15 • Neverending Story

1.5K 236 28
                                    

"Saudara Mahesa Langit, meninggal pada pukul 11.11 AM"






Flashback

"Gak mau! Aku nolak!"

"Rino...demi kebaikan kamu, Nak...bukannya kamu mau sembuh?"

"Iya! Tapi gak gini! Kenapa harus Langit?!" bentak pria dengan tatapan kosong itu.

"Gak mudah, No, nemuin donor mata...bahkan kita punya seberapa banyakpun uang, gak semua orang mau donorin organnya."

"Ma, salah satu alasan terbesar aku pengen sembuh tuh, Raina. Dengan ini sama aja aku sendiri yang hancurin hidupnya, Langit berharga banget buat dia!"

"Kamu juga berharga buat kami, Nak. Juga buat Raina, buat semua orang."

"Mama, aku gak mudah bisa sampai di titik ikhlas kayak gini, aku gak masalah hidup tanpa mata asalkan Raina bahagia, asalkan Raina gak merasa dikhianati ataupun kehilangan lagi."

"Tapi ini bukan cuma tentang Raina."
Bukan Jihan yang menyahut barusan, melainkan sosok lain di ambang pintu, Wulan.

Wanita itu kemudian meminta izin kepada Jihan untuk mengobrol sebentar dengan calon menantunya itu.

"Rino...terima ya, Nak? Tante mohon..."

"Maaf, Rino Gak bisa tante..."

"Kenapa?"

"Raina—"

"Kita gak lagi membicarakan Raina, ini tentang kamu dan Langit."

Rino menunduk bingung harus bagaimana merangkai kata, ia hanya merasa ini bukanlah hal yang tepat untuk dilakukan
"Langit harus sembuh..."

"Langit memang tidak akan merasakan sakit apapun lagi kom setelah ini..."
Meski tak bisa melihat, Rino kembali donggakan kepala melemparkan raut tanya kepada Wulan yang sedang ditemaninya berbicara
"Sebenarnya, pasca kemo kemarin, Langit memang sudah kritis, dokter bilang ia cuma bisa bertahan setidaknya 2 x 24 jam dari sekarang..."

"Raina tahu?"

Wulan menggeleng, "Tapi Langit sendiri tahu ia tidak akan diberi waktu lebih lama lagi," tuturnya berat. "dan ini permintaan terakhirnya."

"Apa?"

"Memberikan matanya buat kamu, hari ini. sebelum terlambat, sebelum ia benar-benar pergi meninggalkan sesal."

"T-Tapi aku gak bisa tante..."

"Kenapa?"

"Karena orang itu Langit. Raina sayang sama dia, aku juga sayang sama dia dan Raina."

"Maka dari itu, Raina gak boleh tahu hal ini sampai keinginan terakhir Langit benar-benar tercapai."

"Tapi aku juga gak mau hidup dalam rasa bersalah, tan."

"Kamu merasa bersalah jika hidup dengan donor dari Langit? Padahal itu mungkin cara dia meminta tolong sama kamu, agar walaupun ia pergi, ia tetap ada buat Raina."

Kali ini Rino betulan sudah tak tahu harus menyahut apa lagi, ia benar-benar tak habis pikir dengan ide ini.

"Tolong ya, Nak Rino...tante minta tolong banget, sebagai mama Raina dan Langit."

"Kenapa tante sampai segininya."

"Sama kayak kamu, tante sayang mereka berdua, dan gak mau hidup dalam rasa bersalah jika Langit pergi begitu saja."

"Sekarang Raina dan Langit di mana?"

"Raina masih tidur, Langit masih di kamarnya nunggu keputusan kamu, dan sebenarnya ia memang hendak donorkan organ-organnya kepada yang lebih membutuhkan, namun sayang hanya Mata yang bisa ia berikan karena organ lain sudah dirusak oleh sel kankernya."

BLUETH • SKZ 00LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang