket sama bini sendiri?"

"Kapan punya momongan bos?" ujar Rion, temannya yang lain. Lelaki itu senang sekali memakai topi.

"Doain aja ya, bini gue galak banget soalnya. Btw gue cabut dulu, mau jenguk bokap."

Beberapa temannya disitu mengangguk dan ada yang melambai kepadanya. "Kita-kita besok aja jenguknya Rey, sekarang terlanjur ada janji futsal kan."

"Yoi," Reynand mengacungkan jempol sambil menggerakkan motor. "Santai aja."

Deryl hanya mengangguk sebagai tanda berpamitan. Gadis itu dengan wajah lesu menaiki motor besar Reynand dan saat ia mendengar ada suara motor lain yang meninggalkan parkiran, ia tertegun.

Darren terlihat keluar dari parkiran sekolah tapi tidak sendiri, ada Gladys yang berada di boncengan lelaki itu.

Menahan diri untuk tidak menangis, ia berdalih memeluk erat tubuh Reynand yang sedang menyetir motor. Reynand sendiri keheranan mengapa temannya itu tiba-tiba memeluknya.

"Heh, kenapa lo?" suaranya agak ia kencangkan mengingat mereka sudah memasuki jalan raya. Merasakan Deryl semakin erat memeluknya, Reynand lalu melajukan motornya lebih kencang lagi.

Ia tahu Deryl sedang menangis, namun ia tak tahu sebabnya.

***

jangan lupa share + komen dong :)

Stuck With You (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang